Bliss Bakery #4: Magic by the Mouthful

Noura Publishing
Chapter #3

Bab 2: Gadis Dewasa Tidak ‘Menerawang"

Pagi itu teramat sibuk.

Dan, meskipun biasanya Rose dengan senang hati membuat hari-hari para anggota Perhimpunan Pustakawan Perempuan lebih cerah dengan sepotong Cupcake Wortel Pembuat-Tajam-Pandanganmu, atau memberikan S’more Secepat Kilat kepada Thistle-Bastable demi membantu mereka menyelesaikan tugas, hari ini Rose hanya berharap semua pelanggan segera pergi ke tempat kerja mereka masing-masing dan meninggalkannya sendiri.

Akhirnya, pada pukul setengah sepuluh pagi, bagian terdepan toko roti telah kosong. Sage, yang sudah sangat kelelahan, beristirahat di balik konter. Di luar, Ty dikelilingi kerumunan gadis berisik dan berambut panjang dari sekolah.

Rose mengambil kesempatan. “Chip?”

Pria bertubuh besar yang sedang menyapu remahan biskuit ke pengki itu menatap Rose dari tempatnya berdiri. “Butuh bantuan, Rose?”

Rose menoleh melalui bahunya, ke arah dapur. “Aku mau mempersiapkan sajian untuk siang. Orang-orang akan menginginkan kue pai untuk pencuci mulut malam ini.”

“Biar aku yang bersihkan!” seru Leigh, menghambur dari balik pintu ayun. “Dan, aku bisa menggiling adonan kulit painya!”

Chip meregangkan tubuh hingga terdengar suara otot-ototnya. “Aku akan mulai dengan membuat isian apel dan kau bisa menangani ceri.”

Rose menghalangi jalan Chip sambil memasang senyum yang dibuat-buat. “Tidak perlu, Chip! Kau boleh istirahat. Beristirahat saja di sini kalau-kalau ada pelanggan yang datang!”

Chip menaikkan alisnya. “Kau yakin?”

“Sangat yakin.”

Sambil mengangkat bahu, Chip duduk di salah satu kursi kosong, mengisi teka-teki silang, dan menyelesaikan sekitar tujuh baris.

Rose mengetuk jendela dan memberi isyarat agar Ty segera masuk ke rumah. Sesaat setelah Ty masuk, Rose menarik Sage. Ketiganya beranjak ke dapur, lalu menemukan Leigh sedang berada di bak cuci piring, menggosok cucian, setengah terkubur dalam busa sabun cuci.

“Kau butuh bantuan kami untuk apa?” Ty melemparkan celemeknya yang sudah tergulung ke atas konter. “Hermana pequeña baik-baik saja, dan aku harus segera kembali menemui para cewekku itu. Kami mau melakukan lomba estafet dadakan.”

“Apa maksud para cewekku itu?” tanya Rose. “Kau punya pacar lebih dari satu?”

Ty baru saja akan menjelaskannya, tetapi Rose telanjur menyuruhnya diam. “Tak usah dipikirkan. Menurutmu apa kita perlu menemukan siapa yang telah mengirimi Leigh paket?”

“Mom dan Dad sudah mengurusnya, Rosacita.” Ty menepuk kepala Rose seakan Rose adalah anak anjing. “Kau memang baru sebulan bebas dari penculikan dan penahanan oleh organisasi jahat, tapi untuk sementara ini, cobalah menjadi cewek normal.”

Rose mengeluh, membuka halaman Cookery Booke. “Normal itu membosankan. Sekarang ini, aku seorang Master Pembuat Kue, dan seorang Master Pembuat Kue tidak boleh malas, apalagi kalau orang-orang jahat memanfaatkan adiknya untuk melakukan hal-hal jahat.”

“Untunglah aku bukan seorang Master Pembuat Kue.” Ty berjalan menuju pintu belakang. “Aku memilih menjadi normal, dan normal adalah ikut lomba lari estafet dadakan di Sampson Park. Adios!”

Rose melirik Sage, yang berdiri dengan tangan diselipkan di kantong celananya sambil menatap kepergian Ty.

“Sepertinya kau mau pergi juga,” cetus Rose.

“Tidak.” Sage mengencangkan tali celemeknya. “Cewek-cewek Ty tidak benar-benar mau main denganku, mereka tidak pernah tertawa mendengar leluconku.” Sage menggaruk kepalanya, mengacak-acak rambutnya yang sudah acak-acakan. “Aneh, ‘kan, soalnya aku sangat lucu—”

Sesuatu yang berat dan berwarna keabu-abuan terlempar dari atas lemari pendingin dan mendarat dengan suara bum di tengah konter dapur.

“Aaah!” Rose melompat mundur, terkejut.

Ternyata itu hanya Gus. Kucing itu mengerjapkan kedua matanya yang berwarna hijau dan dengan teratur mengayunkan kaki depannya ke mulut. “Kurasa sebaiknya aku menyapa dengan meong? Jadi: meong.”

“Seharusnya kau memberi tanda kepada kami sebelum melakukan hal seperti tadi!” teriak Sage. “Aku nyaris tepar!”

“Tepar?” Rose mengulangi kata itu.

Sage menaikkan bahu. “Itu sesuatu yang dikatakan Kakek Balthazar. Aku mencoba mengutipnya ke dalam karyaku. Aku masih mencari tahu apa sebenarnya arti kata tepar.”

Gus mengibaskan ekornya. “Kau seharusnya sudah bisa menduga seekor kucing akan datang.” Dia menjilati kaki depannya dengan cepat. “Kami ini spesies yang sangat suka mengendap-endap.”

Tidak semua kucing bisa berbicara, tentu saja, tetapi Gus telah memakan Biskuit Cheddar Mengoceh yang disajikan oleh kakek buyut-buyut-buyut Balthazar, dan sekarang dia bicara dengan logat dan gaya seakan dia adalah orang Inggris yang terpelajar.

Seringnya, kemampuannya itu cukup membantu.

Terkadang, itu sangat mengganggu.

Sambil mendenguskan hidung, Gus menghadapkan wajahnya pada Cookery Booke dan berkata, “Apa maksud dari Bibi Lily memantrai Leigh?”

Rose menjelaskan apa yang terjadi kepada Leigh sejak memakan cookie bermantra.

Mata kehijauan Gus berkilat. “Sekarang, kejadian kemarin malam masuk akal! Leigh membantuku menjilati badan.”

Rose dan Sage menatap Leigh, yang hanya menaikkan bahu dan menjulurkan lidahnya. “Masih ada sisa bulu kucing di sela gigi-gigiku,” ujarnya.

“Apa pun yang terkandung dalam cookie itu membuat Leigh menjadi sangat penurut, tentu saja,” kata Rose. Sekarang saja Leigh sudah mencuci, mengeringkan, dan menata piring-piring. Dia juga sudah beralih menyapu lantai terakota sambil bersiul-siul. “Kalau saja tidak ada niat jahat di balik mantra itu, aku bisa tergoda membiarkannya menguasai Leigh.”

Saat mengucapkan kata jahat, kepala berbulu halus seukuran kepingan uang terlihat mengintip dari celah di antara kabinet dan dinding oven. “Aku zudah mendengar zemuanya, jadi aku datang untuk menawarkan zolusi!” Seperti halnya Gus, si tikus Jacques juga sudah diberikan biskuit cheddar ajaib dan sekarang bisa berbicara. Keluarga Bliss menemukan Jacques di Paris saat Rose berkompetisi di Gala des Gâteuax Grands dan membutuhkan bantuannya untuk memata-matai Bibi Lily.

Gus menajamkan kedua matanya sementara Jacques bersusah payah memanjat meja dapur. “Dan, bagaimana caranya?”

Jacques duduk di kedua pangkal kakinya dan menekankan kedua kaki depannya ke dada. “Tepung Penerawangan!”

“Kepung Terowongan?” tanya Sage. “Kedengarannya … menyedihkan.”

“Non!” seru Jacques. “Tepung, zebagai bahan, dan penerawangan, yang memungkinkanmu melihat orang lain dari, bagaimana caramu menyebutnya—jauh? Jarak jauh?” Dia mengendus remahan muffin di meja dapur, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. “Itu adalah resep kuno Prancis.”

Gus mendesis, melengkungkan punggungnya. “Tepung penerawangan itu resep asli dari orang Skotlandia. Seenaknya saja orang Prancis mengklaimnya demi kuliner sihir!”

Jacques membuka moncongnya. “Itu tidak mungkin resep orang Skotlandia. Tepungnya tidak direbus di dalam usus babi.”

“Teman-Teman!” seru Rose. “Kita bisa memperdebatkan sejarah kue sihir nanti. Kalau memang penerawangan ini bisa menunjukkan siapa yang memantrai adikku, aku mau melakukannya.”

Ekor Gus bergerak-gerak karena tersinggung. “Maaf, Rosemary. Tapi sebelumnya, kuperingatkan: resep ini … berbahaya.”

“Berbahaya?” tanya Rose. “Bagaimana—”

Kata-kata Rose terputus oleh suara dari pintu depan toko roti yang terbuka dan suara yang tidak asing lagi berkata, “Hei, Chip. Apa Rose ada di dapur?”

“Ada,” Rose mendengar Chip menjawab. “Pergi saja ke belakang.”

“Devin ada di sini?” tanya Sage. “Asyik!” Devin adalah satu-satunya orang yang tertawa saat mendengar lelucon Sage.

Rose mendesah. Mendengar suara Devin membuat Rose berharap dia adalah orang lain—sama sekali bukan seorang Master Pembuat Kue, melainkan hanya seorang remaja biasa. Saat dia berada di sekitar Devin, dia merasa bisa menjadi gadis seperti itu, riang dan mudah tertawa, tipe gadis yang bisa melewatkan Sabtu bersama anak laki-laki hanya dengan berkeliling kota atau bermain Frisbee di taman atau menonton film di Calamity-Plex, bioskop di kota itu. Seorang gadis yang tidak mengenakan pakaian berlepotan baking powder hingga ke bagian siku.

Lihat selengkapnya