Blades of Belthor

Adam Zidane Arafi
Chapter #11

11. Darah Terakhir

Pedang raksasa menebas Sir Quevera hingga ia terpental cukup jauh dari tempatnya berpijak.

“Maafkan aku Elisa, maafkan aku adam, aku tidak bisa membantu kalian lebih awal.”

Sir Quevera bangkit, dan telah kehilangan separuh bagian kiri tubuhnya. “Dark Extraction!” Ucap Sir Quevera dan sebagian tubuhnya yang hancur digantikan energi kegelapan untuk menopang tubuhnya.

“Akhirnya! Sang pahlawan telah tiba!” Ucap Sir Quevera menanggapi kehadiran ayahku. Kali ini ayahku menunjukkan sosok yang terkesan biasa saja dibanding Sir Quevera dan Kak Elisa. Hanya sebilah pedang raksasa seukuran tubuhnya yang mencuri pandangan, selainnya, Ia hanya mengenakan sepasang baju putih tanpa lengan dan celana berwarna sama, bahkan ia pun tak mengenakan alas kaki.

“Kenakan Zirah terbaikmu bodoh! Mana Zirah naga yang kau gunakan semasa menjadi golden fingers, Guardian of Earthland! ” Teriak Sir Quevera kesal.

Gelar yang disebut itu, adalah gelar tertinggi yang bisa dianugrahkan Raja Earthland, siapapun yang menyandang gelar itu akan dikenal anak-anak sebagai pahlawan, dan diagungkan rakyat sebagai utusan sang dewa Noir. Itukah gelar ayah?

Sir Quevera menyadari aku yang terkejut mendengar gelar ayah langsung mengalihkan perhatian kearahku. “Kurasa terlalu banyak yang kau rahasiakan dari anakmu, bukan begitu Aiden di Zacrano?”

Aku tak tau banyak hal mengenai ayah, bukan hanya ayah, aku bahkan masih belum mengetahui banyak hal terkait keluargaku.

“DIAM!” Teriak Ayah melesat kemudian menebas Sir Quevera, ia berusaha menghindar namun ayah melebihi kecepatannya sehingga salah satu kakinya putus.

“Argh kau itu sangat keras kepala!” Sir Quevera nampak geram ketika sedang mengisi kakinya yang putus dengan energi hitam seperti tangannya. “Kau tak pernah berubah kepala batu!” Lanjut Sir Quevera kemudian merapalkan mantra yang menghasilkan bayangan yang menjalar ditanah dengan cepat kearah ayah, tapi hanya dengan satu tebasan pedang besarnya semua energi sihir itu terhenti.

 “Bagaimana dengan energi sihir ini, apakah kau bisa memutusnya?” tantang Sir Quevera sambil menjatuhkan ratusan bola energi tepat diatas ayahku. Ledakan nya sangat parah, hanya siluet ayah yang terlihat dibalik secercah cahaya yang menerangi kami ditengah gelapnya suasana pertarungan waktu itu. Kalau bukan ayah yang terkena serangan itu, tubuh nya sudah pasti hancur berantakkan.

Belum puas juga, Sir Quevera mengangkat kapaknya yang sedari tadi terbaring di tanah. Melompat dan menerjang ayah. Tebasan demi tebasan dilancarkan dari segala arah. Sesekali ia melancarkan rapalan sihir, namun tetap saja dengan mudahnhya dipatahkan atau dihindari ayah.

“Hanya itu?” Sombong ayah pelan.

“SIAL! Kali ini kau takkan bisa mengelak, Hell Sacrament! Death Hydra!” selepas rapalan mantra itu, energi besar tertembak dari tangan Sir Quevera membentuk empat kepala naga yang meraung menuju ayah. Kali ini barulah ayah memasang posisi bertahan dengan pudang

Sir Quevera tiba-tiba mendadak cemas. “Tidak! Tidak! Aku sudah melakukan semuanya, bagaimana bisa?”

“Aku akan menegaskan lagi perbedaan kemampuan kita.. dan akibat kau mengganggu desaku.” Ucap Ayah pelan namun menimbulkan rasa ngeri bahkan bagiku. Ayah dengan mudahnya membuat seorang Jenderal kerajaan cemas ketakutan. Ayah meledakkan aura energinya yang membuat Sir Quevera semakin terpojok.

Ayah tak berlari atau melesat, ia hanya berjalan dengan semua amarah yang seakan ia tekan sedalam-dalamnya, namun tetap saja bisa kami semua rasakan.

Satu tebasan melempar Sir Quevera. “Kau merusak desa.” Ayah kembali mendekat kemudian menendang jenderal itu “Kau membunuh Elisa, dan banyak penduduk kami.” Ayah lalu berhenti. “dan kau melukai anakku. Pembelah 3 dunia, God Blade.” Hujaman pedang raksasanya ke tanah memunculkan energi besar yang membelah apapun, namun sesaat sebelum mengenai Sir Quevera, gerombolan orang datang dan melesat cepat menyelamatkan The Darkest light, dan sebagian lainnya mengunci pergerakan ayah dan menempalkan ujung senjata masing-masing pada banyak penduduk desa, termasuk salah satu dari mereka menempelkan mata tombak didadaku.

“Adam! Lepaskan anakku!” Teriak Ayah yang ditahan oleh 3 orang sekaligus.

“Sial, apa yang kalian lakukan disini?” Tanya Sir Quevera pada seseorang yang tengah membopongnya. “Kau memang tidak tau terima kasih!” Jawab perempuan bertopeng itu. Walau ia mengenakan topeng yang cukup unik berupa kulit kering yang mengelilingi kepala dengan sepasang kaca pada bagian mata dan semacam kulit tipis yang menutupi bagian mulutnya dengan dijahit menyerupai senyum yang menyeramkan, namun sekujur tubuhnya hanya dibalut perban, tak terkecuali kaki dan tangannya, sehingga aku bisa langsung mengetahui ia perempuan.

“Kau tau, betapa bodohnya seorang jenderal sepertimu yang bahkan menjatuhkan satu desa saja memakan lebih dari satu jam, apalagi kau sudah menggunakan requiem dan tetap saja kalah.” “Jaga mulut..” Sebelum Sir Quevera melanjutkan perkataannya, ia terjatuh pingsan. “Ini jauh lebih baik!” Ucap perempuan misterius yang nampaknya menusukkan semacam racun melalui duri untuk menidurkan Sir Quevera.

Perempuan itu memasukkan duri yang ia gunakan pada salah tempat penyimpanan di ikat pinggangnya. Hanya ikat pinggang itu dan topengnya yang mewarnai sekujur tubuh putih balutan perban itu. Seorang bawahannya mendekatinya, untuk membopong Sir Quevera.

“Baiklah! Sudah cukup basa-basi nya!” Ujarnya dengan suara ceria. “Kali ini aku yang mengambil alih, dan waw! Ternyata kau yang membabak belurkan Jenderal bodoh itu.. Aiden ku sayang!”

“Hentikan omong kosongmu, Aclia, cepat jelaskan tujuanmu!” Bentak Ayah penuh emosi.

Perempuan bernama Aclia itu mendekat dan menggoda ayah. “Kau memang tidak sabar seperti biasanya!” Ayah termakan emosi dan mengayunkan kepalanya pada Aclia. “Ahhh!” Alih-alih kesakitan ia malah mengeluarkan suara yang..menjijikan. “Aku suka sifat kasarmu itu!” Ucapnya sambil meraba-raba tubuhnya sendiri. Wanita ini gila.

“Dann..itukah anakmu?” Tanyanya kemudian bergerak mendekatiku. “Waw, kau mewariskan wajahnya.. mm.” Ia menempelkan tubuhnya pada tubuhku, dan tangannya mulai menyusuri tubuhku yang terkapar tak berdaya ditanah. “Aku akan memilikimu secepatnya.” Aku menghindari pandang dari wanita cabul ini. Aku melihat Eve dan Lydia agak jauh dari kami namun memunculkan ekspresi geram, kalau saja mereka tidak diacungkan senjata, mereka pasti akan melesat kesini.

Lihat selengkapnya