BLACK COFFEE

Liz Lavender
Chapter #3

A Secret To Reveal

Temui aku di Cafe RUSUH yang terdapat di kota tua jam 5 sore ini, ingat jangan telat barang sedetikpun. Jangan juga datang sebelum jam 5 sore. Harus tepat jam 5 sore. Jangan bawa teman atau siapapun, bila tidak, aku tidak akan menanggung akibatnya nanti. 

Satu lagi, kau tidak boleh membocorkan pada satu orangpun tentang pertemuan kita. Segalanya bergantung pada putusan akhir darimu. Baik buruknya, kau yang tentukan.

Aku melihat isi ВВМ yang baru kuterima lima menit yang lalu dengan bingung. Apa yang terjadi? Brengsek! Di mana letaknya Cafe Rusuh itu? Bahasa mana ‘RUSUH’ itu? Itu bukan bahasa Jerman. Apakah dia memberikanku semacam kode? Tampaknya dia ingin cari aman, dia pikir aku akan lapor polisi, dan polisi akan melacak keberadaannya.

*-*-*-*

Penny Markt, Salzburg, Salzburg, Austria

Daripada aku bingung, sesampainya di mini market, aku membalas BBM yang kuterima ketika aku di perjalanan tadi.

Di mana tepatnya Cafe Rusuh itu?

Dia langsung menjawab.

Radisson Blu. Cari saja di sekitarnya.

Kuletakkan Blackberry 8700v-ku ke dalam tas. Aku berpikir keras. Apa yang harus kulakukan?! Seharusnya aku menghubungi polisi. Tapi tidak, akibatnya pasti fatal jika aku membawa polisi. BBM itu membuatku tidak bisa berkonsentrasi melayani pelanggan yang berbelanja di mini market ini. Sejam lagi aku selesai bekerja, dan harus bergegas menuju Altstadt.

*-*-*-*

Altstadt, Salzburg, Salzburg, Austria

Aku berbelok ke arah kiri menuju jalan Rudolfskai. Sebenarnya, aku paling suka menikmati keindahan Altstadt, dengan bangunan-bangunan tua bergaya arsitektur medieval dan baroque yang berjajar di tepi sungai Salzach. Tapi sekarang, aku sama sekali tak melirik pada keindahan kota tua itu. Yang kupikirkan hanyalah segera ke cafe.

Hotel yang dia maksud ada di kiri jalan. Kuedarkan pandanganku ke sekitar hotel dan berjalan menyusuri jalanan Rudolfskai. Tidak ada cafe bernama RUSUH di sana. Kulirik jam tanganku, sepuluh menit lagi jam lima. Panik, aku terus menjelajahi jalanan Rudolfskai, bolak-balik meneliti setiap kata yang terlihat di papan-papan nama atau tulisan apapun yang tersebar di jalanan.

Langkahku terhenti. Aku melihat sebuah cafe kecil yang letaknya tersembunyi di antara kios penjual koran dan sebuah toko barang antik. Rock U & Sing U Here. Sebuah cafe yang menggunakan nama bahasa Inggris... R.U.S.U.H? Inikah yang dia maksud dengan cafe RUSUH?? Aku bingung setelah membaca tulisan di pintu depan cafe. CLOSED/GESCHLOSSEN.

Si penjual koran berucap padaku, “Masuklah, Shasa,”

Hebat. Bahkan penjual koran pun ternyata ada hubungan dengannya. Aku membuka pintu kayu tua cafe yang menimbulkan bunyi decitan. Suasana di dalam cafe tampak gelap, penerangan yang minim dan hanya ada satu orang pria dengan mantel hitam duduk di salah satu meja. Kuhampiri meja pria itu dan duduk di hadapannya. Dia pasti pria yang mengirimiku BBM.

“Kau terlambat delapan menit,” ucapnya dingin. Dia sebenarnya pria yang tampan, dengan usia sepantaran Kizzy mungkin, sekitar 28 tahun.

“Maaf. Aku kebingungan mencari...”

Pria itu mengangkat tangannya, memintaku berhenti bicara. Dia meraih Blackberry-nya dan menghubungi seseorang.

“Pukul dia delapan kali,” ucapnya singkat membuatku terkejut.

“Tidak! Apa yang kau lakukan?!” aku berteriak.

“Aku sudah bilang padamu, jangan terlambat,” ucapnya menutup sambungan telepon.

Pikiranku kacau, “Tolong, jangan sakiti Kizzy...”

“Kau harus tahu aku serius dengan setiap kata-kataku. Jadi jangan coba-coba main-main denganku sedikitpun! Turuti aku. Pada akhirnya, kau akan berterima kasih denganku.”

“Berterima kasih? Kau mau bilang bahwa kau sudah berbaik hati tidak menyakiti Kizzy asal aku mau menurutimu? Untuk itu aku harus berterima kasih? Aku tidak akan berterima kasih pada orang jahat sepertimu!”

“Kita lihat saja nanti,” ucap pria itu santai.

“Apa maumu sebenarnya? Kenapa kau menculik Kizzy? Kalau kau minta tebusan, kami bukan orang kaya,” ucapku membuat pria itu tertawa.

“Kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya? Shasa Kauntiz. 22 tahun... dan... sebenarnya untuk apa kau bekerja di mini market, Shasa?”

“Apa maksudmu?”

“Ayolah. Aku tahu orang tuamu sangat kaya. Kenapa kau harus bekerja sebagai seorang kasir?”

Sejenak aku terkejut. Aku takut dia tahu banyak hal tentangku.

Surprised? Aku tahu kau kabur dari rumah dan lari dengan Kizzy. Tindakan yang sangat bodoh....” pria itu menyalakan rokok dan menghisapnya, “... apa kau tahu kalau namamu berarti air yang berharga? Dan namamu berasal dari Afrika karena orang tuamu dulu pernah berada di Afrika dalam jangka waktu yang lama.”

Dia tahu banyak. “Siapa dirimu sebenarnya?”

“Kalau kau tahu siapa diriku sebenarnya, kau akan terkejut. Sudahlah, kita hentikan basa-basi ini meski aku tidak keberatan berbasa-basi dengan gadis manis berambut coklat yang indah di hadapanku ini.”

“Katakan saja apa maumu. Aku ingin kau mengembalikan Kizzy.”

“Aku tidak meminta harta orang tuamu yang kaya itu. Aku hanya menginginkan sebuah miniatur Wiener Hofburg, yang tersimpan di dalam ruang kerja rumah orang tuamu.”

“Kalau itu yang kau inginkan, aku bisa membelikannya untukmu!”

You have no idea! Lakukan saja perintahku! Kau tidak akan bisa menipuku dengan miniatur palsu, yang orang tuamu punya hanya satu jenis di seluruh dunia. Ingat itu!”

Aku keheranan dengan permintaan pria itu. Mungkin dia semacam kolektor gila yang tidak ingin mengotori tangannya sendiri untuk mencuri miniatur istana dari rumah orang tuaku. Tapi, jika dia tidak ingin mencuri, kenapa dia bisa menculik dan mengancam membunuh Kizzy?? Aku benar-benar tidak mengerti.

“Dan satu lagi, aku ingin kau memasang alat ini di bawah meja kerja ayahmu,” Pria itu memberikan sebuah lempengan persegi tipis kecil selebar satu ruas jari padaku.

“Apa ini?”

“Tempelkan saja di bawah meja. Tidak perlu tanya-tanya lagi. Kau lakukan perintahku, dan Kizzy akan kembali dengan selamat kepadamu.”

*-*-*-*

Kembali ke rumah ayahku adalah hal yang paling tidak ingin aku lakukan. Ayah menorehkan terlalu banyak luka dalam hatiku. Dia menuntut terlalu banyak dan aku tidak tahan dengan segala idealisme yang coba ingin dia tanamkan padaku. Orang tuaku bercerai sejak aku kecil. Ibu menceraikan ayahku dan pergi ke Amerika. Sampai sekarang, aku tidak pernah berhubungan dengan ibuku.

Demi Kizzy, saat ini aku menaiki kereta menuju kota tempat tinggal orang tuaku. Aku tidak mau pria jahat itu membunuh Kizzy dan menghancurkan impianku untuk menikah dengannya di ulang tahunku yang ke-23 bulan depan, setelah impianku menikah di umur 20 gagal. Ketika kereta melakukan pemberhentian di Linz, aku mendapatkan pesan BBM dari Jurgen lagi. Aku baru mengetahui namanya setelah dia menyebutkannya di cafe.

Waktumu tinggal 10 jam. Temui aku di Radisson.

Jangan sedikitpun terlambat.

Aku menghela nafas. Aku khawatir tidak bisa mendapatkan apa yang Jurgen mau. Perjalanan kembali nanti harus menempuh kurang lebih tiga jam. Dikurangi waktu-waktu perjalanan di dalam kota, sepertinya aku hanya punya waktu kurang dari tujuh jam untuk mencuri barang itu di rumah ayahku!

*-*-*-*

Vienna, Vienna, Austria

Setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam, akhirnya aku sampai di Vienna. Aku langsung menuju ke 13th District, ke rumah ayahku. Aku tidak percaya aku harus melihat lagi bangunan megah bercat putih dengan pagar-pagar besi menjulang tinggi di depannya. Ini hari Minggu. Ayahku pasti di rumah.

“Jadi kau sudah meninggalkan Kizzy?” tanya ayah pertama kali begitu menemuiku.

“Ya, aku sudah meninggalkannya, Yah,” jawabku.

“Baguslah kalau begitu. Akhirnya kau sadar bahwa dia adalah lelaki yang tidak baik untukmu,” ayah masih bersikap dingin padaku.

“Aku siap melanjutkan bisnis Ayah. Aku... minta Ayah segera mengajariku.”

“Kalau itu yang kau mau. Besok Ayah akan mulai mengajarimu.”

Tidak! Tidak bisa besok! Tidak ada waktu lagi! Aku harus bisa segera memasuki ruang kerja Ayah yang sejak dulu tidak dibolehkan untuk siapapun, hingga aku bersedia untuk melanjutkan bisnisnya.

Lihat selengkapnya