Seorang remaja sedang duduk makan Apel hijau dengan posisi tubuh menyender pada sofa yang saling berhadapan dengan televisi. Namanya Alhito Pradipta, lebih bahagia kalau dipanggil Hito Potter. Apalagi kalau dipanggil Hito Potter ganteng, beuh bahagia lahir batin si Hito.
Hito baru saja bangun pada pagi hari ini, meski udara malam masih terasa menusuk tulang. Hito sama sekali tidak memakai baju, melainkan hanya boxer dengan motif kartun Spongebob. Dan jangan lupakan juga layar televisinya yang menayangkan Tuan Crab sedang menghitung Dollar. Dengan santai, ia menaikan kedua kakinya ke atas meja sembari kedua tangan memegangi kepala bagian belakang.
Bersantai adalah hal paling menyenangkan di dunia. Dan bagi Hito, kegiatan seperti itu merupakan suatu kewajiban sebelum dia berangkat ke sekolah.
"Sendiri itu tenang, meskipun terkadang membosankan," ucapnya dengan senyum ketenangan.
Namun semua itu tidak berlangsung lama, saat layar televisi yang menampilkan kartun kesayangannya berubah menjadi pantat dengan boxer motif macan yang sedikit melorot. Siapa lagi pemiliknya kalau bukan, "Bang Radit!"
"Minggir napa! Gue lagi asik nonton nih," gerutu Hito.
Cowok yang dipanggil Bang Radit itu menoleh, pemuda itu memasang wajah datar dengan sisa-sisa tidur yang belum terkontaminasi sepenuhnya. Namun, dari tangan kirinya tertanam piring berisi sarapan. Dia Raditya Pradipta. Kakak Hito sekaligus putra sulung di keluarga Pradipta.
"Dih, mit-amit gue punya Abang kayak lo. Joroknya nauzubillah. Muka masih belekan juga udah langsung nyosor aja sarapan. Paling gak cuci muka atau sikat gigi dulu kek," cerocos Hito. Menandingi omelan para Ibu-ibu di pagi hari.
Radit menoleh lagi dengan malas, "Terserah siapa?" ketusnya.
Radit kemudian duduk di hadapan televisi dan menyantap sarapannya dengan khidmat. Hito mencebikkan bibir, ia benci Abangnya ini apalagi kalau cowok itu sudah mengambil alih remote TV.
"Bang, channel TV jangan diganti! Gua lagi nonton Spongebob."
Radit menengok. "Tapi gue mau nonton gosip," sahutnya. "Lagian udah jam berapa tuh, lo bisa telat ke sekolah. Sana mandi!"
"Lo sendiri kenapa gak mandi?" Hito balik bertanya.
"Anak Mahasiswa mah santuy."
Hito memandang Radit curiga. Sejak kapan Radit suka tontonan gosip. Ah, Hito bisa menebak, pasti cowok itu menunggu gosip yang sedang trending baru-baru ini.
"Ya ampun. Gusel. Beneran ditahan lu? Terus Gemini sama siapa dong?" Radit mulai mengomentari gosip pagi ini sambil sibuk makan. "Eh iya bener, ada Bapaknya. Lebih bagus Gemini dibawa Bapaknya, biar Gusel gue aja yang bawa."
Hito mendengus tanpa suara sebelum ia bangun dari sofa. "Ah, daripada gue lihat sikonyong-konyong nontonin Sembilan Puluh Sembilan Detik. Mending gua sarapan," Hito beranjak pergi ke dapur sambil menggerutu tentang nasib Spongebob yang tidak bisa ia tonton. Lagi pula lebih baik pagi ini ia menemui sang kekasih, yaitu Nasi goreng buatan Mommy Micin-eh, ralat. Mommy Shasha maksudnya. Dan terlihat memang, Mommy muda itu sedang membuatkan sarapan. Hito sontak mengendap seperti maling yang takut ketahuan. Kemudian ia berniat mengejutkan Mommy-nya dari arah belakang.
Bersiap.
"Apa Aito?"
Ah, tai!
Ketahuan.
Shasha memalingkan wajah mengejek disertai tertawa geli. "Feeling seorang Ibu itu lebih kuat. Uh, kesian. Niatnya mau ngagetin ternyata gagal."
"Bacot. Mi, bacot."
"Coba ulangi lagi, Alhito!"
Kalau Mommy sudah menyebut nama asli Hito tidak ada ampun untuk putra keduanya itu. Apalagi Mommy mengancam dengan wajah horor mirip Psikopat di TV seperti hendak merebus Hito menggunakan panci dapur. Hito langsung meminta ampun sebesar-besarnya dengan ucapan yang terbilang keceplosan itu. Biasa. Namanya juga anak muda. Wajar sering berkata kasar, tapi harus tahu batasan juga ketika di hadapan orang tua.
Hito kemudian mengambil buah Apel hijau di kulkas, memakan habis buah tersebut sampai tersisa bijinya saja. Dua buah Apel di pagi hari baginya sangat biasa, bahkan sehari Hito bisa menghabiskan dua kilo Apel kalau perlu.
"Aito ambilin tomat di kulkas!" perintah Mommy, masih dengan tangan yang sibuk memotong bawang bombay.
Hito segera mengeceknya. Setelah satu menit mengobrak-abrik isi kulkas, dia melapor, "enggak ada, Mi."
"Masa sih gak ada?! Lu nyarinya gak pake mata kali tuh."
"Ya, kan di mana-mana nyari mah pake tangan Mi bukan pake mata. Kalo pake mata susah nyapitnya, entar bukannya ngambil tomat malah tukeran bola mata."
"Ya tetep kudu dilihat, kan?"
Hito sekakmat. Dia selalu saja salah. Ralat. Memang dari zaman Nabi Adam turun ke bumi juga Emak mah memang selalu benar.
"Eh si Mommy gak percayaan. Cek aja sendiri!"
Shasha berjalan mendekati Hito dan mendorongnya dengan siku. "Minggir!" Tak kurang dari dua detik, tatapan Shasha sudah berubah buas ketika menegakkan tubuhnya, "Ini apa?" diacungkan-nya dua buah tomat segar ke depan hidung Hito.
Hito sontak terkejut sekali. "Lho, tadi gak ada Mi beneran Aa gak bohong."
"Bilang aja lu males nyari."
Hito mendadak termenung. Kok bisa ya pas dia mencari kurang lebih satu menit tidak menemukan sementara Mommy kurang dari lima detik sudah dapat menemukannya?
Fix, Mommy Shasha kelulusan Universitas Hogwarts, batin Hito.
Hito tinggal tunggu saja sihirnya yang diturunkan kepadanya akan mulai berfungsi. Hito memang pemuda yang gila fantasi.
"Aito, bangunin Deija gih sana!" Shasha sudah memerintah yang kedua kalinya dalam pagi ini.