Rabu, beberapa tahun silam.
Seperti rabu-rabu biasanya, rutinitas mingguanku di sekolah adalah rapat Tim Jurnalistik. Satu-satunya ekstra kurikuler yang aku ikuti di sekolah.
"Mungkin sekian dulu dari saya, kalo ada yang masih dibingungkan jangan sungkan-sungkan bertanya ke saya, atau sekretaris kita." Pungkas Kak Adnan, ketua Tim Jurnalistik mengakhiri rapat kali.
Sebelum azan Ashar berkumandang, rapat selesai.
Ini adalah pertemuan kedua di ekstra jurnalistik, setelah perkenalan anggota dan kejurnalistikan minggu lalu, hari ini tugas sudah dibagikan.
Anggota jurnalistik di sini baru sekitar 40 siswa. Masih terlalu sedikit dibanding ekstra-ekstra lainnya.
Bagaimana tidak, krisis literasi di sini masih tinggi. Setahun yang lalu, kejurnalistikan juga sempat mati suri, karena reorganisasi yang tak berjalan dengan baik.
Temanku hanya Inta di sini, adaptasi dengan orang-orang baru adalah hal terumit yang selalu membuatku bingung. First impression yang mereka tunjukkan, tak bisa langsung membuatku mudah membaur. Kaku, ya?
Ternyata Zaki, tetangga sekaligus teman satu-satunya dari SMP yang sama juga ikut di ekskul ini.
Anggota tim telah dibuat, lima orang perkelompoknya ditambah masing-masing satu senior yang menjadi leader sekaligus penanggungjawab redaksi. Tugas pertama adalah membuat satu artikel untuk majalah SMK, satu berita terhangat mingguan untuk dipajang di Mading dan web SMKNEWS, juga menjaring karya-karya siswa SMK agar minat terhadap literasi semakin tinggi. Seperti puisi, prosa, cerita pendek, atau pun cerita bergambar, seperti yang ada di koran-koran pada umumnya.
Tugasku ada pada minggu kedua, Inta ketiga, dan Zaki minggu depan!
Untuk minggu pertama langsung ditangani bersama Kak Adnan selaku ketua Tim Jurnalistik ini.
Beruntung sekali mereka-mereka yang bisa berkolaborasi langsung dengan dia. Selain perawakannya yang super cool, dia juga juara sekolah. Pengalaman-pengalamannya juga sudah berkiprah di ranah nasional. Menjadi penulis tetap di sebuah surat kabar nasional sebelum lulus SMK adalah hal yang menakjubkan, bukan?
"Sudah tampan, mapan, beriman pula. Beruntung banget lo, Ki," ucap Inta sambil memandang takjub makhluk ciptaan Tuhan yang satu itu.
"Ya elah, baru se Tim doang kali, Ta," timpalku tak terima.
"Iri bilang, Boss!" Zaki lebih tak terima.
Kami hanya cekikikan di belakang, memisahkan diri dengan anggota lain yang masih asyik di sini. Mengamati dari jauh sosok Kak Adnan, mengkhayalkan sesuatu yang tidak realistis. Lebih tepatnya menunggu keajaiban disamperin Kak Adnan, hihi.
"Ra, belum mau pulang?" Ucap seseorang medistraksi halusinasiku. Suaranya lembut, tak asing bagiku.
Di sampinhku, Zaki dan Inta sudah melongo melihat kenyataan, Kak Adnan benar-benar mendekatiku!