Black Rose

Imajindah
Chapter #2

Chapter 2. Have to Forget

Langkah cepat Amanda berakhir di tepi pantai. Dia membungkuk sembari mengatur napas. Peluh bercampur darah menetes dari pipinya, meninggalkan setitik jejak di pasir putih. Setelah kinerja paru-parunya berangsur normal, Amanda kembali berdiri sempurna. Dia usap darah yang mengalir di pelipis dengan punggung tangan, lalu duduk menekuk lutut.

Amanda menghirup dalam-dalam kedamaian tempat itu. Desir angin malam seakan-akan telah mengusir sejenak aroma keringat dan darah di tubuh. Sayangnya, angin tak bisa mengenyahkan bau anyir yang melekat di tangan.

Dia pandang laut yang menderu dan buih yang berusaha menggapai kaki. Amanda meletakkan pistol di pasir, lalu memendamnya. Dia tampak seperti anak kecil yang sedang membuat istana pasir. Amanda bahkan tak ragu untuk membasahi tubuhnya dan membiarkan butir-butir pasir melekat di sana.

Setelah memastikan istana pasirnya tak terusik ombak, Amanda berjalan ke lautan. Perlahan-lahan dia tenggelamkan sebagian tubuhnya hingga tampak separuh di permukaan. Setelah menarik napas panjang, Amanda menenggelamkan diri.

Sejak memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Sexy Killer, Amanda menjalani kehidupan yang keras. Mental dan fisiknya ditempa sedemikian rupa hingga dia terlupa bagaimana cara menangis. Dia pun tumbuh menjadi gadis yang tak mengenal takut.

Kegigihannya selama sepuluh tahun membuat Amanda menjadi salah satu agen terbaik. Oleh sebab itu, Sky memilih Amanda untuk menjalankan misi penting. Ada lima misi yang harus dia selesaikan sebelum pemilu dimulai, dan Amanda sudah sampai di misi ketiga. Dia berhasil menyelesaikannya tanpa kendala.

Ketika sebuah Range Rover mendekati bibir pantai, Amanda mementaskan diri dari lautan. Dia melihat sinar yang terpancar dari lampu utama mobil. Amanda berbalik arah. Itu bukan kendaraan yang dia tunggu.

Seorang pria turun dari ruang kemudi. Dia berjalan cepat mendekati Amanda. "Maaf, jika kehadiranku sedikit mengejutkan. Hanya saja ... tanpa sengaja aku melihatmu dari puncak gedung tua itu. Aku datang untuk memastikan. Apa kau baik-baik saja?"

Amanda berputar arah. Pria itu tak seburuk angan. Dia tampan dan good looking. Sialnya, dia berdiri tepat di samping istananya. "Seperti yang kamu lihat, aku masih bisa bernapas dengan benar."

Pria itu tertawa. "Oke. Sepertinya kamu wanita yang kuat. Apakah mengasyikkan membuat istana di malam hari?" tanyanya sambil jongkok.

"Cukup bagus untuk sekadar mengisi waktu luang," sahut Amanda sembari menggosok-gosokkan kedua tangan. Dia tidak sedang kedinginan. Dia hanya ingin mengalihkan perhatian pria itu yang nyaris menyentuh istananya.

"Aku rasa kamu tidak sedang baik-baik saya." Pria itu bangkit, melepas mantelnya, kemudian mengantung pakaian hangat itu di pundak Amanda.

"Terima kasih ...," ucap Amanda sambil tersenyum manis. Aroma musk menyapa indra penciumannya. Sekian detik saja, Amanda telah mengenali parfum itu. Givenchy selalu berhasil memberi kesan elegan dan mewah. Amanda yakin, pria itu bukan dari kalangan biasa.

"Qenan."

"Qenan, senang bertemu denganmu. Aku Amanda." Mata Amanda berbinar ketika mereka berjabat tangan.

Obrolan mereka berlanjut. Sambil menyusuri pantai topik-topik sederhana mereka bahas bersama. Malam ini akan terasa lebih panjang dari sebelumnya. Atau mungkin, menjadi teguran keras bagi Amanda kelak.

Lihat selengkapnya