"Kau lengah, Nash." Pria yang mengemudi taxi itu melepas topinya. Menyeringai menampakkan wajahnya.
Ayah terbelalak, wajahnya kembali pucat.
"A-Alex?"
Aku tak kalah terkejut, sedangkan Om Alex masih santai mengemudi.
"Apa yang kau lakukan? Kita harus pergi dari tempat itu!" teriak Ayah panik.
Entahlah, kenapa Ayah sepanik itu? Bukankah Om Alex telah berkali-kali menyelamatkan aku dan Ayah? Sekarang pun ia ada di sini untuk membantu, kan? Dialah pahlawanku.
"Kau tidak boleh pergi, kau harus kembali dan ma ti bersama seluruh keluargamu!"
Lagi, aku dikejutkan oleh ucapan Om Alex yang berubah dingin dan menyeramkan.
"Kenapa? Kenapa kau melakukan ini? Kupikir kau adalah temanku!"
"Haha, teman? Nash ... Nash ... kau ini bodoh sekali. Kau pikir aku baik padamu karena kita teman? Jangan bercanda!" Pria gondrong itu terkekeh.
"Kau mengkhianatiku! Aku sudah mengaggapmu teman, bahkan saudara. Apa yang membuatmu seperti ini?"
"Bo doh! Aku hampir saja menduduki posisi sebagai tangan kanan Tuan Besar, tapi kau datang dan merebut impianku! Kau datang dan langsung diterima baik di sini, sedangkan aku yang telah mengabdi dengannya lebih lama darimu hanya seorang bawahan! Bahkan aku tidak terpilih jadi ketua fraksi! Sekarang saatnya kau menerima akibatnya!"