Aku terbangun secara tiba-tiba ketika mengingat pertempuran yang kukira belum selesai itu. Aku berdiri dan benar mendapati pertempuran, namun tidak ada satupun dari mereka yang kukenal. Orang-orang itu bersenjatakan berbagai macam senjata dan menggunakan berbagai zirah hingga bisa kuasumsikan tak ada kubu dipertempuran ini. Apalagi melihat mereka nampak seperti gila karena ingin memperebutkan sesuatu.
Aku agak linglung berada ditengah pertempuran itu, walau begitu, panah yang melesat dan hampir tertembak padaku dan seseorang yang berusaha menebasku menjadi alasanku ikut bertempur disitu. Aku menghindari ayunan kapak orang itu, sebelum meninjunya dua kali dengan lapisan Ard yang membuatnya sempoyongan dan melepaskan kapak nya. Tanpa ampun aku menebas pundaknya dan seketika ia tumbang.
Belum sempat aku bergerak, mata tombak terayun dari sisi kanan hampir menghujam pinggang ku. Aku bergeerak mundur lalu menarik tombak itu untuk mendekatkan orang yang berusaha menyerangku untuk menebas wajahnya setelahnya.
Lalu tanpa jeda, sebilah panah kembali tertembak kearahku, namun aku berhasil menghancurkannya dengan Ard milikku sebelum melempar tombak yang terkapar di tanah tepat pada perut sang pemanah.
Aku berusaha mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, namun semua orang masih terus berusaha saling membunuh tanpa pandang bulu. Kucoba perhatikan suasana yang ada disekitar kami, dan selain dataran padang gurun yang luas, ada 2 matahari pada langit timur dan barat yang bergerak cukup cepat menuju utara.
Tak mengetahui maksud semua ini, aku berusaha untuk tidak menyerang siapapun sebelum orang lain berusaha menyerangku.
Sialnya ketika aku memikirkan itu, 2 orang dari sisi kanan dan kiri ku berusaha saling menebas. Sedikit kesal, aku menunduk lalu memutus kaki orang disebelah kiri sebelum menebas perut orang satunya.
Darah mengucur dimana-mana dan tak ada satupun yang berhenti. Ini hanyalah murni kegilaan, tak ada maksud atau tujuan dibalik semua ini.
Aku terus bertarung dan bertarung hingga tersisa 10 orang yang masih berdiri diatas dataran penuh jasad manusia, elf, dan semua ras lainnya.
Aku melihat seorang dwarf yang walaupun nampak berlumuran darah ia terlihat sedikit waras dibanding yang lainnya.
“Hai, kau yang disana, apakah maksud semua ini?” Tanyaku.
Namun bukannya menjawab ia malah mengacungkan pedang besarnya dan berlari kearahku. Aku mengambil aba-aba sebelum ia menyerangku, namun tanpa kusadari aku sudah berada ditanah dan melihat tubuhku berdiri tegak, tanpa kepala.
“Aaaahhhhh!!!”
Eve dan Lydia yang kulihat sedang mengobrol disisi ruangan ikut terkejut dan langsung menghampiriku. “Adam!” Ucap Lydia “Kau sudah baik-baik saja?” Lanjut Eve.
“Aku baik-baik saja.” Ucapku.
“Lain kali jangan pernah memerintahkanku untuk meninggalkanmu sendirian, kau terlalu ceroboh.” Ucap Lydia yang sangat khawatir padaku.
“Maaf, itu tak akan terjadi lagi Lydia.” Jawabku pelan karena nyeri yang masih kurasakan didadaku.
Aku melihat dadaku yang sudah dijahit akibat pertempuran kemarin. “Siapa yang menyembuhkanku dan sudah berapa hari sejak aku tak sadarkan diri? Siapa juga yang menggantikan posisiku” Pertanyaan bertubi-tubi langsung kulontarkan mengingat kami yang masih berada ditengah Game of Law.
“Tenang Adam, Bibi Madelline dan beberapa penduduk yang memiliki sihir penyembuhan yang mengobatimu.”
“Bagaimana bisa? Bukankah..”
“Dada mu tertusuk cukup parah?” Sahut seseorang sambil membuka pintu, Bibi Madelline ternyata mengawasi kami sedari tadi dari depan ruangan.
“Bibi Madelline! Bagaimana bisa? Apa mungkin kau bisa melakukan sihir tingkat tinggi? Tetapi kurasa sihir itngkat tinggi pun akan sangat sulit untuk menyembuhkan itu.” Ucapku menghujaninya dengan pertanyaan.
“Tenang Adam, aku akan menjelaskannya.” Jawabnya pelan. “Sebenarnya, senjata itu tidak menusuk hingga melukai jantungmu. Senjata itu hanya menggores sedikit jantungmu dan tak ada luka yang terlalu fatal kecuali pendarahan yang harus cepat kami tangani.” Jelasnya sambil menunjuk pada bilah besi berkilauan itu yang terletak pada meja disisi ruangan. “Walau begitu, aku tidak yakin bagaimana bisa arah tusukan itu bergeser, walau yang utama adalah kau bisa selamat dari kejadian itu.” Lanjutnya diiktui senyuman.
“Terima kasih Bibi, aku sangat bersyukur kau menolongku.”
“Tentu saja, pengobatan yang berlangsung selama 12 jam itu merupakan yang terlama dalam hidupku.” Curhat nya diikuti tawa kami, setelahnya ia pun meninggalkan kami lebih dahulu karena ada beberapa orang yang masih harus ia obati.
“Kurasa aku sudah bisa berdiri.” Ucapku yang secara tiba-tiba beranjak dari kasur dan berdiri. Kekurangan darah karena luka itu masih membuatku sedikit pusing dan Lydia menangkap tubuh ku dari sisi kiri dan Eve menangkapku dari sisi kanan.
“Adam!” Teriak mereka berdua marah.
“Maaf, tetapi aku tak bisa berdiam terlalu lama.” Ucapku lalu meninggalkan rangkulan kedua wanita cantik itu. Kami bertiga bergerak keluar, namun sebelumnya aku membawa senjata perak yang sebelumnya hampir membunuhku itu. Senjata yang sangat luar biasa dan kurasa bukan tangan manusia yang menciptakannya. Kami meninggalkan ruangan itu dan berjalan perlahan. Beberapa prajurit dan penduduk yang berpapasan menanyakan keadaanku, dan aku menjelaskan sedikit hal pada mereka dan meyakinkan mereka bahwak aku baik-baik saja. Setidaknya untuk saat ini.
“Jadi siapa yang mengambil alih posisiku?” Tanyaku.
“Paman Mike yang sekarang memimpin dengan dibantu Alvy.” Jawab Lydia.
“Untunglah, bagaimana kabar pertempuran sejauh ini?” Tanyaku.
“Mungkin akan jauh lebih baik jika kautanyakan padanya.” Ujar Eve sambil menunjuk pada tenda komando yang terbuka, didalamnya ada paman Mike, Alvy, beserta Patrick dan Longtail.