Dua siswi yang berjalan menuju ke kantin itu terlihat begitu menikmati jam istirahat di belahan dunia ini.
“Rhe, lo belum cerita lho kenapa tadi lo gak masuk di pelajaran Olahraga?”
Tatapan siswi yang dipanggil Rhea itu tampak hampa. Lebih tepatnya, dia sedang malas melakukan kegiatan apapun. Nafsu makanya juga seperti tidak ada. Tapi, cewek di sampingnya ini terus saja merengek minta diantar ke kantin setelah ia kembali ke dalam kelas.
“Rhe, kok gak jawab pertanyaan gue sih?”
Rhea terkejut mendengar pertanyaan Agatha, sedari tadi ia hanya melamun memikirkan bagaimana jika Pak Arya (guru olahraga) sewaktu-waktu akan menghukumnya karena tidak masuk di pelajarannya.
“Gara-gara lo,” sahut Rhea cepat.
Berbeda dengan Rhea, cewek yang memiliki nama Agatha ini adalah teman kecil Rhea yang berperawakan pendek, rambut sebahu dengan pipi bulat. Dia merupakan tipe murid yang selalu berpakaian nyentrik untuk menarik perhatian kaum Adam. Dia juga jago bernyanyi. Sayang, hal itu tidak cukup untuk membuatnya terkenal dikalangan para murid. Makanya dia mencoba untuk terlihat cantik supaya banyak orang yang meliriknya sebagai Princess sekolah.
“Lho, kok gara-gara gue?”
“Siapa lagi yang mesti gue salahin. Gue semalam tidur larut gara-gara dengerin curhat lo. Dan gara-gara semalam, pagi tadi gue ketiduran di kelas pas jam kosong, eh tahu-tahu kelas sepi. Gak ada yang bangunin gue satu orang pun. Termasuk elo.”
Agatha terbahak dengan penjelasan Rhea. “Lagian lo juga ngapain tidur di kelas? Udah tahu masih bel masuk. Ya udah gue sama Billy pergi duluan, gue kira lo mau langsung ke lapangan abis makan di taman.”
“Lagian, lo juga terlalu lebay tuh. Baru punya masalah sama pacar aja, sampe nangis semalaman. Drama banget kayak di sinetron!”
“Rhea, lo ngomong kayak gitu karena lo belum pernah ngerasain pacaran ya, atau minimal suka sama cowok lah. Belum ngerasain juga gimana rasanya putus cinta.”
“Ya karena menurut gue, pacaran sama ngejar-ngejar cowok tuh gak penting sama sekali.”
Lebih tepatnya, waktu Rhea terbuang sia-sia jika memikirkan hal seperti itu. Karena yang ada dipikirannya saat ini, hanya satu. Bagaimana caranya dia bisa jadi seorang penulis terkenal.
Tak sengaja, mata Rhea menangkap ada Billy di antara empat siswa yang sudah tidak asing lagi baginya, sedang duduk di pojok kantin. Dan cowok yang tadi pagi itu....
Kenapa dia memperhatikan Rhea terus dari sana?
Rhea pun cepat-cepat mengalihkan tatapan mencari bangku kosong yang ada di kantin.
“Rhe, gue lupa.” Agatha merogoh kantung seragamnya, lalu mengeluarkan sesuatu dari sana untuk diberikan pada Rhea. “Ini surat punya lo.”
“Surat apaan nih?” dengan pelan-pelan Rhea membuka surat itu dan membacanya. “Gila. SPP sekolah naik lagi.”
Mereka pun duduk di bangku kosong yang ada ditengah-tengah kantin. Sehingga, tak sengaja beberapa pasang murid menjadikan mereka sebagai pusat perhatian.
“Bisa pelanin dikit gak sih suara lo!” decit Agatha.
Rhea nyengir. “Tapi serius deh Tha, masa naik lagi, kan bulan kemarin udah naik. Lama-kelamaan keluarga gue bisa bangkrut cuma gara-gara bayar SPP.”
“Enggak gitu juga Rhea. Sekolah ini kan elit. Wajar dong.”
“Sama sekali gak wajar. Gue mesti demo nih ke kepala sekolah.”
Agatha tertawa sumbang. “Demo? Hadeuh lo pikir ini area politik.”
“Tha, mau di kantor pemerintah kek mau di sekolah kek kalau gak wajar ya tetep gak wajar. Harus ditindak.”
“Iya-iya terserah lo deh. Terus lo mau pesen apa nih? Biar sekalian dipesenin sama gue.”
“Disamain aja sama kayak lo.”
Agatha membuat lingkaran dari jempol dan telunjuknya, seolah berkata 'Oke!'
Rhea kembali menoleh pada sekumpulan cowok di pojok kantin. Rhea ingat cowok pakai bandana itu adalah si 'Obat Nyamuk' yang menyebalkan tadi pagi. Dan sekarang cowok itu menatap Rhea bersama dua cowok lainnya.
“Apaan sih tuh cowok, masih aja ngeliatin gue?” Rhea mendengus tidak jelas dengan sorot tajam kearah cowok itu, bersamaan dengan sekembalinya Agatha yang kini ikut menengok ke belakang, mengikuti arah mata Rhea.
“Siapa?” Mata Agatha menyipit melihatnya. “Maksud lo cowok yang di samping Billy? Ada masalah apa lo sama dia?”
“Lo kenal cowok itu, Tha?’
Agatha mengangguk. “Siapa sih yang gak kenal sama itu cowok. Asal lo tahu ya Rhe, itu cowok yang tadi bikin kepala sekolah masuk rumah sakit.”
Rhea ingat sesuatu. Sebelum memberi makan kucing, Rhea melihat para murid Cakrawala bergerombol di depan ruang kepala sekolah, dan tidak lain tidak bukan mereka sedang membicarakan tentang Kepala sekolah yang terus saja bersin karena sengaja disodorin kucing oleh salah satu muridnya. Sampai akhirnya Kepala sekolah dijemput ambulans.
Hingga terdengarlah samar-samar para siswi berbincang-bincang karena kebetulan mereka tidak jauh dari bangku yang Rhea duduki.
“Eh, itu cowok-cowok Sarageni di pojok kantin ngeliatin ke sini mulu deh.”
“Kayaknya mereka lagi liatin gue?” seru cewek yang satunya.
“Ngarep!”
“Oh, iya. Kak Hito itu ternyata yang jadi penyebab alergi kepala sekolah tadi pagi.”
“Masa?”
“Iya. Itu alasannya kenapa Pak Banyu ngejar-ngejar dia.”
“Berani banget ya Kak Hito kayak gitu.”
“Iya. Cakep lagi. Beuh gue aja yang awalnya lihat dia agak aneh karena suka onar, jadi naksir.”