"Untuk apa menjadi pintar jika hanya akan tersiksa, lebih baik menjadi bodoh agar hidup merasa senang." Alfiani Fauziyyah
***
Kedua mobil sedan itu pun telah melaju kencang, membelah jalanan untuk meninggalkan kediaman Abie yang telah hancur oleh ledakan bom yang diperbuat Alana. Namun siapa sangka, rupanya ada seseorang yang mengintai kejadian tadi tanpa sepengetahuan Alana atau juga Abie.
Marco, lelaki enam puluh tahun itu menyaksikan kehancuran Abie dari awal hingga akhir, ditemani putri semata wayangnya, Michelle. Perempuan dengan usia dua puluh delapan tahun, sama seperti Alana.
Marco kini tersenyum sinis mengamati kepergian Alana, sedangkan Michelle menatap miris kehancuran yang dialami Abie saat ini.
"Wow ... pertarungan yang sangat mengagumkan."
Michelle menoleh ke arah Marco—ayahnya. "Benar, ini sangat mengagumkan. Kita memang tidak boleh salah langkah dalam menyerang Queen," sahut Michelle.
Marco membalikkan tubuhnya yang kini menghadap kediaman Abie yang telah hancur. "Ayah punya ide untuk rencana selanjutnya," Marco menyeringai sinis seraya menaruh kedua lengannya di dada.
"What?" tanya Michelle.
"Ayah akan bekerja sama dengan musuh Alana itu, dengan begitu Ayah memiliki teman untuk menyerang Alana."
Michelle membulatkan matanya sempurna. "Good idea, aku setuju Yah."
'Sebentar lagi kau akan hancur Alana,' ucap Marco dalam hati.
***
"Ra, ini bagaimana, kok bisa seperti ini?" tanya Sisil pada Tara yang masih terbaring di kasur rumah sakit.
"Kau penyebab semua ini!" Abie yang tiba-tiba datang ke kamar inap Tara dengan kursi roda yang ia duduki, langsung memaki Sisil dengan suaranya yang menggelegar.
"Aku?" tunjuk Sisil pada dirinya sendiri dan seketika bangkit dari duduknya. Sisil pun berjalan mendekati Abie dan merasa tidak terima atas apa yang Abie ucapkan padanya. Padahal Sisil berniat baik, ia ingin memberikan oleh-oleh berupa sepatu branded kepada Tara hasil ia pergi ke Perancis.
"Iya ini semua karena kau. Kau seharusnya bisa melihat situasi, kau juga tidak bisa pergi seenaknya. Hanya bisa membuang-buang waktu. Sinting!" maki Abie murka.
"Sudah cukup, semakin kita bertengkar makan akan semakin kita kalah. Lebih baik kita susun rencana supaya Alana mati di tangan kita. Paham!" lerai Tara. Tara masih menahan sakit di kakinya akibat reruntuhan rumah Abie karena pengeboman yang dilakukan oleh Alana.
"Oke," jawab Abie dan Sisil serempak. Keduanya pun keluar dari ruang inap Tara dan berjalan berlainan arah menuju tujuannya masing-masing.
Berharap bisa menang, walau hasil akhirnya akan berbuah sebaliknya. Perjuangan yang tak diimbangi dengan persiapan yang matang akan berbuah kesia-siaan. Sebab hukum karma itu ada, untuk siapapun dan bagi siapapun, bahkan untuk waktu yang lama hukum karma akan terus ada sampai mendapatkan suatu pembalasan yang setimpal.