"Malam akan menjadi gelap dan menakutkan bila tak ada bulan dan bintang. Sama seperti Alana, gelap jika tak ada sisi kebaikan yang ia miliki." Alfiani Fauziyyah
***
Menghabiskan waktu sore hari di pantai memanglah sangat mengasyikan. Melihat sunset, atau hanya sekedar duduk-duduk santai menikmati angin pantai yang menyejukkan.
Ombak yang bergulung-gulung berkejaran, menyapu pasir hingga ke tepi pantai. Lalu air pun turun, menyebabkan pasir pantai seperti berjalan akibat ombak. Begitu terus, hingga berkali-kali. Sama rasanya seperti hidup, berputar, berulang, begitu terus. Berputar layaknya roda, berulang seperti putaran roda. Hidup ini rupanya tidak jauh dari roda, kenapa?
Karena roda itu berputar dan berulang. Ada sisi dimana bagian roda di atas dan di bawah. Hidup juga demikian, terkadang kita merasa bahagia dan kadang juga merasa sedih. Bahkan yang paling menyakitkan adalah saat sedang merasa bahagia, lalu tiba-tiba dijatuhkan pada kesedihan sedalam-dalamnya.
Gadis itu, termenung seorang diri. Di sekitarnya nampak jelas keramaian, namun lain dengan rasa yang dirasakannya dalam hati.
Pasangan, teman, sahabat, bahkan keluarga tanpak hadir di sini. Berkumpul menjadi satu, bercengkrama. Saling bercerita tentang banyak hal, berbagi kisah dan pengalaman.
Alana, tersenyum getir. Banyak hal yang ingin ia ceritakan, banyak hal yang ingin ia bagi. Namun dengan siapa? Apakah ada selama ini orang yang selalu berada di sampingnya? Tidak. Ruang hatinya kosong, Alana tak tau harus membagi, dan berbagi dengan siapa.
Alana menghela nafas pelan. Gadis itu duduk meringkuk dan memeluk kedua lututnya.
"Ice creamnya Kak?" Alana menoleh ke kanan dan mendapati seorang pedagang ice cream yang masih di bawah umur. Alana lalu tersenyum, dan menyuruh anak lelaki itu duduk di samping kirinya.
"Sini duduk," ajak Alana. Lalu menepuk pasir yang ada di sampingnya. Anak lelaki kecil itu menuruti perkataan Alana dan langsung duduk di samping Alana.
"Nama kamu siapa?" Tanya Alana seraya mengelus punggung anak lelaki itu lembut.
"Nama aku Andi Kak," jawab anak lelaki yang bernama Andi itu.
"Kamu umur berapa, kok sudah bekerja. Memangnya kamu tidak merasa lelah apa? Pulang sekolah, sorenya langsung bekerja?" Tanya Alana dengan senyum tulusnya.
Anak itu menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Umur aku tiga belas tahun Kak. Aku tidak merasa lelah untuk melakukan semua ini."
Alana tercekat, tiga belas tahun? Bukannya saat umur tiga belas tahun ia sudah dipindahkan ke asrama, dan menerima berbagai macam kekerasan. Alana kembali tersenyum laki bertanya, "kamu tidak bersekolah?" Tebak Alana.
Anak itu pun mengangguk. Lantas saja hal itu membuat hati Alana remuk. Apakah anak lelaki di depannya tak ingin merasakan bangku sekolah?
"Ice creamnya berapa? Kakak beli semua ya?" Ucap Alana berusaha mengalihkan topik yang sepertinya tak mengenakkan.