Titania melihat sudah hampir jam lima sore namun batang hidung Aurora belum muncul. Tepat setelah Garra dan Ganang pulang ke rumah Titania langsung menyerbu suami dan anaknya.
“Kenapa sayang?” tanya Ganang yang baru saja melepas dasinya.
“Mas, Ara belum pulang, Ara gak ikut eskul dan ini sudah sore, Mas kita harus cari Ara!”
Melihat istrinya yang panik Ganang langsung bergegas namun Garra mencekal lengan ayahnya sembari menunjukan satu lokasi yang ada di ponselnya.
“Papa, Kak Ara kayaknya masih ada di sekolah. Mungkin ada di salah satu bangunan yang tak cukup besar, bisa gudang, perpustakaan atau lab.” tutur Garra.
Titania pun makin cemas mendengar informasi dari Garra. Tak ingin membuang waktu Titania, Ganang dan Garra langsung bergegegas menuju SMA HARAPAN JAYA.
Sesampainya di pintu gerbang sekolah. Suasana di sekolah sudah sepi karena bagaimanapun matahari sudah tenggelam sekarang. Dengan gesit Ganang meminta satpam sekolah serta Garra untuk mencari dimana keberadaan Aurora.
Firasat Ganang sangat kuat terhadap putrsi sulungnya ini. Hingga tanpa mendengarkan rute yang di ucapkan Garra. Ganang lebih dulu berlari menuju toilet perempuan yang tertelak di ujung koridor lantai dua dimana kelas XI berada.
Dengan langkah pelan Ganang membuka pintu toilet dan mengedarkan pandangannya. Betapa terkejutnya Ganang saat mendapati sosok gadis yang terpakar di lantai dengan rambut yang acak-acakan berada di sudut toilet. Segera Ganang mengusap wajah gadis tersebut.
Ganang menangis seketika melihat wajah anak gadisnya, putri sulungnya, putri kesayangannya. Aurora tak berdaya. Ganang pun langsung menggedong putrinya sembari menyebutkan namanya dengan kencang berharap Aurora sadar.
Faktanya Aurora masih terpejam. Ganang mendekatkan dirinya berusaha mencium deru nafas dan detak jantungnya. Ganang menghembuskan nafas lega karena putrinya masih memiliki keduanya.
“GARRA!!!” teriak Ganang membuat Garra berlari menghampiri Ganang yang mengeluarkan Aurora dari toilet.
“Papa? Kak Ara!?” Garra hampir menjerit melihat kondisi Aurora yang sudah tak sadarkan diri.
“Sekarang kita ke rumah sakit! Kakak kamu hampir mati kedinginan dan Papa yakin bukan itu saja, kita harus pergi!”
Dengan tubuh yang masih membopong Aurora Ganang berlari menuju mobil mereka yang sudah Garra perintahkan masuk ke dalam halaman depan sekolah.
Titania histeris melihat putri kesayangannya tampak tak bernyawa. Garra berusaha menenangkan ibunya yang terus menangis sembari meminta penjelasan siapa yang melakukan ini terhadap putrinya.
“Sayang, tenanglah kumohon, kalau kamu terus menangis Ara tak akan sadar.” pinta Ganang yang menggenggam lembut tangan Titania.
“Garra! Cepat nyetirnya!” Garra langsung menaikan gigi mobil sehingga laju mobil jauh lebih cepat dari biasanya.
“Mas, siapapun orang yang menyakiti putri kita dia harus merasakan akibatnya!” ucap Titania yang di sambut anggukan kepala Ganang.