Enam Bulan sebelumnya
Rencananya aku akan melakukan hal yang sama selama enam bulan ini. Aku akan membuat masalah lagi namun faktanya adalah aku malah terlalu sibuk melihat makhluk kecil di sampingku. Dia gadis yang cukup pintar namun lebih banyak menuliskan sesuatu di ponselnya.
Beberapa hari terakhir aku memergokinya selalu mengaduh kesakitan dan sering terjatuh pingsan. Ada desas-desus yang aneh mengenai dia namun entah kenapa aku tak peduli. Aku ingin mendengar langsung darinya.
Aku sudah menyelesaikan praktek namun mataku kembali menangkap dia yang nampak kepayahan padahal hanya lari dua keliling saja. Hingga akhirnya dia kembali terjatuh. Aku tak mengerti dorongan mana yang membuat ku sudah ada di sampingnya dan meminta izin pada guru olahraga kami.
“Pak! Aurora sakit! Saya harus bawa dia ke UKS!” Pak Robert pun mengangguk setuju.
Kini, aku menggendongnya di punggung ku karena badannya lemas sekali.
“Gue kadang bingung, lo sakit apa sih? Kok cuma lari dua keliling lo langsung pingsan!” Tanya ku penasaran karena memang rasa penasaran membuatku ingin tahu lebih banyak.
Aku tak mendengar jawaban melainkan hanya dia yang terdiam kaku. Benar tebakan ku dia pingsan lagi.
Sudah hampir sore, namun Aurora nampak belum bangun dari tidurnya. Aku kaget karena ternyata mata nya langsung terbuka seketika. Hingga akhirnya aku pura-pura menggeliatkan kedua tanganku.
“Lo udah sadar?”Tanya ku pelan.
“Detri Kross?”Aku tersenyum dalam hati, dia pikir aku siapa? Sampai dia menatapku tak percaya.
“Sekarang katakan apa yang perlu gue tahu. Alasan lo mudah pingsan, alasan lo nggak ikut mapel olahraga, alasan lo yang sering kelihatan lelah.”Ucap ku seraya duduk di samping ranjang kasur UKS. Aku ingin mendengar semuanya.
“Gue penderita CFS. Yah bukan sakit yang bisa di bilang normal melainkan aku memiliki Chronic Fatigue Syndrome (CFS) atau Sindrom kelelahan kronis dimana kondisi pasien seperti ku mudah merasa lelah dan kondisi ku sudah sangat menjelaskan semuanya. Mulai dari sendi dan otot yang ada di bagian tubuhku, terutama leher dan, lengan dan kaki. Reaksinya cepat hingga aku nggak kuat lari. Aku aja masih suka bingung karena CFS harusnya juga menyerang kemampuan otaku tapi entah kenapa sistem saraf otakku masih baik-baik saja.”
Aku masih mencerna ucapannya mengenai syndrom yang di deritanya namun aku masih saja berpikir.
“Mungkin lo pikir, gue kelihatan aneh, gila, atau apapun yang sekarang ada di pemikiran lo. Tapi itu kenyataannya. Gue kena penyakit ini karena Mama pernah stress sebelum melahirkan gue dan akhirnya jadi begini.”
Aku memang belum percaya sepenuhnya dengan ucapannya namun aku tak mengira bahwa dia akan membuktikannya dengan meminjam ponselku untuk menelpon Ibunya. Kini aku tahu, mengapa dia sulit ikut olahraga, mengapa dia hanya bisa diam saat yang lain menikmati berbagai macam olahraga. Kini aku paham dan mengetahui semuanya.
“Aurora Harsyad Putri. Usia 17 tahun dan punya CFS dalam hidupnya. Gimana kalau lo jadi kelemahan gue?”
Aurora mengerutkan kening, tak percaya dengan apa yang barusan aku katakan. Mungkin aku juga terdengar sedikit gila tapi alangkah bagusnya aku punya alasan untuk berlari ke sampingnya.
“Aurora, kamu adalah kelemahan ku mulai sekarang, Jadi pegang tanganku dan aku akan selalu ada bersamamu.”
Seingatku, alasan ini lah yang membuatku akan selalu ada di sisinya. Aurora lah kelemahanku. Ara...
*****
Kadang Detri bingung bagaimana caranya memulai namun saat Detri menjadikan awal bagi tujuannya. Kini Detri hanya bisa menghela nafas karena Aurora mulai menjaga jarak. Rasanya Detri tak punya masalah dan Detri juga tak membuat masalah.
Adegan pertama
Detri menunggu Aurora di sepanjang koridor kelas. Tentunya karena kelas mereka berdekatan.
“Ara!” sapa Detri sembari memamerkan senyumnya.
“Hai Detri.” Detri terkejut karena Detri tahu barusan Aurora bahkan tak menatap matanya secara langsung.
“Ara sakit?” tanya Detri cemas. Ia hendak menyentuh kening Aurora namun gerakan Aurora yang mundur teratur membuat Detri kaget dan terpaku.
“Baik-baik saja. Gue masuk kelas duluan!”
Detri hanya bisa diam, Ia masih melihat Aurora yang pergi begitu saja tanpa menyemangati Detri. Tanpa senyumannya.
Adegan 2
Perpustakaan memang lumayan sepi tapi Detri sengaja datang setelah jam pelajaran olahraga usai.
“Sini! Biar Detri yang tempel selotipnya!” Detri hendak mengambil selotip yang ada di tangan Aurora namun kembali kejadian itu terulang.
Aurora menghindar. Aurora mundur ke belakang dan langsung memberikan Detri selotip baru.
“Pakai yang itu aja.” Tanpa mengucapkan kata lain Aurora kembali sibuk dengan buku-bukunya.
“Ini kan masih baru, pakai yang di tangan Ara aja?” pinta Detri masih berusaha namun tangan Detri yang sekarang malah di tepis Aurora.
“Udah, pakai yang Ara kasih barusan.”
Adegan tiga
“Ara! Makan yuk ke kantin!” Detri menarik lengan Aurora dengan senyuman.