BLACKSWEET

Zaki septiyono
Chapter #6

05 °Ruang Sekretariat

"Kalo lo minat, lo bisa daftar nanti pulang sekolah di ruang sektretariat bareng sama Rivan."

      KALIMAT itu terus terngiang-ngiang di dalam kepala Icha. Jam kali ini pembelajaran Bu Dhita, namun otak Icha masih penuh dengan sederet kalimat dari Arga. Seolah-olah penjelasan Fisika dari Bu Dhita tak ada artinya bagi Icha.

     "Inilah alasan kenapa kapal laut bisa terapung dan berlayar di lautan, karena adanya tekana-"

    "Icha, bisa maju sebentar?"

     Icha gelagapan. Sedari tadi lamunan yang dibuat nya pudar begitu saja karena ucapan Bu Dhita. "Saya Bu?"

     Icha melangkah pelan. Sepelan mungkin, agar tatapan tajam dari teman-teman sekelasnya menghilang. Ingin rasanya Ia hilang sekarang. Bagaimana tidak? predikat sebagai murid teladan sekelas nya bisa hancur telak jika Ia kena hukum.

    "Ibu mau menghukum saya ya Bu?" Jika ada pintu kemana saja sekarang, mungkin Icha sudah masuk tanpa berpikir panjang. Kini tatapan Bu Dhita lebih dari sekadar menusuk penglihatan Icha.

     "Tolong ambilkan dokumen penting di meja dekat jendela Ruang sektretariat. Bisa kan, Icha." Icha mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya Ia menganggukkan kepala bebas. Ia pikir Guru ini akan menghukum nya seperti membersihkan toilet sekolah atau yang lain seperti di novel, namun dugaan Icha salah.

      Icha keluar dari kelas, Ia melangkah menyusuri lorong kelas yang sepi akan pelajar. Semua berkutat dengan urusannya masing-masing. Icha bisa melihat itu di jendela masing-masing kelas.

     Ia sudah sampai di Ruang yang dimaksud Bu Dhita. Tinggal masuk, dan mengambil beberapa berkas yang Guru itu maksud. Namun, tidak kali ini dengan Icha. Ia merasa gugup untuk masuk, padahal ruang ini jarang sekali dipakai. Jadi kemungkinan tidak ada guru didalam.

      Icha meyakinkan dirinya sendiri sebelum mengetuk pintu berpelatur coklat tua itu. Ayo Icha, gak usah gugup. Buat apa juga gugup? gak mungkin juga ada guru.

      Tak ingin berlama lama didepan pintu seperti orang cengo, Icha segera memegang knop pintu dan membukanya. Betapa terkejut nya Ia melihat seorang Perempuan tengah memberantakan berkas penting di atas meja. Parah nya, dekat jendela. Seperti yang Bu Dhita maksud.

      "Woi, lo siapa? ngapain lo, hah?" suara Icha menggema di dalam ruangan itu. Membuat Perempuan yang sedari tadi sibuk memberantakan berkas itu menjadi beku. Diam tak berkutik. Walau diam, tetap saja Perempuan itu tak menoleh ke arah Icha. Membuat Icha jengkel.

    Perempuan itu menoleh, setelah sekian detik tak menoleh, kini Ia berbalik badan. Sempurna. Paras cantik tersaji di hadapan Icha. Bulu mata lentik, postur tubuh tinggi semampai membuat Icha membeku terpesona.

     Perempuan itu melangkah mendekati Icha yang sedang membeku di tempat. Meninggalkan meja yang dipenuhi berkas berantakan itu. Otak Icha berpikir keras, berbagai kemungkinan muncul di otak nya. Kemungkinan buruk.

      Bulir keringat menjalari wajah Icha. Beberapa bulir mulai meluncur bebas. Ia benar benar takut sekarang. Pasal nya, dia adalah kakak kelasnya.

      "Jadi lo ngelihat apa yang gue lakuin tadi?" sentak perempuan itu. Icha takut sekaligus gugup. Entah refleks atau tidak, kepala Icha mengangguk meng-iyakan. Icha belum kenal Perempuan ini, nama nya saja belum tau. Dari lagaknya, bisa disimpulkan dia orang jahat.

     Mata perempuan itu menelanjangi setiap senti tubuh Icha dari atas sampai bawah. Icha yang merasa risih mengalihkan topik. "Ngapain lo liat liat gue?!"

      "Jadi, lo yang nama nya Icha?" hati Icha mencelos begitu saja saat perempuan itu menyebutkan nama nya. Bahkan untuk nama cewek itu, seluk beluk cewek ini pun Icha tak tahu. Dan tak ingin tau.

    Otak Icha mencoba berkerja dengan baik. Berbagai kemungkinan bermunculan satu persatu di benak nya. "Lo siapa?" Icha meruntuki dirinya sendiri mengapa Ia bisa bertanya seperti itu, namun sudah wajar Ia curiga. Bisa jadi cewek ini suka memata-matai nya.

Lihat selengkapnya