Terkadang apapun yang kita ingin kan mungkin ada di samping kita. Namun apakah situasinya akan baik-baik saja. Jika memang tak akan baik, mungkin diam akan menyelesaikan masalah. Sama seperti yang Aurora lakukan sekarang. Pilihannya adalah menyimpan atau mengatakan yang sejujurnya.
“Data gue betul, terus kenapa gue salah?” tanya Mila yang stress karena hasil perhitungannya tidak kunjung benar.
“Mungkin lo ada yang kelewat, coba gue lihat dulu.” Tsani menarik buku Mila dan sibuk mencari letak kesalahan Mila.
“Padahal semalem udah gue cek, semuanya sesuai kok!” tegas Mila masih menunggu Tsani bicara.
“Ini! Lo kenapa juga simpan data beban gaji di debet, harusnya kan kredit! Ini juga!” Tsani menunjukan beberapa kesalahan Mila hingga akhirnya Mila kelimpungan sendiri.
“Yah, ini juga jadi ikutan salah...” Mila makin mengeluh dan kembali mengoreksi bagian yang lainnya.
Tsani akhirnya menyadari lebih dulu bahwa sedari tadi Aurora hanya diam tampak merenungkan sesuatu. Tsani pun mencubit pelan lengan Mila.
“Kenapa?” tanya Mila masih meringis sakit pada kulitnya.
“Ara kenapa?” Giliran Tsani yang mengedikan bahu pada Aurora.
“Mana gue tahu, coba lo tanya, kasih gue waktu beberapa menit buat nyatet.” Mila kembali sibuk dengan catatannya sedangkan Tsani mulai alih tempat duduk dan memposisikan badannya berada di depan Aurora.
“Ada yang lo pikirkan?” Aurora mengerjapkan kedua matanya. Benar apa yang Tsani tanyakan Aurora pasti memikirkan sesuatu. “Nggak.” ujar Aurora berbohong. Tsani malah menyipitkan mata.
“Bohongnya bisa yang berbobot dikit, ketahuan mulu!” Aurora hanya tersenyum sedih.
“Barra ganggu lo lagi?” Aurora menggeleng mendengar pertanyaan Tsani.
“Siapa? Atau jangan Nara yang ganggu lo?” Aurora menggeleng kedua kalinya.
“Setahu gue, nggak ada yang bisa gangguin lo selama masih ada Detri dkk dan gue sama Mila.” Mila hanya mengangguk merasa namanya di panggil sedangkan Aurora membenarkan apa yang di ucapkan Tsani barusan.
“Jadi, pikiran apa yang dengan lancangnya masuk ke dalam kepala lo?” Tsani tak bisa tinggal diam karena Tsani tak mau ambil resiko jika Aurora kembali jatuh sakit karena terlalu banyak beban.
“Jangan simpan sendirian, katakan apa yang mengganjal...” Aurora membalas ucapan Tsani dengan seulas senyum kemudian mengangguk paham.
“Masih ada waktu kan? Gue mau ke toilet dulu.” Tsani mengangguk membiarkan Aurora melangkah pergi.
Di dalam kamar mandi Aurora hanya diam termenung. Aurora mencuci mukanya dan menghela nafas panjang. Entah kenapa ketika Aurora memutuskan untuk menyimpan semua perasaannya dengan rapat rasanya hatinya semakin sesak.
“Kenapa sih lo egois?” Suara seseorang membuat Aurora terperanjat kaget. Aurora mendapati Nabila menatapnya sinis.