Black Turtle

Puji Utami
Chapter #3

Memori Blusukan

Ingatanku kembali blusukan ke masa lalu. Saat pertama masuk SMK dulu. Saat semua siswa baru berduyun-duyun memasuki kelas, aku tak tahu mau ke mana.

Mading tempat daftar kelas siswa baru dipenuhi massa. Aku tak tahu kelasku ada di mana. Satu-satunya temanku saat itu, Zaqi, tak berangkat dikarenakan sakit. Padahal baru pertama masuk.

Akhirnya, setelah berputar-putar berkeliling sekolah, kutemukan bangku kosong. Kutunggu mading sepi.

Hanya pot-pot berisi bunga-bunga beraneka macam yang menemaniku. Kursi kayu kian berubah warna, yang awalnya coklat mengilat, kini rapuh dimakan usia. Letaknya yang strategis membuat siapa saja betah duduk-duduk di sini.

Semilir angin berembus kencang, udaranya menentramkan. Tapi satu yang membuat tempat ini tak asik juga dijadikan tempat nongkrong, tepat beberapa meter dari sini ruang guru berada, dekat sekali. Jadi bagi orang-orang yang suka nggosip sana-sini, menggibah guru atau mengkritik mereka, ini bukanlah tempat yang cocok. Di sini tempatnya berkhayal, mencari inspirasi, atau bahkan meratapi nasib.

Tiba-tiba...

"Srekk..." Terdengar seseorang mendekati tempatku berada. Lamunanku buncah. Kutengok kanan-kiri, tak ada siapa-siapa. Di sini ramai, tak mungkin ada makhluk astral.

"Ehm..." Seseorang berdeham di belakangku.

Kutengok pelan-pelan.

Deg. Seorang berbadan gembul, menghampiriku. Tingginya tak jauh berbeda denganku. Alisnya tebal, mata coklatnya, pandangannya, sungguh meneduhkan jiwa. Siapa dia? Hanya itu pertanyaan yang berputar-putar di pikiranku.

Tangannya dilipat di dada, tak ada senyum dari bibirnya. Kucoba memenangkan diri. Kulebarkan senyum, harap-harap dia bisa membalasnya minimal.

Ah, sia-sia. Dia tetap memandangku sinis, tak berkata apapun juga. Diam bak patung Liberti di Amerika sana.

Hening.

"Murid baru, ya? Ngapain di sini? Kan udah waktunya masuk," beberapa saat setelah kikuk melanda, beliau mulai bersuara.

"Iya, Pak. Belum tahu kelas di mana. Jadi, nunggu Mading sepi, saya duduk-duduk di sini," bela ku di depan beliau.

Mungkin beliau guru di sini. Ah tak tahulah, senyumku tak berkurang sedikit pun, tapi tak dibalas olehnya.

"Itu, udah sepi. Jangan beralasan!" Ketusnya sambil menunjuk tempat Mading berada.

"I...iya, Pak. Maaf, saya permisi dulu," aku tak tahan, senyum yang kupertahankan luntur, kuberlalu menjauhinya, mendekati Mading.

Mading memang sudah sepi, hanya satu-dua orang saja yang merubunginya.

Kueja seluruh nama di papan, kucari-cari namaku. Rani El Fira, ah ketemu. Sorakku dalam hati, gembira.

Menurut denah di Mading ini, kelasku berada di depan perpustakaan. Sekolah ini membentuk balok besar, memiliki 4 lantai di setiap kelasnya. Kecuali Ruang Guru, Ruang TU, dan Perpustakaan. Kelasku di lantai bawah, mengahadap gedung Perpustakaan persis.

Di mana-mana sudah sepi, bergegas kutinggalkan Mading ini menuju kelas. Aku tak sabar punya teman baru, tempat baru, juga rasa baru.

"Klek,.." kenop pintu berbunyi. Kelas sudah penuh, hanya aku yang terlambat. Dan, eh tunggu! Orang ituu....

Lelaki berbatik biru itu, orang yang kutemui tadi di dekat Ruang Guru. Pupilnya yang hitam tertutup lensa kacamata. Wait, dia berkacamata. Pandanganku tak lepas darinya. Tanpa sadar, semua mata menatapku tajam.

Ku tenangkan diri ini. Rileks Fira, rileks. Taklukkan lelaki di depanmu itu.

Kuberanikan diri, meminta maaf.

"Maaf, Pak saya terlambat," kataku membungkukkan badan. Demi sopan santun, aku menunduk takzim.

"Kenapa telat, baru berangkat, ya? Murid baru, udah mulai berani macem-macem," ujarnya sinis. Ditambah lagi ocehan-ocehan lainnya.

Tak kupedulikan semua ucapannya, ngantuk aku dibuatnya. Cocok sekali dia menjadi pendongeng. Setelah dipersilakan duduk, aku langsung menyambar bangku, hanya ada satu bangku kosong. Kuhampiri dia, dua baris dari depan. Ah, posisi menentukan rezeki, pikirku dalam hati.

Hari ini Rabu. Awal yang buruk. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS berakhir buruk. Hari ini harusnya masih berjalan. Tetapi, karena sesuatu hal, MPLS harus dihentikan.

Lihat selengkapnya