BLANK SPACE

achmad andy rifai
Chapter #2

Bab 2 - Tanggung Jawab

Aku masih kepikiran dengan situasi yang jarang terjadi di meja makan malam tadi. Aku berpikir akan bertanya ke Qiana besok. Ia sepertinya tahu apa yang sedang dibicarakan Ayah dan Ibu selepas makan. Ini karena ia masih di ruang makan, dan soal mendengarkan, adik perempuan ku ini jagonya. Sifatnya yang penurut dan pendengar menjadi anak yang paling disayang dan paling tenang di antara aku dan Kak Faisal.

 Qiana dan aku terpaut 2 tahun dalam hal usia. Jarak usia yang tidak jauh membuat kami begitu dekat, bahkan terkadang kami pun berselisih untuk hal-hal kecil. Hal yang masih belum kami sepakati atau perselisihkan adalah tentang sarapan dan mandi. Bagi Qiana, mandi dahulu adalah yang utama sebelum sarapan (Clean Before Eat). Ia berpendapat suasana makan akan lebih nyaman baik sendiri maupun anggota keluarga lain jika semua sudah mandi. Sementara, aku lebih cenderung untuk sarapan dulu karena ini akan memberikan energi dan kehangatan pada tubuh sebelum memulai kegiatan lain. Di lain sisi, aku juga mempertimbangkan waktu, jika semua anggota keluarga mandi dahulu dengan kamar mandi terbatas, yaitu 2 kamar mandi, maka ini sama saja dengan membuang waktu.

 Keesokan siang…

 “Qiana, ibu sudah pulang?“ tanyaku sambil melepas tas sekolah dan mendekat ke arahnya yang sedang nonton televisi.

 “Belum Kak. Masih di toko. Loh bukannya Kak Juna nanti mau ke toko?“ tanyanya.

 “Iya, nanti gue ganti baju dulu“ terangku.

 “Gue mau tanya sesuatu donk. Selepas makan tadi malam, ayah dan ibu bicara apa sih suaranya pelan-pelan gitu. Ibu ga yakin ya gue mau jadi dokter?“ aku pun mengulik Qiana yang serius menonton serial drama korea.

 “Kalau menurut aku sih kak, ini ada kaitannya dengan kondisi toko. Soalnya pas aku mampir weekend ke sana, ayah bilang ke ibu persaingan makin berat“ jelasnya.

 “Oh I see…“ imbuhku sambil sedikit mengangguk.

 Aku pun sampai di Pasar Kramat Jati diantar oleh ojek online. Butuh perjuangan melalui daerah ini. Bagaimana tidak, jalan raya macet karena disesaki oleh pedagang-pedagang yang mengambil alih ruas jalan. Aku langsung menuju ke Toko Obat “Ayah Arjuna“. Papan nama ini masih terpasang tegak di depan toko. Begitulah orang tuaku menamai toko obatnya dengan namaku. Singkat cerita, waktu itu ayah dan ibu tidak mudah untuk mendapatkan adik bagi Kak Faisal karena adanya gangguan kesehatan pada ibu. Lalu lahirlah aku, anak lelaki berkulit putih, bersih yang menjadi harapan dan sinar terang bagi orangtuaku. Oleh sebab itu, mereka menamaiku Arjuna. Itulah juga mengapa jarak usiaku dan Kak Faisal cukup jauh, 5 tahun.  

 “Assalamu’alaikum Yah..Bu“ sapaku diikuti dengan mencium tangan mereka.

 “Wa’alaikumsalam“ jawab Ayah dan Ibu bersahutan.

 “Sudah makan, Nak?“ tanya Ibu sambil mengusap rambut lurusku.

 “Sudah bu tadi di rumah“…“Ohiya yah...bu…apa yang bisa Juna bantu di sini?“ tanyaku bersemangat.

Lihat selengkapnya