Blacklist

Ratih Abeey
Chapter #6

5. Blacklist

Tidak ada yang lebih menyebalkan lagi dari hukuman Pak Faisal yang ekstrem. Rhea diperintahkan untuk membereskan buku perpustakaan. Sementara Billy membersihkan toilet.  Bibir Rhea yang mungil—seolah-olah berkomat kamit membaca mantra ketika melihat berbagai judul buku— untuk menyimpannya ke rak setelah sebelumnya tergeletak di meja baca.


“Kenapa orang-orang lebih banyak baca buku cerita ketimbang buku pelajaran?”


Gadis itu terus saja membaca judul di setiap rak buku. Hingga bibirnya berhenti ketika menemukan celah di sana dan dikejutkan oleh adanya penampakan di balik rak. Ia sontak mendengus. Ia hafal cowok berponi yang sedang tersenyum bodoh padanya.


"Si obat nyamuk!" decitnya. Hampir tak terdengar.


Rhea pun menghindari dan pura-pura tak melihat kemunculan Hito. Ia malas menanggapi cowok caper itu dan memilih untuk mencari judul buku yang menurutnya menarik setelah tugasnya selesai. Rhea berjinjit begitu menemukan buku yang menurutnya bagus.


Karena buku itu berada di rak paling atas, maka Rhea butuh perjuangan untuk mengambilnya. Hingga sebuah tangan kekar tiba-tiba meraih novel tersebut dengan gampangnya.


"Kalo butuh bantuan itu, bilang" kata orang itu.


Rhea melebarkan senyumnya. Ia ingat ucapan itu, cuma Billy yang selalu ada untuknya saat ia kesusahan dan butuh bantuan. Rhea pun segera menoleh, namun betapa terkejutnya saat yang dilihatnya bukan cowok si irit bicara, melainkan cowok konyol yang menyebalkan itu. Senyumnya memudar.


"Jangan sok care deh sama gue!" kecam Rhea saat tahu si Obat Nyamuk alias si Hito yang membantunya.


Menyebalkan! Apa gak ada orang lain selain dia di muka bumi ini? Batinnya.


"Sama-sama" ucap Hito, menyodorkan buku berwarna hijau muda itu pada Rhea, tapi cewek itu malah membuang wajah untuk mencari buku lain.


"Gak usah excited dibantuin cowok cakep kayak gua. Ambil!" Hito masih kekeh memberi Rhea bukunya.


"Ma-ka-sih. Tapi gue mau cari yang lain aja" timpal Rhea, menolak. Cewek itu hendak pergi, tapi Hito buru-buru menghalangi langkahnya.


Rhea mengangkat sebelah alisnya tinggi. Mungkin bisa dibilang, Rhea risih pada Hito. Tapi, ah sabodo! Ini 'kan Hito sedang berjuang. Hito masih memamerkan senyum lebarnya yang bagi Rhea bodoh sekali.


"Lo bisa minggir gak?"


"Gue mau minta maaf sama lo" tutur Hito.


Rhea melipat tangannya di dada. "Soal apa?" ia bertanya tanpa minat. Mata gadis itu beralih menatapi novel yang berjejer rapih di rak, menurutnya menyambut keberadaan Hito itu tidak penting.


Sebenarnya Rhea juga khawatir kalau Billy sewaktu-waktu datang, melihat Hito mengganggunya. Bisa jadi perang Shinobi terjadi.


Cowok itu membuka mulutnya lagi, "Soal yang waktu pagi ngumpet bareng. Apa menurut lo gue kasar?"


"Menurut lo?"


Hito mengangguk "Menurut gue... Gue kasar"


Rhea melihat Hito meniup sebelah telapak tangannya sebentar, seolah ada sekerumunan bakteri yang bersarang di sana. Kemudian cowok itu menyodorkan tangannya itu ke hadapan Rhea.


"Maaf ya, kalau gue orangnya kasar" kata Hito, matanya bergerak ke udara "Soalnya, gue bukan makhluk halus" imbuhnya yang sukses membuat Rhea berdecak.


Gadis itu bahkan menepisnya pelan, "Minta maaf diterima" balasnya sambil berlalu.


Sebenarnya, bukan perkara mudah untuk mendekati Rhea lebih jauh lagi. Cewek itu sangat selektif mengamati perilaku orang yang ada di dekatnya atau ingin berkenalan dengannya. Dan sepertinya Rhea menilai Hito sebagai cowok yang mesti ia hindari.


Bahkan, anak SD saja tahu seperti apa Hito, mengingat penampilannya yang aneh dan konyol.


Keadaan mendadak hening sebentar. Rhea terus saja melangkah perlahan diantara rak buku yang berjejer itu. Dan Hito mengikutinya dari belakang, sehingga membuat Rhea mendengus lagi sambil memejamkan mata lambat.


"Ngapain lo masih ngikutin gue?" teka Rhea.


"Jaga-jaga aja, kalo lo nggak bisa ngambil buku lagi" sahut Hito santai. Ia bahkan menaik-turunkan alisnya yang bodoh itu.


"Gak usah repot-repot. Mending pergi sana! Tempat lo bukan disini" ketus Rhea merasa sebal.


"Kalau bukan di sini. Terus dimana? Di hati lo?"


Rhea memutarkan matanya malas, ia menipiskan bibirnya. "Apaan sih" ia langsung meninggalkan Hito di sana. Tidak perduli dengan buku-buku itu lagi.


Seperti yang terlintas dipikirannya, Hito itu orang yang punya kadar monosodium glutamat terlalu tinggi. Sangat wajib sekali untuk dihindari.



⚠⚠⚠⚠



Jordi meneguk segelas es tawar didalam gelas. Ketika jus mangga yang ia beli tadi sudah habis, Jordi inisiatif sendiri mengisi gelas yang tersisa hanya es batu-nya saja itu dengan air mineral hasil malak dari Jay yang baru saja datang dari stand minuman.


Jordi memang konyol! Cowok itu terus saja mengaduk-aduk es tawar buatannya itu dengan sedotan selama mengobrol, padahal es tersebut sama sekali tidak memiliki rasa. Dan kebiasaan Jordi itu sering kali menular pada anggota Sarageni.


"Indro, mau cobain es tawar buatan gue gak?"


"Kenapa?"


"Kayak ada manis-manisnya"


Sontak saja Jay melayangkan tinjunya ke lengan Jordi gemas. "Itu cup-nya bekas pop ice mangga yang tadi Joko beli, makanya ada manis-manisnya" ucapnya sambil terkekeh.


Jordi hanya melotot di tempat saat ia tahu Jay mulai menganiayanya, "Ndro, bisa gak sih gak usah mukul gitu, sakit tahu!" protesnya.


"Joko kan juga suka gitu sama Indro. Apalagi kepala Indro lebih sering ditimpuk" Jay memasang wajah menderita dan Jordi tidak tega melihat.


"Cup, cup, cup. Maafin gue ya" Jordi merangkul tubuh Jay yang hanya bisa dipeluk separuh itu. Lalu mendorong keras, "tapi badan lo sama gue beda! Seenggaknya pelanin dikit ninju gue, gue hampir jatoh tuh tadi"


"Iya maafin Indro kalau gitu" mereka menjabat tangan ala anak SD yang baru saja bertengkar saling mengejek nama Bapak. Saat seperti itu, seorang siswa datang menemui mereka. Jordi bahkan sampai bangkit ketika Billy mendatangi mereka tanpa Dika di sampingnya. Lagian, ini jam masuk. Tumben si Billy bolos?


"Hai Billy, mana Doko?"


Jay menyapa sekedar berbasa-basi. Tapi dari raut wajahnya, aura Billy sedang tidak baik-baik saja. Mungkin dia demam campak. Pikir Jay.


"Gak usah sok asik lo berdua. Mana si Hito?!" dengus Billy.


"Ya elah, ketus amat Bil. Ato gak ada lagi ke toilet dia. Kenapa?" tanya Jordi  dengan nada baik-baik.


"Bilangin sama dia, jangan main-main sama gue!" desis Billy, seperti emosi.


"Billy, kalau gak mau main-main sama Ato udahan aja. Udah gede juga masih aja main kucing-kucingan" celetuk Jay tanpa dosa. Tentu saja hal itu langsung memancing kemarahan Billy.


"Gue lagi serius B*bi!" raungnya murka, kerah seragamnya begitu saja ditariknya sampai Jay sesak nafas. Beruntung Jordi melerainya.


Jay terlonjak mundur mendengar itu. Ia menciut di samping tubuh Jordi. Baru kali ini ia dikatain begitu, Sarageni saja yang hobi mengatai dia gendut tidak sampai mengatai dia B*bi. Mata Jay berkaca-kaca dengan tangan bergetar di depan dada.


Jordi yang menyadari sahabatnya sakit hati mencoba menghampiri Billy untuk memperingatinya supaya bisa menjaga ucapannya itu. "Lo kalau ada masalah diomongin baik-baik, Bro... Jangan ngatain orang kayak gitu, gak malu lo sekolah tinggi-tinggi tapi kelakuan kayak t*i"


"Kalau gitu ngaku sama gue! Siapa di antara kalian yang naruh Apel sama surat di meja Rhea?!" sergah Billy lagi.


Lihat selengkapnya