Black Pearl

Valencia Flavia
Chapter #5

Chapter 5 - Beginning of Sins

Pagi-pagi buta, Griffith telah menerbangkan burung merpatinya. Setelah enam hari menunggu dan berbalas surat-suratan dengan sang ayah, hari yang ia tunggu tiba juga. Kesulitannya saat ini hanyalah menyelinap keluar dari antara penjaga-penjaga Mahkah yang baru datang beberapa hari yang lalu. Duke Demetrios telah kembali 5 hari yang lalu dari Kerajaan Shohei. Setelah kembali, ia memanggil beberapa bala bantuan untuk berjaga di sekitar istana Vayu.

Hari ini Anna dan Griffith tidak dijadwalkan untuk melihat-lihat kerajaan Vayu. Keduanya diminta beristirahat setelah 5 hari berkeliling untuk melihat teknologi Vayu. 

Tidak seperti Griffith yang berdiam diri di kamarnya, Anna tidak tahan berdiam diri saja di kamarnya. Ia sudah bersiap dan mengajak Mitilda ke taman indah milik Kerajaan Vayu. Anna berjalan santai di sekitar taman itu. Banyak tumbuhan unik yang tidak ia jumpai di Neville membuatnya sangat bersemangat melihat tumbuhan-tumbuhan itu.

Namun tak disangka kebahagiannya pagi itu rusak ketika ia melihat wanita berambut biru tua berjalan di hadapannya. Jeevika. Ya wanita itu adalah wanita yang paling tidak ingin ia temui. Anna berusaha menghindarinya namun Jeevika sudah terlebih dahulu menyapanya.

“Anna!”, panggil Jeevika padanya.

Jeevika berjalan mendekati gadis bermata coklat itu. “Bagaimana harimu di sini,Anna?”, tanya Jeevika setelah berhadapan dengannya.

“Baik, Ratu.”, ujar Anna tampak tak nyaman.

“Pasti kau tidak nyaman karena tidak ada Urie di sini ya? Sayang sekali dia harus kembali ke Shohei. Tapi besok dia akan kembali ke sini. Kau tidak usah khawatir.”, ujar Jeevika kembali.

Ya memang hanya Urie-lah orang yang dinantikan Anna. Rasanya sedikit kesal ketika Jeevika bicara sok akrab begitu dengan tentang Urie.

“Saya tahu dengan pasti jika Raja Urie akan kembali untuk menemui saya.”, tiba-tiba saja kalimat itu terlepas dari mulut Anna entah apa yang merasukinya hingga melontarkan kata-kata arogan itu. Kalimat Anna ini tentu saja terdengar sangat kasar mengingat Jeevika juga menyukai Urie. Namun nasi telah menjadi bubur dan Anna pun sudah tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya, apalagi setelah segala hal yang terjadi pada wilayahnya kemarin.

Jeevika merasa sedikit terganggu dengan kalimat Anna itu, namun ia berusaha tetap positif dan tidak terpancing emosi. “Hahaha.. Iya, Urie memang sangat menyayangimu seperti adiknya sendiri. Dia pasti akan segera menemuimu besok.”, balasnya.

“Kenapa anda sangat yakin kalau Raja Urie hanya menganggap saya sebagai adiknya saja? Mungkin saja dia menaruh perasaan lain pada saya. Bagai manapun saya adalah seorang wanita terpandang.”, ujar Anna menyerang balik pada Jeevika. Kalimat Jeevika terdengar sangat menyinggung Anna. Mungkin karena gadis berambut hitam itu juga mengetahui perasaan Urie padanya yang hanya sebatas kakak dan adik. Namun ia berharap lebih pada pria itu sehingga kalimat itu membuatnya sangat kesal dan ingin membalas perkataan Jeevika.

Setelah menyadari emosinya yang bisa berujung kekacauan, Anna ingin segera meninggalkan wanita itu. “Maafkan kata-kata saya yang lancang, Ratu. Saya mohon undur diri.”, ujar Anna dan buru-buru berbalik untuk menghindari Anna.

“Kau tidak dapat memilikinya.”, tiba-tiba terdengar nada Jeevika yang serius.

Anna kaget dan berbalik melihat Jeevika. Pandangan mata biru Jeevika terlihat serius memandang Anna. Wajahnya tidak tersenyum atau berseri seperti biasanya. Matanya terlihat tajam dan menusuk.

“Lupakan impianmu untuk memilikinya karena kau tidak bisa memiliki Urie.”, ujar Jeevika dengan serius kemudian meninggalkan gadis Neville itu.

Anna terdiam karena terkejut. Pandangan mata apa itu? Seperti bukan Jeevika. Tanyanya dalam hati. Mengapa dia sangat tidak menyukai dirinya yang mencintai Urie? Mengapa ia menghalangi cintanya pada Urie sampai berkata jahat seperti itu. Tidak bisa memiliki Urie katanya. Arogan sekali dia. Setelah melakukan hal keji pada wilayahnya, sekarang dia berkata seperti itu padanya. Lihat saja bila nanti Urie sudah melihat wajah aslinya ini, dia akan merasakan akibatnya pikir Anna. 

---

Setelah selesai dengan rapat hari itu, Putri Vendarshi duduk di balkon bersama Ratu Avantika. Keduanya nampak sedang menikmati sela waktu istirahat mereka sebelum terjun dalam kegiatannya kembali. Kedua mata toska Avantika melihat ornamen unik di kepala Vendarshi. “Ukiran yang sangat menarik.”, ujarnya pada putri angkatnya itu.

“Apakah Anda suka? Saya baru-baru ini menyelesaikannya. Kerajinan tangan saya tidak kalah dengan anda bukan?”, ujar Vendarshi menyombongkan hasil karyanya.

Avantika tertawa. “Sejak kapan kau membuat kerajinan tangan?”, tanyanya.

“Sejak lima hari yang lalu.”, sombongnya kembali. “Bagus bukan?” tanyanya. 

Avantika tertawa geli melihat anak angkatnya itu berusaha menyombongkan hasil karyanya.

“Saat membantu para pelayan mengorganisir istana kulon, saya melihat gudang tua tempat Anda menyimpan semua kerajinan Anda. Karena itulah saya ingin juga membuat sesuatu. Apalagi saya melihat satu ukiran indah yang Anda buat.”, ujar gadis muda itu pada ibu angkatnya.

“Kerajinan indah yang mana yang kau maksud itu,Vendarshi?”, tanya Avantika penasaran. Ia ingin tahu selera seperti apa yang Vendarshi sukai.

“Sing Gedhe. Kalau tidak salah itu judul karya Anda. Saya sangat menyukai ukirannya yang detai dan permata zamrut di dahinya itu membuat karya Anda terlihat sangat cantik.”, jawab Vendarshi dengan mata berbinar.

Lucunya anak ini. Pikir Avantika dalam hatinya. “Apakah kau menginginkan karya itu?”, tanya Ratu Avantika pada sang putri.

“Apakah boleh?”, tanya putri itu dengan semangat.

Ratu yang sering sekali tersenyum itu mengangguk dan putrinya berteriak kegirangan. Vendarshi memang sangat menginginkan topeng emas itu. Ukirannya terlihat sangat elegan dan batu zamrud di dahi topeng itu adalah batu kesukaan Vendarshi.

“Pergilah dan ambil kerajinan itu. Tanyakan pada Kusuma di mana letaknya dan minta padanya untuk membawa topeng itu ke kamarmu.”, ujar Avantika setelah melihat Vendarshi loncat kegirangan.

“Terima kasih,Ibu!”, ujar Vendarshi kegirangan dan langsung melesat mencari Kusuma.

Jarang sekali Vendarshi memanggil Ratu Avantika dengan panggilan Ibu. Hati Avantika merasa sangat hangat setelah mendengar panggilan itu. Vendarshi memang bukan anak kandungnya, setelah sepuluh tahun berlalu pun Vendarshi masih merasa canggung memanggil Avantika sebagai ibunya.

“Sepertinya kau sudah cocok menjadi seorang ibu.”, ujar seorang pria yang tiba-tiba ada di sampingnya. Duke Demetrios sudah berada di sampingnya.

“Demetri, sejak kapan kau di situ?”, tanya Avantika panik.

“Sejak Vendarshi berteriak dan meloncat kegirangan.”, jelas Demetrios. “Apa kau malu? Hahahaha..”, Duke berkulit hitam itu bertanya setelah melihat wajah Avantika yang memerah. Avantika malu karena ketahuan melamun.

“Jadi apakah sekarang kau sudah mau menikah denganku?”, tanya Demetrios kembali. “Aku bukan seorang raja, jadi kisah kita tidak akan serumit Urie dan Jeevika.”,terang Duke itu.

Ratu berambut toska itu tertawa kecil. “Jangan bercanda, Demetrios. Sebelum kerajaanku stabil, aku tidak ingin menyandang status sebagai istri..”, balasnya.

Duke Demetrios menghela nafas panjang. “Apakah ini berarti aku ditolak lagi?”, tanya pria itu sambil setengah bercanda. Setelah berkata seperti itu, keduanya tertawa lepas.

“Setelah kerajaan ini stabil, maukah kau berkeliling Gaia bersamaku?”, tanya Duke Demetrios pada ratunya.

“Aku akan memikirkannya nanti. Mungkin iya mungkin tidak.”, jawab Avantika sambil tersenyum jahil. 

Demetrios menghela nafas lagi. Seperti telah ditolak dua kali dalam sehari.

“Oh ya, Avantika. Siang ini aku akan mengumpulkan prajurit dan menyiapkan mereka untuk menjemput Urie besok di Sungai Sundatari. Mungkin aku tidak akan terlihat di sini seharian ini. Jangan terlalu merindukanku.”, ujar Demetrios padanya.

“Setelah ditolak dua kali ternyata kau masih percaya diri ya.”, ejek Ratu Avantika pada Duke itu.

Keduanya pun tertawa kembali sebelum kembali ke kegiatannya masing-masing.

---

Seekor burung merpati putih hinggap di tangan kecil seorang wanita muda. Mata emasnya melihat pada sepucuk surat yang dibawa oleh burung pengantar surat tadi. Gulungan kertas yang terikat di kaki sang burung ia lepaskan. Setelah membaca suratnya, wanita itu tersenyum.

Ia bersiul dan berisyarat menggunakan tangannya. Rombongan prajurit yang sebelumnya tersebar di hutan tempat sang wanita berdiri itu langsung berkumpul dan membentuk sebuah barisan. Dengan bahasa isyarat, wanita bertudung hitam itu memerintah kan rombongannya. Prajurit laki-laki yang berbaris itu menggunakan pakaian serba hitam dengan pedang berukir matahari di pinggangnya. Kira-kira mereka semua berjumlah 10 orang dan dari fisiknya dapat dilihat bahwa mereka bukan prajurit sembarangan. Setelah selesai memberikan isyarat, rombongan itu langsung berangkat pergi. Salah satu orang kepercayaan wanita itu mendekatinya. 

“Nona, saya sudah memeriksa keadaan di jalan masuk Kerajaan Vayu yang akan kita gunakan.”, lapornya. “Penjagaan tidak terlalu ketat. Jika kita menyergapnya dengan cepat mungkin penjaga dari tempat lain tidak akan sadar akan kehadiran kita.” sambungnya.

“Bagus. Malam ini juga kita akan menyergap.”, ujar sang gadis pada bawahannya.

---

Siang berganti sore dan sore pun berubah gelap. Griffith yang telah menantikan rencana hari ini mulai bersiap. Ia menyelinap keluar dan segera menuju bagian utara Kerajaan Vayu, di tempat itulah ia berjanji untuk bertemu dengan bala bantuan ayahnya. Griffith menyelinap, dengan cepat ia melumpuhkan dua penjaga yang sedang berpatroli di situ dan segera menurunkan lift di pos itu. Setelah cukup lama menunggu, lift itu kembali ke tempat Griffith. Dari dalam lift, keluar gadis bermata emas yang dari kemarin surat menyurat dengan Griffith. 

Griffith memberi hormat pada wanita itu. Sang wanita memberi isyarat pada rekannya untuk menurunkan kembali lift tersebut. Mereka bekerja dengan cepat untuk menghindari datangnya patroli selanjutnya. Setelah seluruh pasukan sampai di atas, dengan sigap mereka bergerak ke arah istana. Suasana yang gelap memudahkan mereka untuk menyerang prajurit yang berjaga. Namun keadaan seperti terlalu mudah. Mereka seperti diberi jalan untuk masuk kedalam istana.

Wanita tadi tiba-tiba menghentikan Griffith ketika mereka akan melangkah lebih dalam ke istana Kulon. “Kau yakin memiliki rencana cadangan,bukan?”, tanya wanita itu pada putra Neville.

“Anda tidak usah khawatir. Saya masih mempunyai kartu lain.”, ujarnya.

Wanita itu mengangguk dan langsung memerintahkan pasukannya untuk bergerak kembali. Tiga lorong banyaknya yang harus mereka lalui sebelum sampai pada kamar target mereka malam itu. Dua lorong sudah mereka lalui, tinggal satu lagi lorong terakhir dekat dengan taman Kulon kerajaan itu. Setelah melewati taman itu, mereka akan sampai di depan kamar Ratu Jeevika. Ya dialah target yang telah mereka incar dari satu bulan yang lalu. Ini sudah kali ketiga mereka menyerang Jeevika, dua diantaranya sudah gagal. Kali ini kemenangan harus ada di tangan mereka pikir wanita itu.

Saat mereka menyelinap ke tengah taman, tiba-tiba saja beberapa pengawal mengepung mereka. “BERHENTI SAMPAI DI SINI!”, teriak seorang gadis.

Putri Vendarshi dengan pengawalnya telah mengepung mereka semua. Prajurit Vayu sudah mengepung mereka semua. “Turunkan senjata kalian!”, titah sang putri.

Wanita bermata emas itu mendengus kesal. Sudah ia kira tidak semudah ini untuk masuk ke Kerajaan Vayu. Ia melirik pada parternya, Griffith pun mengangguk. Griffith melepaskan pedang dan mengangkat kedua tangannya. Ia berjalan lurus ke arah Putri Vendarshi. 

“Putri sepertinya ada kesalah pahaman. Saya mohon anda tidak mengacungkan pedang pada kami.”, ujar Griffith padanya.

“Bagian mana yang tidak aku pahami?”, tanya Vendarshi serius.

Setelah jarak yang cukup dekat, tiba-tiba Griffith mengambil sebilah pisau dan menyerang Vendarshi. Prajurit yang ia bawa pun mulai menyerang prajurit Vayu.

Namun serangan tiba-tiba itu seakan sudah diperkirakan oleh putri jenius itu. Dengan satu jentikan jarinya, udara di sekitar Griffith menjadi sangat kencang dan menjatuhkan pria yang lebih tinggi darinya itu. Setelah jatuh, Vendarshi mengunci pergerakan tangan lawannya dan menahan tubuhnya tetap di tanah dengan lututnya.

Prajurit yang dibawa oleh Griffith pun tidak mendapat nasib baik. Tiba-tiba angin kencang bertiup dan menghancurkan formasi mereka dan prajurit Vayu dengan mudah melumpuhkan mereka semua.

“Cukup sampai di sini!”, teriakan lain terdengar dari arah kamar Jeevika.

Lihat selengkapnya