Blades of Belthor

Adam Zidane Arafi
Chapter #25

25. Dataran Merah

Kami berderap cepat menuju bagian depan prajurit yang langsung bersiaga membentuk barisan untuk menyambut kedatangan kami.

“Serang!” teriakku ketika sekelompok divisi kami sampai pada barisan terdepan pasukan mereka. Sayatan pedangku berhasil menumbangkan 2 musuh yang terdorong berdekatan. Kudaku juga menjatuhkan satu orang, sebelum terinjak-injak sepenuhnya oleh kuda pasukanku. Tak memakan waktu lama, aku langsung menarik mundur prajurit kavalri dan menjauh dengan cepat sebelum hujan panah selanjutnya terjadi.

Kami menjauh dan seakan menyudahkan serangan malam hari itu.

Saat melewati tengah malam, kami memberitakan penyerangan, walaupun kami tidak melakukan itu. Dilanjutkan dengan keesokan harinya aku membawa lagi pasukan divisi 1 untuk sekedar mengacak formasi prajurit yang mereka siapkan, namun kali ini, mereka mempersiapkan beberapa archer dan heavy cavalry yang cukup untuk membuat kami menjaga jarak dan memancing agar mereka mendekati kami. Sedikitnya jumlah divisi 1 yang kupimpin, membuat pergerakan kami lebih leluasa dalam menghindari mata panah yang mulai memburu kami.

Pada akhirnya kami berhasil memasuki jalanan hutan dan tak ada tanda mereka mengikuti kami.

Lydia yang merupakan wakil divisiku menghampiri dan melaporkan ketiadaan korban.

“Syukurlah, walau begitu, kita harus tetap memantau agar tidak salah langkah,” ucapku.

“Tentu saja Adam, ini merupakan kunci pertempuran kali ini, kami akan tegas mengatur prajurit untuk hal ini,” tegas Lydia meyakinkanku.

Kami terus melakukan pengacauan pada barisan terdepan mereka dan pengamanan sisi kota dengan terus melakukan manuver serang dan kabur berkali-kali. Bahkan ketika kami beristirahat, kami memanfaatkan kemampuan para Hybrida untuk menggiring pergerakan hewan liar kesekitaran wilayah Canaria.

Derap langkah hewan terpaksa membuat Canaria terus melaksanakan pengawasan ketat tanpa henti selagi kami bisa beristirahat dan hanya menugaskan sedikit prajurit.

Tanpa kusadari, sudah 6 hari berlalu sejak melakukan strategi itu. Sejujurnya aku sedikit kagum komandan mereka bisa sabar selama ini menanggapi gangguan itu, sampai hari ini tiba. Malam hari itu salah satu pemantau kami melihat pergerakan masif pada sisi dinding kota, dimana banyak infantri yang menghilang dan hanya terdapat sedikit penjagaan.

“Besok mereka akan bergerak, segera laksanakan rencana selanjutnya. Esok pagi sebelum fajar, semuanya harus siap!” Jelasku. “Baiklah, akan kami laksanakan!” ucap Lydia dan seorang prajurit lain yang membantunya.

Malam itu aku sendiri yang menemani seorang pemantau untuk memastikan secara langsung kondisi mereka dari kejauhan.

“Bagus, berita yang kau sampaikan benar, Belthor berhutang padamu!” ucapku memujinya.

“Tenang Adam, selama ini bisa membalas kematian saudaraku pada hari penyerangan itu, aku rela melakukan apapun!” jawabnya.

“Aku turut berduka cita, dan aku harap aku bisa membantu membalaskan dendammu!”

“Ya Adam terima kasih. Sejujurnya aku pun sudah pasrah dengan kepergian saudaraku, apalagi ketika aku mendengar ayahmu terbunuh., aku tak bisa mengharapkan apapun lagi. Bahkan kuyakini aku mungkin yang akan menjadi korban selanjutnya haha,” ia tertawa sedikit. “Terutama sebelum semua kekacauan ini, aku hanya bermalas-malasan dan menghabiskan waktu bermancing tanpa berlatih.”

Ia menengok dan memegang pundakku. “Namun, semua itu berubah ketika hari itu kau datang dan memberikan harapan bagi kami.”

“Sebelumnya kami bagaikan mayat hidup yang terlalu terbenam dalam kesedihan. Hanya mencoba untuk hidup pada hari itu.”

“Jujur saja, pada hari itu kau memberikan alasan, memberikan kekuatan, dan menghilangkan keraguan,” tegasnya. “Aiden mungkin pergi, tetapi jiwanya selalu ada bersama kami dan memimpin kami melaluimu Adam! Semoga apapun itu yang kau rencanakan bisa berjalan dengan baik!” ucapnya sambil menyeringai penuh keyakinan.

Tanpa sadar air mata mengalir dan aku menatap dalam mata penduduk yang menjadi prajurit itu. “Aku pastikan keyakinanmu dan semua penduduk belthor akan tersampaikan!”

Perbincangan selanjutnya menjadi sedikit lebih ringan seraya kami menikmati minuman untuk memakan waktu dimalam itu. Pembicaraan malam itu terputus ketika pagi mendekat dan Lydia datang untuk memberitakan kesiapan prajurit.

Namanya Finn, jujur saja aku mengenalnya sebelum semua ini sebagai anak paman Fran, seorang pedagang di desa, karena aku tidak pernah berbincang langsung dengannya, dan hanya melihatnya sesekali ketika ia ingin pergi memancing.

“Kurasa kau memiliki sahabat baru!” ujar Lydia.

“Ya, tak kusangka kami memiliki banyak hal yang bisa dibicarakan,” jawab ku.

Setibanya aku ditengah divisiku, aku melakukan pengecekan sekejap sebelum seorang pemantau berlari kehadapanku.

“Mereka datang!” aku menatap Lydia dan mengangguk.

Kami berderap secara bersamaan keluar dari hutan menuju arah Canaria sesaat pemberitaan penyerangan tiba di perbatasan wilayah kami. Ditengah perjalanan kami bertemu dengan divisi 2, Falcon, yang juga beranggotakan kavaleri ringan.

“Adam!” teriak Paman Lex selagi menunggangi kuda mendekatiku. “Akhirnya rencana ini tiba juga! Aku pastikan mereka merasakan penderitaan yang sama!” lanjutnya beringas.

“Tahan dirimu paman! Kalau kau mengamuk, kami akan meninggalkanmu!” jawabku disambutnya dengan tawa.

Lihat selengkapnya