"Kakak pulang!" Pria yang berasamaku berteriak girang.
"Yeayy!" Anak-anak yang terduduk lesu tadi, berhambur memeluknya.
Apa ini? Mereka terlihat baik-baik saja, malah wajahnya berseri. Ini bukan hal mengerikan yang aku bayangkan ternyata.
Aku bernapas lega.
"Kita kedatangan anak baru, ayo sini ajak kenalan," ucap pria itu lagi.
Anak-anak itu berhambur menemuiku, rata-rata usianya lima atau enam tahun. Ya, lebih muda daripada aku. Mereka semangat sekali bertanya-tanya namaku dan dari mana aku berasal.
Tidak satu pun kujawab. Ini terasa aneh.
"Kau kenapa?" tanya pria dewasa tadi setelah melihatku hanya terdiam.
Aku menatap matanya. Teduh, dan menenangkan.
"Sepertinya kamu lelah, ayo istirahatlah dulu." Ia menggiringku menuju pojok ruangan. Menggelar tikar tipis yang bolong-bolong.
Aku kembali menatapnya, sebuah anggukan dan senyuman terlukis di wajahnya. Aku merebahkan tubuh, mungkin aku akan percaya pada Kakak ini. Ia orang baik, ya, semoga saja begitu.
Aku terlelap, melepas penat.
***
Mataku mengerjap, kala seseorang mengguncang tubuhku asal.
"Kakak, ayo bangun! Waktunya makan!" Sebuah teriakan berhasil membuat mataku terbuka sempurna.
Aku langsung bangkit terduduk, tatapan anak-anak tertuju padaku. Bahkan kurasa jumlah mereka bertambah banyak. Ada beberapa anak yang usianya sepertinya di atasku.
"Kau tidur seperti orang mati," sahut anak laki-laki berbaju merah.
"Iya, ayo bangunlah. Kak Zion tidak akan memberi kita makan kalau kau tak bangun." Bocah wanita dengan pipi tembam itu mengomel.
"Ka-kalian makan saja, aku tidak perlu," ucapku akhirnya.
"Hei, satu anak tak makan, semuanya tidak boleh makan. Itu peraturan, kita adalah keluarga! Ayo cepat!" Anak lelaki berbaju merah itu menarikku, sedikit memaksa. Tubuhnya kecil, tapi tenaganya kuat.
Anak-anak lain berlarian, pindah ruangan.
Tibalah kami di sebuah ruangan dengan cahaya remang-remang. Di tengah-tengah ruangan, sudah tersaji nasi liwet dan ikan asin yang ditaruh di sobekan koran, dan satu bongsang tahu.
Anak-anak langsung berbaris rapi. Pria dengan celana robek itu sudah tersenyum menyambut mereka. Satu per satu mengambil bagian. Mereka makan dengan alas koran, duduk melingkar sambil sesekali terdengar senda gurau.
Aku terdiam, menatap kegiatan mereka. Tak sadar bahwa kini tinggal aku yang tersisa.
"Ambillah, dan bergabung dengan mereka." Pria itu menyodorkan nasi dengan ikan asin dan dua potong tahu.
Aku ragu mengambil makanan itu, tidak terbiasa dengan penampilannya. Ini pertama kalinya aku makan dengan alas koran. Tapi, tak bisa kupungkiri, aku lapar.
Dengan ragu, aku melangkahkan kaki, bergabung dengan mereka. Mencoba makan.
Ternyata tidak terlalu buruk, makanan yang terbilang sederhana ini nikmat.
"Hei, kau, anak baru! Namamu siapa?" Suara cempreng milik bocah berbaju merah berhasil mengalihkan perhatianku dari makanan di hadapanku.
"A-aku Ray."