Blades of Belthor

Adam Zidane Arafi
Chapter #6

6. Cahaya Bulan

"Maafkan aku, aku belum bisa mendapatkan banyak pengunjung akhir-akhir ini." Ucap seorang tua yang kurus dengan tunik yang terkesan menggantung di badannya. Ia adalah orang yang terlempar dari ruangan tadi. 2 orang ksatria perang dengan perlengkapan lengkap keluar dari ruangan.

"Ternyata kau begitu keras kepala, hingga kami ditugaskan hanya untuk memungut pajak." Ucap seorang ksatria perang yang geram dan mulai menghunus pedangnya.

"Paman Luke!" teriak Lydia yang langsung berlari dan membantu seorang kurus yang ternyata adalah Paman Luke, orang yang kita cari, pemilik penginapan ini. Aku dan Alvy segera berdiri kedepan Lydia dan Paman Luke, sambil menghunuskan senjata kami. Senjata baruku sangat berat, aku belum terbiasa dengan pedang segila ini. Orang-orang mulai berkerumun membentuk lingkaran kasar disekitaran kami.

"Apa yang kalian lakukan?" Tanyaku lantang pada kedua ksatria perang itu.

"Hei hei, anak kecil, ini urusan orang dewasa, kalian menyingkir, atau kalian akan menanggung akibatnya." Ujar seorang ksatria perang yang belum menghunus pedang.

"Apa yang kalian lakukan? Bukankah kalian seharusnya melindungi rakyat seperti kami." Ujarku lantang, menentang perbuatan mereka, apalagi setelah apa yang rekan mereka lakukan kepadaku kemarin, walau mereka sudah tewas sekalipun.

"Hei, bocah, kau tidak tau orangtua itu sudah berhutang sebanyak 3 keping emas, karena ia sudah menunggak pajak, 4 bulan lamanya." Teriaknya salah seorang prajurit.

"2 keping emas." Teriak paman Luke yang walau sedang diobati Lydia dengan sihir penyembuhan dasar, namun tetap lantang menyuarakan kebenaran hak dirinya.

"1 keping sebagai ganti biaya kami berjalan kesini berkali-kali." Bentak nya menyanggah paman Luke.

"Baiklah, baiklah, mari kita permudah urusan." Ucapku yang kemudian merogoh kantung kepingan koin emasku. "Ambil ini dan cepat kembali." Sahutku sambil melempar 3 keping koin emas kearah 2 ksatria perang itu.

"Hei ternyata bocah itu lebih berguna dari kelihatannya ya!" Ucap salah seorang ksatria perang yang kegirangan menerima kepingan koin emas itu.

"Baiklah paman tua, kapan-kapan kita bertemu lagi." Ucap Ksatria perang yang lain seraya dengan bubarnya kerumunan yang melingkari kami.

Aku menengok kearah paman Luke yang melihatku dengan tatapan bak melihat harapan. "Terima kasih banyak nak, aku tidak tau bagaimana membalas kebaikanmu" ujar paman Luke.

"Tak apa-apa paman, lagipula, apakah paman baik-baik saja?" Tanyaku yang lebih megkhawatirkan kondisi paman Luke dibanding memikirkan koin emasku yang akan mengisi perut para ksatria perang itu.

Aku dan Lydia merangkul paman Luke berjalan masuk kedalam gedung penginapan yang sudah tak berpintu itu.

"Maafkan aku bersikap dingin kepada kalian." Cetus Lydia sesaat ku merangkul paman Luke.

"Hah?" Tanyaku bingung "Aku tidak mudah memercayai orang lain." Ucap Lydia lagi.

"Tidak apa-apa, aku memahamimu, apalagi dengan kondisi kota yang korup ini." Sahutku.

Alvy membopong barang bawaanku sekaligus, dan menuntun kami kedalam gedung yang kemudian seorang anak muda menghampiri, hidungnya mengeluarkan darah dan mukanya babak belur. Ia lebih muda daripada aku dan Alvy.

"Maafkan aku paman Luke, lain kali aku akan menghajar ksatria itu! Aduhh" Ujarnya dengan semangat sebelum rintihan kesakitan membuat nya lucu.

"Hei apa yang kau lakukan! Cepat siapkan kamar terbaik untuk 2 tamu spesial kita! Jangan lupa hidangkan masakan terenakmu!" Ujar paman Luke dengan nada memarahi yang tdiak serius.

"Siap paman." Ujar anak kecil yang sangat bersemangat itu dan langsung beranjak meninggalkan kami.

Ruang depan penginapan yang tidak terlalu mewah namun sangat nyaman, dengan meja kayu tempat pelayanan didepan dan ruang kafetaria yang juga tempat bersantai pada sisi kiri bangunan.

"Maaf, siapa namamu sebelumnya nak?" Tanya paman Luke yang baru menyadari itu.

"Oh iya Paman, maaf kami lupa memperkenalkan diri, aku Adam, anak Aiden, kepala desa Belthor, dan ini kawanku, Alvy, anak Alvero.

"Hah benarkah itu!?" Tanya paman Luke nampak terkejut yang kurasa karena ia mengenal kedua ayah kami. "Harus berapa banyak aku berhutang kepada keluargamu nak Adam, sungguh ini membangkitkan kenangan, karena dulu ayahmu membantuku juga ketika para prajurit mengusikku hahaha" Tawanya pecah "Kalian sungguh sangat baik kepadaku, jangan sungkan meminta bantuanku!" Ujarnya dengan senyum sangat tulus menyeringai. "Dan kau, Alvy, anak Alvero bukan, ia baru saja mengunjungiku kemarin, namun ia tak sempat bermalam, hanya mengobrol sesaat kemudian lekas pergi meninggalkan kami, sepertinya ia sangat sibuk."

Kami sedikit terkejut, aku bertukar pandang dengan Alvy sesaat.

"Sebentar, paman, apakah mungkin kau mengetahui kemana ayahku pergi?" Tanya Alvero tepat sebelum aku ingin menanyakan hal itu.

"Hmm aku tidak yakin, yang jelas, ia terlihat sangat waspada, dan ia menanyakan padaku terkait penginapan terdekat dengan pusat kota, padahal aku akan menggratiskannya bila ia ingin menginap disini" Jelas paman Luke yang sangat membantu kami.

Aku menyudahi pembicaraan dan meminta izin pada paman Luke untuk duduk beristirahat sejenak pada kafetaria kecil di sisi kiri bangunan ruangan itu.

"Alvy, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanyaku yang datang kesini tanpa persiapan sama sekali, namun merasa perlu mengambil tindakan seketika mengetahui informasi tadi.

Lihat selengkapnya