"Arga, gue mau duduk di sebelah lo!"
NAPAS Icha tercekat. Seolah-olah pasokan udara tak ada lagi di bumi ini. Dada Icha bergemuruh. Bibirnya terasa kelu untuk berbicara. Kakinya lemas seketika. Kepalanya terasa pusing saat mendengar panggilan itu.
Icha masih mendengarkan percakapan dua orang itu sambil berdesak-desakan dengan murid lain yang sibuk mencari tempat duduk.
"Rey, apaan sih? Gue mau sama princes gue kok. Lo duduk aja sono sama Aksa," cetus Arga ketus.
Tubuh Icha terdorong berdesak-desakan dengan murid lainnya. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang. Kaki Icha hanya berjalan pasrah dengan pikiran kacau.
"Kita duduk sini aja, Cha!" tukas Letta dan meletakkan barang bawaannya di dasbor bus. Icha mendengkus pasrah dan mengikuti ajakan Letta karena Arga tidak duduk disebelahnya.
Icha berharap, Arga akan menariknya dari keramaian, menggandengnya, dan duduk berdua di kursi belakang, serta mengajak Icha mengobrol. Namun, itu hanya bisa menjadi imajinasi Icha sendiri.
Icha menundukkan kepalanya, menahan rasa pusing akibat dirinya jatuh di halaman sekolah tadi pagi. Tiba-tiba seseorang mendekati Icha dan mengulurkan tangan kanannnya.
Icha mendongakkan kepalanya, dan menemukan sosok pria yang sangat rapi dan tampan dengan senyuman yang membuat semua kaum hawa meleleh. Arga berdiri dan menjulurkan tangannya di depan hadapan Icha.
"Ayo, bangun! Gue mau duduk di sebelah lo, bukan Kirey!" tegas Arga menaik-turunkan alisnya.
Icha masih diam, sedangkan Letta sudah sibuk dengan ponsel dan earphone miliknya. Icha tersenyum senang, lantas ingin mengulurkan tangannya pula. Namun, sosok cewek berperawakan langsing tiba-tiba datang dan menggandeng lengan Arga.
"Arga! Bu Siska manggil kita, tuh! Buruan." Kirey menarik lengan Arga, sedangkan Arga masih kukuh dengan pendiriannya.
Arga menyingkirkan tangan Kirey, dan menatap tajam ke arah Kirey. Tatapan itu bukan tatapan jengkel, tapi rasa kebencian yang mendalam karena mengganggu momennya dengan Icha.
"Lo gak lihat? Gue lagi sama Icha. Itu cuma alasan lo doang kan biar bisa duduk sama gue?" bentak Arga di depan wajah Kirey.
Icha menghapus senyum di wajahnya, dan tersenyum samar. Hampir bukan sebuah senyuman. "Udah, Kak Arga ikut aja sama Kak Kirey. Icha kan udah sama Letta. Lagian ini tugas Pasbar kan?"
"Tuhkan! Lihat tuh, Icha aja boleh kok. Lagian ini tugas Pasbar. Buruan, Ga. Bu Siska udah nunggu bangku depan tuh," tunjuk Kirey ke arah bangku supir bus. Arga mengikuti pasrah ajakan Kirey yang menariknya.
"Jangan khawatir, Cha. Nanti kita bareng-bareng pas udah sampai," teriak Arga yang didengar oleh semua murid dalam bus. Semua murid berbisik-bisik mengapa Arga lebih memilih Kirey daripada Icha?
"Eh, itu Kak Kirey kecentilan, ya?"
"Kak Arga kenapa milih Kak Kirey, kalau Icha ada disitu?"
"Cewek centil emang. Ganjen. Genit. Pokoknya semua yang pantes buat Kirey!"
Icha tak menghiraukan ucapan itu. Ia lebih memilih bersandar di bangku eh duduknya yang sangat nyaman. Ditambah earphone pribadinya yang menemani keresahan hati Icha.
Icha mencoba menutup matanya, mencoba untuk tidur, karena perjalanan Jakarta-Gunung Merbabu sekitar tujuh jam. Icha sangat bosan jika harus menunggu lamanya tujuh jam.
Icha terlelap, dengan ditemani keresahan hati dan lagu "kau pilih dia" milik Papinka, yang menggambarkan keadaan Icha sekarang.
======================
"Lepasin gue, Rey. Gue gak suka dikekang sama cewek kayak lo. Kita cuma teman. Gak lebih, Rey!"
Perkataan itu membuat hati Kirey seperti tertusuk belati tajam. Rasa sukanya perlahan-lahan memudar karena sifat Arga yang semakin hari semakin keras dengannya. Kehadiran Icha, membuat tekad Kirey untuk merebut pujaan hatinya kembali tumbuh. Ia harus benar-benar mendapatkan Arga sebelum cewek itu merebut Arga. Namun, sifatnya masih sama seperti dulu, menganggap dirinya hanya angin lewat.
Kirey diam tak berkutik dan duduk di bangku dekat supir bus. Sedangkan Arga mencoba menahan amarahnya yang hampir saja tumpah sekarang jika ia tidak menahannya.
Arga mendekati Bu Siska, dan berbincang kecil tentang data murid yang ikut serta dalam acara kemah ini.
"Jadi, saya mau nanti ketika sudah sampai tujuan, kamu langsung mendaftar murid-murid yang ikut berpartisipasi dalam acara ini," tutur Bu Siska.
"Baik, Bu. Saya permisi dulu," pamit Arga lalu beranjak berdiri dan pandangnnya menyapu seluruh bangku bus yang masih kosong. Namun, semua sudah penuh oleh para murid.
Arga mendengkus kesal. Tak ada lagi satu bangku untuk ia duduk. Hanya ada satu tempat yang masih kosong. Bersebelahan dengan Kirey adalah bangku satu-satunya yang tersisa.