Blind And Bad Rivalry

Madina_hld
Chapter #2

Alkuna

"Tidak masalah seberapa banyak kebohongan yang kamu buat, tetapi yang penting adalah bagaimana kamu membuat kebohongan itu menjadi kenyataan."

- Adolf Hitler -

×××××××××××

Malam itu disebuah kawasan gedung sekolah terbengkalai dan hujan turun sangat deras, Dea dikejar oleh beberapa orang. Dea berlari sangat cepat berusaha menyelamatkan dirinya. Namun langkahnya terhenti saat ia merasa sedang berlari sendirian.

"Caesar? Caesar? Kau dimana? Caesar? Tidak bisa begini. Aku harus-,"

Dea memilih kembali berlari saat merasa beberapa orang tersebut telah dekat darinya. Namun ia masih memikirkan Caesar.

"Aku harus mencarinya."

Langkah Dea terhenti saat mendengar teriakan keras dari Caesar.

"Dea, pulanglah! Cepat! Cepat pergi dari sini!"

"Caesar! Caesar!"

Dea terbangun dari tidurnya. Seketika ia bangkit dan membasuh wajahnya. Menatap ke dalam cermin, dengan wajahnya yang terlihat pucat.

"Aku harus kerumah Caesar."

Dea kini berdiri didepan rumah Caesar setelah mendapat kabar jika kasus kematian Caesar telah ditutup sebagai kasus bunuh diri. Ia berjalan masuk dan menemui ayah dan ibu Caesar.

"Dea? Dea?"

"Bibi!"

Ibu Caesar menatap foto dan kesekeliling kamar Caesar. Ia terlihat tak bisa menahan air matanya.

"Bibi, cobalah melapor kembali dan tunjukkan vidio itu."

"Aku sudah mengatakannya. Tetapi polisi tak percaya tanpa bukti itu. Bahkan uang dan posisi ayah Caesar tak berguna sama sekali. Padahal selama ini, kami bisa melakukan banyak hal dengan uang dan kekuasaan. Namun untuk Caesar, kenapa tak bisa?"

"Apa malam itu, Caesar menghubungi bibi?"

"Ya, kami saling berbicara."

Ibu Caesar menceritakan kejadian malam sebelum mayat Caesar ditemukan.

"Malam itu, Caesar bilang akan pulang terlambat karena ada les tambahan. Aku mendengar suara hujan yang deras, sehingga aku yakin jika ia sedang dalam perjalanan menuju ke tempat lesnya. Harusnya, malam itu aku meminta sopir untuk menjemputnya. Namun aku terkejut saat ia berteriak keras dan panggilan seketika berakhir."

Ibu Caesar tampak cemas dan terus menghubungi Caesar kembali. Namun Caesar tak mengangkat telponnya.

"Jangan buat mama cemas, Caesar!"

Tak berselang lama, ibu Caesar mendapat kiriman vidio. Ia sangat terkejut saat melihat putranya disiksa dan dipukuli oleh beberapa orang.

"Caesar! Caesar! Tidak! Putraku! Tidakkkkk!"

"Ma!! Maa... Tolong Caesar ma!! Ma, tolong ma!!!"

××××××××

Ibu Caesar menangis ketika mengingat hal itu. Sementara Dea, tak tau harus berkata apa.

"Entah bagaimana? Riwayat panggilan kami dan vidio itu hilang. Seolah semua telah direncanakan. Aku tak punya bukti apapun, bahkan polisi juga tak menemukan bukti apapun."

Dea tak berani mengatakan masalah malam itu pada ibu Caesar. Alhasil, ia memilih memendamnya sendiri.

××××××××××××

Rael menuju ke tempat ditemukan mayat Caesar. Menatap ke sekeliling tempat tersebut dengan serius.

"Bunga itu, Actaea pachypoda. Lebih dikenal dengan Doll's Eye. Hmm, malam itu aku juga melihat bunga yang sama didalam tas Aurora. Apa sebaiknya aku ke rumah Aurora? Aku harus kesana."

Tak berselang lama, Dea ternyata juga datang ke tempat itu. Keduanya pun tak sengaja bertemu. Walau begitu, Rael terlihat tak peduli.

"Apa yang kau lakukan disini?" ucap Dea

"Aku juga akan mengatakan hal yang sama."

"Psikopat, ini ulah psikopat."ucap Dea

"Ini kasus bunuh diri. Aku hanya penasaran, kenapa Caesar mengakhiri hidupnya setelah mendapatkan peringkat satu umum?" ucap Rael

"Bukankah ini mirip dengan yang terjadi pada Aurora?"

"Tidak."

"Katakan jika kau tau sesuatu?"

"Ada apa denganmu? Kau terlihat pucat. Kau tak sehat? Atau kau tau sesuatu?" ucap Rael

"Aku hanya merasa takut. Caesar adalah temanku."

"Tapi kau bukan teman Aurora. Kau dan Caesar adalah salah satu dari sekian orang yang membuli Aurora. Apa sekarang kau mau mengakui hal itu?" ucap Rael

"Aku-, itu!"

"Pulanglah! Lagi pula, jika kau mati terbakar. Bukankah Aurora lebih tenang. Setidaknya, jika penyebab ia bunuh diri ikut mati. Kalian bisa reunian lalu berbincang dan saling maaf-maafan di alam sana." ucap Rael

"Kenapa kau bercanda dalam situasi ini?"

"Berfikirlah Dea. Aku masih yakin, seseorang itu tak tau mengenai orang-orang yang terlibat dalam pembullian Aurora. Akan tetapi, seseorang itu tau jika Aurora dibenci karena posisinya sebagai peringkat satu umum." ucap Rael

"Jadi maksud mu, kemungkinan ayah Aurora adalah orangnya?"

"Entahlah. Dia ayah yang baik. Aku rasa tidak tapi mungkin!"

Lihat selengkapnya