Sejak saat itu sudah hampir seminggu baik Aurora dan Detri saling menghindar satu sama lain. Entah siapa yang memulai namun keduanya malah saling melakukan hal yang sama. Detri sudah tak pernah berkunjung ke perpustakaan meski Aurora ada di sana. Aurora juga tak pernah mau melihat lagi ke lapangan di saat olahraga kelas XI IPS2.
Pernah suatu waktu mereka saling berpapasan di tangga kelas tetapi Detri dan Aurora hanya saling diam kemudian mengambil jalan lain. Tidak hanya itu Detri dan Aurora bahkan pernah berjalan menuju ruang staff secara bersamaan namun Detri memilih berbalik arah.
Hingga sampai hari sabtu sekarang. Detri dan Aurora terlihat menjaga jarak. Hal itu pun di tangkap oleh Harun, Rayi dan Kafka. Tidak hanya mereka, Mila dan Tsani juga menangkap gelagat aneh dari Aurora. Tanpa kehadiran Aurora dan Detri mereka mengadakan rapat dadakan di bangku panjang koridor kelas XI IPS3. Mereka sengaja memilih tempat ini karena tak ada yang bisa memergoki mereka. Terutama tepat jam 2 siang Detri tengah ikut ekstrakurikuler bola sedangkan Aurora mengikuti Klub Karya Ilmiah.
“Berantem?” tebakan Harun membuat Mila tertawa kecil.
“Udah jelas itu!” timpal Tsani kesal.
“Mungkin mereka salah paham. Memang kalian nggak ngeh selama ini Detri nggak pernah cuek. Detri selalu-“
“Detri sama Ara putus?” Rayi membuat semuanya melongo.
“Mana mungkin! Ara itu udah kayak oksigen buat Detri!” ujar Harun tak terima “Lebay banget!” Mila geli mendengar ucapan Harun “Sama kayak lo buat gue.” Mila hanya mendegus geli sementara yang lainnya kesal dengan modus yang di lakukan Harun setiap saat.
“Gue nggak masalah sih, tapi belakangan ini Ara kayak sedih gitu, tiap ditanya jawabannya singkat banget udah kayak buku saku. Jawabannya pendek banget. Nggak tega gue.” tutur Tsani yang membuat Kafka berdeham.
“Detri lebih sering main game.” Kafka berargumen membuat Tsani tersenyum mendengar suara Kafka yang tenang.
“Iya! Intinya kita semua harus buat mereka berdamai lagi. Pacaran atau nggak pacaran. Memangnya kalian tega lihat Detri makin bejat dan Aurora makin sakit. Mereka itu saling ketergantungan. Nggak bisa di pisahkan!” Rayi membuat semuanya melongo mendegar ucapan Rayi yang tampak bersungguh-sungguh.
“Gimana kalian setuju?” sambung Rayi ambisius.
“Saya sih yes!” jawaban Harun.
“Why not?” timpal Mila yang tak keberatan.
“Ok! Kita bantu Detri dan Aurora!” ucap Tsani semangat.
“Ya.” Kafka membuat semuanya bersorak dan mulai melancarkan misi mereka dengan mengawasi masing-masing pelaku dan membuat waktu yang tepat untuk membuat Detri dan Aurora saling bicara.
*******
“Tinggal satu kursi yang belum di balikin ke gudang.” kata Arman teman sesama klub Karya Ilmiah yang di sambut anggukan Aurora.
“Biar gue aja.” timpal Aurora membuat Arman tak percaya.
“Jangan! Nanti lo kecapean. Biar gue aja. Lagian kegiatan klub udah selesai. Ini udah hampir jam 3.” ujar Arman namun Aurora bersikeras ingin mengembalikan kursi tersebut ke gudang “Gue tunggu aja yah. Biar barengan!” tawaran Arman membuat Aurora tampak tak berdaya. Aurora juga ingin bisa di anggap mandiri bukan malah terus merepotkan Arman.
“Nggak ada susahnya kok. Biar gue aja yah. Lo bisa duluan.” Arman pun mengangguk dan memang benar Arman juga masih ada urusan sehingga harus buru-buru pergi.
Tak lama kemudian Aurora langsung menarik kursi tersebut ke dalam gudang yang tak jauh dari ruang klub. Namun belum sempat Aurora keluar pintu gudang di kunci dari luar. Aurora menjerit meminta tolong namun tak ada yang mendengar suara Aurora.
“TOLONG!!!! SIAPA YANG KUNCI PINTU GUDANG!!! BUKA!!” Teriak Aurora masih berusaha membuka pintu gudang namun tak ada yang berubah. Nampaknya bukan hanya di kunci melainkan di gembok.
“TOLONGIN GUE!!! SIAPAPUN BUKA PINTUNYA!!”
Aurora menggedor-gedor pintu namun tak terbuka. Aurora kini melihat jendela. Hingga akhirnya Aurora berpikir jendela tersebut bisa di buka. Ternyata gudang memiliki jendela yang sangat rapat. Aurora mulai ketakutan. Ini sudah hampir sore. Aurora bahkan meninggalkan ponselnya di ruang klub dan pastinya banyak anak yang sudah pulang. Tak ada yang bisa menolong.