Dengan khidmat kami menjalani upacara kepergian para mendiang yang telah mendahului. Walaupun demikian, aku harus berkali-kali menegur Master Blanc yang nampak bosan dan mulai mengganggu atau mengajakku bicara.
“Mmm.. Bagaimana dengan pertarungan tadi?” tanyanya sambil menyenggolku selagi para okuru berbaris ketika sebagiannya menguburkan jasad mereka yang menjadi korban tadi.
“Diam Master.” Ucapku tegas.
“Oke.” Dan tentu saja teguran itu tidak akan bertahan lama.
“Tetapi..apakah kau telah menemukan caranya?” Tanyanya lagi tiba-tiba.
“Master!” Ucapku dengan suara lebih tinggi dan beberapa Okuru yang mendengar, menengok kearah kami. “Baiklah..baiklah..” Ucapnya terkesan bosan.
Untungnya sejauh ini dia lebih bisa menahan diri, walaupun sesekali memainkan tanganku. Keberadaannya sangat mencolok, apalagi tiba-tiba ia datang tanpa mengucapkan apapun hanya untuk mencariku. Baku hantam hampir terjadi antara kepala desa dengannya andai saja aku tak menghampiri. Kekuatan dan kemampuannya memang tak bisa dipungkiri sangat hebat, walau sifat dan tingkah lakunya sangat mengganggu. Ini menjadi catatan bagiku agar jangan pernah sama sekali meninggalkannya sendirian. Membiarkannya sendirian berurusan dengan orang lain selainku sungguh sangat merepotkan.
Selain semua itu, upacara pemakaman nya berjalan sangat khidmat, dan tak nampak seorang dari mereka pun memunculkan raut wajah kesedihan. Mereka nampak sangat tegar dan merelakan kepergian saudara dan keluarga yang mendahuluinya. Banyak sekali hal yang harus kupelajari dari suku yang sederhana namun penuh makna ini.
Tak memakan waktu lama hingga upacara diselesaikan dan semua penduduk langsung menyegerakan persiapan jamuan untuk malam nanti, sedang kami dikawal beberapa pemuda untuk menemui kepala desa pada kediamannya. Kediamannya tak jauh beda dengan rumah penduduk lainnya yang terbuat dari kayu dengan tumpukan rumput kering pada atapnya, hanya saja, ada semacam kalung adat terpampang didepan pintu masuk rumahnya.
Kami dipersilahkan masuk. Suasana didalamnya tidak ada yang terlalu spesial, hanya alas berupa kulit hewan ternak yang dikeringkan, dengan beberapa pajangan berupa kepala-kepala hewan yang dikeringkan dengan getah pepohonan. Beberapa pemuda membungkuk hormat selara kami melaluinya, dan para pemudi menyediakan semacam minuman yang kurasa adalah teh, tetapi warnanya kemerahan. Kami pun duduk dihadapan sang kepala desa yang walaupun tubuhnya masih dibalut dedaunan untuk menahan luka, tetapi tetap menegapkan posisi duduknya ketika kami sampai dihadapannya.
Aku dan Master Blanc duduk dihadapan kepala desa itu, hanya dengan teh yang disuguhkan tadi sebagai penghalang.
“Sekali lagi, aku ingin mengucapkan terima kasih banyak padamu.” Ucapnya sambil bersujud kearahku yang sontak saja kuangkat kepala desa itu, karena menurutku semua manusia itu setara apapun yang kami lakukan, walaupun perbuatan mereka membedakan.
“Dan kepadamu, tuan.” Ucap kepala desa yang lalu beralih pada master Blanc. “Maafkan aku yang menyerangmu, karena firasatku yang salah. Ard mu menunjukkan seakan kau merupakan sekutu Necromancer, aku meminta maaf padamu.” Ucapnya lalu menundukkan kepala, walaupun tidak serendah saat ia bersujud hormat padaku, dan tentu saja, mengenal Master Blanc, ia bertindak sesukanya. Bukannya bersikap rendah hati, ia justru menyombongkan dirinya, sangat merepotkan untuk seukuran orang dewasa. Andai aku tak menghentikan omongannya, mungkin ia akan menyulut permasalahan lebih jauh.
Dalam kesempatan itu juga, aku menceritakan terkait kejadian yang dilalui desaku dan apa yang terjadi pada ayahku. Kepala desa Okuru itu sangat terkejut, dan menasehatiku agar mempersiapkan diri 3 bahkan 4 kali lipat lebih matang, sebelum melakukan apa yang kurasa harus kulakukan. Kurasa kita semua tau akan hal itu.
Pertemuan itu berlangsung cepat, apalagi dengan ketakutanku akan Master Blanc yang mungkin saja melakukan hal aneh. Kami meninggalkan desa itu, dengan lambaian hangat mereka, serta janji kepala desa yang menegaskan bahwa aku adalah bagian dari mereka, dan ia mengizinkanku untuk tinggal disana kapanpun aku mau.
Kami berjalan cukup lama hingga menemukan tempat yang cukup jauh dan lapang untuk tempat kami berlatih.
“Master, kenapa kau seenaknya melawan balik kepala desa Okuru itu?” Tanyaku sambil meninggikan nada suaraku.
“Entahlah, aku hanya melawan balik..” Sahutnya tak peduli. “Master, kau tau bukan, mereka tidak sekuat itu! Lain kali jangan melawan siapapun seenaknya!” Ujarku memarahinya dan ia hanya mengangguk tanpa memerhatikan.
“Baiklah, sudah cukup kau memarahi ku, lanjutkan latihanmu cepat!” Ujarnya kemudian memunculkan pusaran energi hitam itu dengan mudahnya. Aku beranjak masuk sambil mengalirkan Ard kesekujur tubuhku, walau masih dengan mudahnya dirusak oleh tekanan energi milik master Blanc ini. Walau demikian, ada yang berbeda kali ini. Aku mencoba menggunakan Ard milik Master Blanc, untuk melawan pusaran hitam Ard miliknya ini.
Dan benar saja, ard miliknya mampu menahan pusaran ini lebih baik, walaupun, masih sangat tipis untuk melindungiku sepenuhnya, namun setidaknya, itu berhasil mencegah luka untuk tertoreh pada tubuhku.
“Rupanya kau sudah menguasai itu, apa yang sebenarnya terjadi tadi di desa itu?” Tanya Master Blanc. Aku keluar dari pusaran energi itu sambil ditarik olehnya. “Aku hampir kalah melawan Chimera saat desa tadi diserang, namun, aku mengambil resiko.” Jelasku.
“Apa? Apa yang kau lakukan?” Tanya nya penasaran.
“Aku menghabiskan Ard ku, kemudian aku baru bisa menggunakan Ard mu.”
“Tunggu dulu, APA!? Kau menghabiskan Ard mu?” Tanyanya meyakinkan lagi. Aku mengangguk selagi meregangkan badan ku yang terasa sangat pegal menahan Ard Master Blanc. “SIAL! Itu sangat hebat, aku bahkan tak akan berani melakukan itu, walaupun sangat mungkin untuk melakukannya.” Ujar nya.
“Master Blanc, walau demikian, ada pertanyaan yang ingin ku tanyakan juga?”