Kita hanya tersekat segaris dinding kokoh. Sebatas pembatas yang memang tak bisa diroboh. Sekuat apa pun dorongan, sebesar apa pun dukungan, dinding itu tak mungkinĀ hancur. Sekat memang selalu menyakitkan; benci dan cinta berada di antaranya.
Di sini aku terjerat tindak-tanduk kebodohan. Sedang kau dengannya terbebas dari segala batasan. Haruskah aku iri padanya? Yang selalu bebas menatapmu tanpa dosa? Haruskah kuhentikan segala doa? Karena mustahil terijabah oleh-Nya? Tidak ada yang tidak mungkin, memang, tapi tidak mungkin ada yang tidak ada, juga, kan? Hah, mengingat segala leluconmu memang menyenangkan. Selalu ada senang dan sesak dalam waktu bersamaan.
Kurang lebih dua minggu, tak ku dengar helaan napasnya, bau parfumnya, pun suara khasnya. Entah apa yang dideritanya hingga selama ini beliau tak kunjung datang. Rasa ini semakin tak bisa dimengerti, sekat yang tercipta semakin membatasi, serta gengsi yang terus-menerus meninggi.
Biasanya hanya dinding yang menjadi sekat di antara kita, tapi kini? Semesta tak merestui perjumpaan kita. Waktu yang seakan berotasi tak seperti biasanya, lambat.
Rindu. Hanya itu yang bisa kurasakan saat ini. Entah sejak kapan rasa itu mulai hadir, terus tumbuh meski tak disiram sekalipun. Entah rasa apa yang membarenginya, entah sekadar obsesi atau malah halusinasi. Aku tak paham.
Jika sudah seperti ini, obat macam apa yang mampu menyembuhkan selain temu?
Tiga jam pertama berlalu tanpa kesan; kosong. Hari-hariku selanjutnya pun tak berarti.
Hingga pada Jum'at pagi, kulihat motornya terparkir rapi di barisan paling depan di parkiran sekolah. Helm hitamnya tak mungkin keliru, motor antiknya tak mungkin dimiliki orang lain. Seulas senyum tergaris di bibir ini.
"Paan si, Fir. Senyum-senyum sendiri. Pagi-pagi gini, sarapan jamur, lu?" Inta di sebelahku mulai meracau.
Aku dan Inta berpapasan di gerbang depan, kebetulan rumah kita berlawanan arah. Saat keluar gerbang, Inta belok kanan, aku belok kiri. Lebih beda lagi, Ninda. Rumahnya searah jalan di depan gerbang. Tapi kami sahabat yang akur. Tak pernah sedikit pun bermasalah. Sekadar menutupi rahasia pun tak pernah. Selalu terbuka, selalu mengejek satu sama lain. Kami sahabat yang harmonis, meski perbedaan selalu ada. Karena perbedaanlah kita satu!
Mungkin perlu puluhan part untuk menceritakan tentang mereka, mereka terlalu absurd untuk persahabatan remaja pada umumnya. Kalau sempat nanti kubahas, tunggu, ya.
Batik hitam bercorak tanduk rusa berwarna coklat itu membalut tubuhnya. Tubuhnya semakin terlihat kurus, mukanya pucat, gaya rambutnya semrawut macam biasa.
Pagi ini jadwalku olahraga, Pak Daniel, guru olahraga, memintaku mengambil peralatan olahraga di kantor.