Detri sadar Aurora kembali menghindarinya dan entah kenapa Detri merasa ini semua karena ucapannya tadi. Detri melakukan itu bukan karena sengaja. Detri hanya ingin mengatakan fakta yang memang terjadi pada hubungan mereka bahwa mereka tak memiliki suatu kepastian apapun. Dan itu benar.
Detri mencari keberadaan Aurora di kelas namun tak ada siapapun. Hanya ada Tsani dan Mila yang tengah asyik berbincang.
“Cari Ara?” Mila melihat Detri yang melihat meja Aurora yang kosong.
“Iya...” jawab Detri lesu.
“Tadi Ara ke perpus kan Tsani?” Mila memastikan ucapannya dan Tsani mengangguk.
“Berantem lagi?” Detri hanya tersenyum singkat sebagai jawabannya.
“Detri, Ara nggak pernah lho sekhawatir apapun, Ara orangnya nggak akan peduli secara berlebihan tapi gue ngerasa Ara selalu memprioritaskan lo lebih dari apapun.” Detri sadar akan ucapan Tsani tapi Tsani juga mungkin tak tahu bahwa Detri juga melakukan hal yang sama.
“Kita nggak buta, kita punya mata dan yang ada di mata Ara yah cuma lo!” timpal Mila yang membuat Detri semakin menunduk. Detri mengusap meja Aurora pelan.
“Tenang saja, gue nggak ada masalah apapun sama Ara.”
Tsani dan Mila pun tersenyum tenang. Walaupun Detri harus membohongi perasaannya lagi. Detri sadar dimana posisinya sekarang.
Detri sadar bahwa posisinya sekarang tak akan mudah.
Di tengah perjalanan ke perpustakaan Detri akhirnya bertemu dengan Aurora. Nampaknya mereka sama-sama menuju kelas masing-masing. Detri tersenyum dari kejauhan dan Detri melihat Aurora juga melakukan hal yang sama.
“Habis dari perpus yah? Kok gak ajak Detri?” Aurora menggeleng pelan.
“Tadi Ara kira Detri mau main bola.” jawaban Aurora terbilang logis hanya saja Detri merasa ada hal yang mengganjal.
“Pulang bareng Detri? Nanti Detri antar ke rumah.” tawar Detri.
“Papa mau jemput, jadi Ara nggak bisa, maaf yah Detri.” jawab Aurora sedangkan Detri hanya mengangguk.