Blades of Belthor

Adam Zidane Arafi
Chapter #17

17. Nafsu dan Amarah

Pembangunan masih berjalan lacar sejauh ini. 7 minggu berlalu, dan belum ada tanda-tanda kedatangan pasukan kiriman Canaria. Kami dengan cepat membangun fondasi menggunakan kayu dan bebatuan yang sudah kami persiapkan. Selagi para lelaki melakukan pembangunan, dengan dibantu beberapa perempuan yang mampu mengangkat beban berat, perempuan lainnya menyiapkan makan siang dan menjaga anak-anak pada kemah sementara. Aku dan Alvy yang menjaga didepan kali ini. Kami menjaga pada gerbang lama desa, yang terlihat tak terurus dengan sisi luar yang mulai mengelupas. Tembok bebatuan pendek yang menandai wilayah desa masih berdiri tegak, tak termakan cuaca. Hanya perlu membuatnya lebih tinggi, dan akan meningkatkan keamanan desa ini.

“Sudah seminggu tidak ada tanda penyerangan, apakah mungkin mereka sudah melupakan desa kita?” Cetus Alvy.

“Siapa yang tau Alvy, itu bisa menjadi keuntungan tambahan untuk kita.” Jawabku. “Setelah kita siap, barulah, kita bisa membuat mereka ‘mengingat’ kita lagi.” Tegasku.

“Tentu saja, dan sungguh, idemu sangat luar biasa!” Ujar Alvy.

“Ya, kurasa itu akan berhasil, oh ya, bagaimana dengan Kak Piero, kapan sekiranya ia akan datang?” tanyaku.

“Mengikuti perkiraan, dia mungkin akan datang minggu depan dengan, karena, jarak yang mereka tempuh cukup jauh, apalagi dengan beberapa kenalan mu yang sangat jauh hingga wilayah pesisir di barat.” Itu sangat membuat segalanya masuk akal.

 Aku menangkap kilasan Ard yang mendekat. “Kurasa tidak Alvy, mereka masih mengingat kita.” Ujarku yang segera bangkit dari tempat kami bersantai. Alvy sontak mencabut dua bilah nya.

“Adam, bisakah kau merasakan jumlah mereka?”

“20 orang prajurit dengan 4 ksatria perang.” Ujarku. “Mengikuti jalur waktu, mereka datang kesini setiap minggu pertama di awal bulan.”

“Baiklah, kurasa, aku juga harus mendemonstrasikan kekuatanku padamu Adam.” Ujarnya lalu maju beberapa langkah. Selang 2 menit, derap langkah kuda mulai terdengar. “Itu dia, kau yakin Alvy?” Tanyaku meyakinkan dan ia pun mengangguk.

Mereka mendekat dan kurasa, mereka tak ingin berbasa-basi, karena mereka tak melambatkan kuda nya dan malah menghunuskan senjata mereka.

Alvy melemparkan pisau secara berkala hingga menjatuhkan kuda ketiga ksatria perang dengan satu yang lainnya terkena pisau itu tepat diantara kedua matanya. 2 prajurit yang tepat berada dibelakangnya tersungkur karena kuda nya tersandung kuda mereka yang terjatuh. Sisa prajurit itu sempat goyah untuk maju, namun teriakan salah satu ksatria perang mereka membuatnya kembali melaju. “DASAR BODOH! CEPAT MAJU DAN SERANG MEREKA!” Teriaknya.

2 prajurit terdepan maju dengan keduanya menghunuskan pedang, seakan berdansa, Alvy menghindari serangan keduanya, kemudian 2 prajurit dibelakangnya mendekat, dan ia melemparkan 2 buah bolas, tali dengan kedua ujungnya terikat pada batu, kemuka kedua prajurit yang langsung menjatuhkannya. Selanjutnya 4 prajurit melesat kearahnya sekaligus, ia menghindar dengan baik, dan menjatuhkan salah satu prajurit dari kudanya sebelum ia menaiki kuda itu. Alvy melesat dan menyerang prajurit lain walau hanya menggunakan sebilah pisau. Dikala kesibukan Alvy melawan para prajurit, kilatan listrik hampir manyambarnya. Untungnya, ia dengan sigap melompat, sehingga hanya kudanya yang terkena sengatan listrik itu. 

“Alvy, kau urus saja para prajurit, aku akan melawan ksatria perang itu.” Ucapku melihat Alvy yang hampir terkena serangan itu. “Baik Adam!” Ujarnya tegas.

Aku menerobos pertarungan Alvy dan hampir diserang seorang prajurit, andai Alvy telat melempar bilah yang mengenai lengan prajurit itu.

Tiga ksatria perang itu berdiri tegak dengan masing-masing memegang senjata yang berbeda. Sebilah pedang, kapak kecil, dan sebuah gada yang terikat pada rantai. Tanpa ragu mereka menembakan kilatan Ard listrik yang kuhindari hanya dengan bergeser dengan..cepat.

Pemegang gada berantai melesat dan menyerangku dengan cepat dan kuat, walau kesemuanya kuhindari tanpa berkeringat. Serangannya tidak menghasilkan apa-apa kecuali retakan ditanah. Sepertinya ia termakan emosi dan menyerang dengan hentakan Ard yang mengeluarkan batu dari bumi, dan lagi-lagi, hanya perlu melompat mundur untuk menghindarinya. Aku ingin beristirahat sejenak, namun sepertinya mereka sangat ingin memaksa keringatku keluar, dan aku menanggapinya. Bisa dianggap sebagai olahraga hari ini.

Hujaman pedang secara terus menerus menerjang, dan sedikit lebih cepat dari gada berantai tadi, namun sama saja, tidak ada yang berbeda. Ia menembakkan Ard listrik yang dengan cepat menerjang menerjangku, cukup cepat, hingga aku harus menggunakan Ard ku untuk menghancurkan nya. Ksatria perang dengan kapak kecil terlihat dari sisi kananku, dan kurasa cukup waktu bermain-mainnya.

Aku menghindari ayunan kapaknya dengan menunduk, lalu meninju dengan kekuatan penuh pada dadanya dengan sedikit lapisan Ard. Ia tersentak, sebelum tersungkur dan memuntahkan darah. Kurasa Ard ku sedikit terserap olehnya.

Kedua temannya yang tidak terima menyerang secara bersamaan, dan aku menggunakan kesempatan ini untuk sedikit pamer. Ayunan pedang nya kutahan dengan satu genggaman tanganku sebelum kuhancurkan dengan tekanan Ard ku. Ksatria berpedang itu agak syok, namun belum sempat kumenyerangnya. Pemegang gada berusaha menghempaskanku dengan lemparan batuan besar, dan itu mengenaiku. Andai saja ia tau, ketika aku dirajam oleh Master Blanc. Batuan itu hancur terkena lapisan Ard ku. Aku melesat pada pengguna gada itu. Ia mengayunkannya dengan membabi buta, dan dengan santai aku menunggu momentum, lalu kurebut gada miliknya. Dalam kesempatan yang sama, aku menjatuhkannya, sebelum menidurkan ksatria perang itu dengan gadanya sendiri.

Ternyata Alvy juga sudah menghabisi kedua puluh prajurit itu. Kami berpaling pada seorang ksatria kerajaan yang tengah terduduk kebingungan dan ketakutan. Aku mendekatinya dan membuka helm yang ia kenakan. Seorang lelaki muda dengan telinga kucing yang nampak ketakutan, dan menggigil terlihat dibaliknya.

“Maafkan aku, aku harus membunuh kawanmu demi melindungi desa ku.” Ujarku dan ia tak berkutik dari tempatnya. “Kau boleh pergi, aku tak akan melukaimu selama kau tak mengancam desaku.” Ujarku lagi memastikan bahwa aku menjamin keselamatannya.

“Mati.. aku atau keluargaku..” Ucapnya terbata-bata.

Aku berjongkok dihadapannya. “Kenapa.. apa yang mengancammu?”

 “Aku harus membunuhmu atau keluargaku..” ia mengambil pisau dan berusaha menusukku, diikuti Alvy yang sigap melemparkan pisau kearahnya. Aku menahan tangan ksatria perang itu, dan menangkap pisau yang dilemparkan Alvy. “Tahan Alvy.”

“Ceritakan semuanya, aku akan membantumu.” Ucapku.

“Lord..mereka menahan istri dan anak-anaku..aku harus bertarung untuknya, atau mereka akan dihukum..” Ujarnya menggigil. “Jika aku mati atau kalah, mereka akan disiksa.”

“Tetapi mengapa? Bukankah kau ksatria perang pasukan mereka?” tanyaku aneh.

“Aku bukanlah manusia sepertimu, kami hanyalah ras hina dikota itu, para lelaki dari ras Hybrida dipaksa bekerja untuk kerajaan, sedang keluarga kami mereka tahan.” 

Lihat selengkapnya