Setelah Sarageni dan Billy berada di ruang bak neraka itu. Kelima siswa itu secara bersamaan hanya menundukkan wajah di hadapan Pak Banyu— seorang pria paru baya berkumis gelap melengking dan juga perut yang membuncit.
Brak!
Sebuah meja yang dipukul cukup keras membuat Sarageni dan Billy terlonjak kaget.
"Apa kalian sudah puas bertengkar?!" bentak pria berkumis tebal itu, akhirnya berbicara setelah sebelumnya hanya memberikan tatapan mematikan bak anjing galak peliharaan Hercules dari matanya, yang membuat bulu kuduk siapa saja merinding saat itu juga.
"Sekali lagi saya tanya, apa kalian sudah puas bertengkar?!"
Jay dengan bodohnya malah menjawabnya, "Enggak Pak. Eh, maksud Indro, kita enggak berantem kok Pak"
"Lalu apa kalau tidak berantem. Lomba balap makan kerupuk?!"
"Bisa jadi" sahut Jordi enteng.
"Nyaut aja kamu!"
"Eh, ampun Pak"
Sarageni dan Billy menunduk saat itu. Mereka yakin. Betul, bukan waktu yang tepat untuk menyahuti ucapan Pak Banyu sekarang.
"Kalau kalian masih belum puas, pergi sana lanjutkan. Kalau perlu di tengah-tengah lapangan biar semua orang tahu kalian jagoan" telunjuk Pak Banyu menunjuk lurus kearah pintu.
"Cius Pak?" pancing Jay.
"Bercanda Indro!"
"Eh, kirain serius. Kalau serius juga gak bakal dilanjut kok Pak"
"Kalau dilanjut ketampanan saya bisa ancur Pak. Lihat deh Pak lihat, bibir Joko yang seksi sekarang mimisan" kata Jordi dengan lebay.
"Mana ada bibir mimisan. Yang ada idung, ogeb!" Dika dengan sengaja menempeleng kepala Jordi, dan cowok itu langsung saja berlindung di ketek Jay seolah Jay adalah induknya.
Pak Banyu menghela nafas berat, hingga akhirnya menatap kearah Hito dengan tajam. "Ato, apa yang kamu lakukan kali ini? Saya tahu, pasti kamu yang mulai duluan"
Hito mendongak dengan wajah tegas. "Hagrid!" panggil Hito. Selalu punya julukan beda. "Kok saya yang disalahin? Gak liat disini yang bonyok siapa?" cibirnya sambil memamerkan beberapa luka memar di wajahnya. Sampai tahi lalat pun ia pamerkan.
"Bukannya kamu memang selalu cari masalah?! Tiap hari dihukum karena cari gara-gara di sekolah. Kalo gak jail sama Pak Faisal sama kepala sekolah, sekalinya gak dihukum pasti karena kabur entah kemana. Apa masih ada orang lain yang pantas saya salahkan?"
Hito kembali menunduk terdiam. Ia ingat pesan Mommy-nya 'Jangan sekali-kali kamu menyela saat orang tua sedang marah' apalagi yang memarahinya ini memiliki riwayat jantung dan sudah kedaluwarsa. Bagaimana jika penyakit Pak Banyu kumat? Hito tidak mau mengambil resiko jika nanti ada berita guru BP meninggal akibat memarahi kelima muridnya yang terlanjur tampan.
Bah!
Hito menggeleng-geleng pelan. Mencoba menghilangkan pikiran konyolnya itu. Lantas kembali fokus pada setiap kalimat yang diucapkan guru BP ini.
"Ato, sekarang kamu jelaskan sama saya. Ada apa kamu sama Billy?" Tekan Pak Banyu lagi.
Cowok itu terdiam. Hito hanya menggaruk kepala, membersihkan kuku dengan giginya dan terakhir menggaruk pantat. Benar-benar tidak mencerminkan watak seorang murid.
Brak!
"JAWAB!!"
Meja yang kembali digebrak membuat Sarageni dan Billy terperanjat kedua kalinya. 'Astagfirullah... Ini orang tua! Gue diem karena takut dia jantungan. Eh, malah dia yang bikin gue kaget. Untung jantung gue gak terjun' batin Hito, sambil mengelus-elus dada.
"Nggak ada apa-apa, Pak. Kita cuma temenan kok gak ada hubungan lebih. Apalagi pacaran" Hito berkata sambil nyengir kuda.
"Ato! Jangan main-main"
"Bapakk... Saya gak main-main"
Pria itu menghembuskan nafas pelan. Pak Banyu lupa, murid yang satu ini berbeda dari murid lainnya. Harus banyak sabar dan baca ayat Qursi jika menghadapinya. "Saya lupa kalo semua anggota Sarageni itu gak bisa diajak serius selain cuma ngundang sara" ucapnya, kini Pak Banyu beralih menatap Billy, "Ya sudah, Billy, Bisa kamu jelaskan ada masalah apa kamu sama anak ini?"
"Bapak. Ini urusan anak muda" sela Hito.
"Saya tidak nanya sama kamu! Silahkan Billy, jelaskan!"
"Saya gak suka dia deketin sepupu saya. Apalagi ngajak Rhea pacaran"
"Lo terlalu mikir kejauhan, Billy" sahut Dika.
Pak Banyu mengangguk pelan. Pria itu mengerti dan sudah paham. Alasan kelima muridnya bertengkar adalah Rhea. Dan beliau juga ingat, jika tidak salah sudah yang kelima Billy masuk BP dengan penjelasan seperti itu. "Saya tahu niat kamu bagus, Billy. Tapi bukan berarti kamu harus bertengkar"
"Ya sudah, sekarang kalian boleh keluar"
"Kita gak dihukum Pak?" seru Jordi merasakan kelangkaan.
"Untuk kali ini tidak. Mood saya sedang baik dan kalau sampai mood saya buruk, saya akan menghukum kalian lebih parah dari biasanya. Mau saya hukum atau pergi?" tawar Pak Banyu.
"Pergi Pak"
"Ya sudah cepat sana! Dan ingat. Saya tidak ingin mendengar kalian bikin jebakan di toilet guru"
"Bikin jebakan?" beo Dika.
"Kita belum pernah bikin jebakan," gumam Jordi.
"Tapi terimakasih Pak atas idenya."
Hito malah menyeringai. Dan betapa bodohnya karena Jordi mengiyakan dengan mengajaknya tos.
"Tidak lucu. Cepat sana kalian keluar!" perintah Pak Banyu mutlak.
Sarageni dan Billy mengangguk. Mereka pergi menuju pintu keluar setelah pamit. Tapi suara Pak Banyu kembali terdengar, "Tunggu! Kecuali siswa yang bernama Alhito Pradipta. Dia punya hutang hukuman sama saya karena tadi pagi merusak hidung patung kepala sekolah"
Hito kaget dan langsung protes. "Pak, ini gak adil! Sarageni separuh hidup saya. Kalau saya ditahan mereka harus ditahan juga"
"Eits, enggak bisa Ato. Gue harus ada yang ngobatin, ya kan Indro?" Jay mengangguk seolah mengiyakan ucapan Jordi.
Hito mendadak memasang wajah lucu, imut sekaligus melas. "Doko..."
"Hm"
"Temenin gue yuk! Ntar gue kasih satu apel"
"Gak" potong Dika cepat, "Gue ada tugas kelompok di kelas" cowok itu pun menepuk punggung Hito sebagai tanda perpisahan, "Baik-baik, ya Bro. Yang lo hadepin punya mata Sharingan"
"Sarageniii...." Hito mendramatisir dengan berteriak sambil tangan yang terulur.
Jordi tidak mau kalah, ia juga ikutan mengulurkan tangan, "Atooo... Jangan tarik gue Ndro, jangan! Gue masih mau lihat Ato"
"Sudahlah Joko, kita harus ikhlaskan dia"
"Tidaaakkk! Sarageni, jangan pergi"
Pak Banyu hanya memasang wajah datar di kursinya. Baginya hal ini sudah biasa. Sarageni memang murid yang aneh, konyol dan pembuat onar.
Hito dengan berat hati kembali lagi memandang guru BP-nya. "Hagrid, kau tidak bisa lakukan itu padaku"
"Kamu harus dihukum, karena tadi pagi merusak patung kepala sekolah!"
"Astagfirullah... Aku difitnah" rengek Hito dengan nada sedikit lebay. Ia membayangkan ada sountrack lagu Rosa yang berlirik Ku menangis di tayangan televisi yang sering ditonton Neneknya.