Blood Moon

Maghfira Izani
Chapter #5

First Attack

Matahari perlahan bergerak menuju peraduan terakhirnya, meninggalkan bias-bias senja yang menawan diantara mega-mega yang bergerak mengikuti arah angin. Beberapa spesies burung senja berputar-putar di langit, membentuk formasi-formasi yang indah. The Dark Blackwood mulai tenggelam dalam kegelapan yang pekat.

"Cepat! Cepat!" derap langkah bergema di atas bebatuan sungai yang terinjak kaki-kaki mungil milik gadis yang mengenakan t-shirt hitam dan jeans belel. Rambut hitam panjang gadis itu berderai-derai ke belakang tubuhnya karena tertiup angin. Kulitnya kuning langsat. Dua bola matanya yang berwarna oranye gelap kemerahan, berkilat-kilat. Bibir tipisnya melengkung ke bawah, membuat pipinya terlihat semakin tirus.

"Semua sudah bergerak rupanya, hmm!" desis gadis itu sembari mempercepat larinya. Senyum sinis terukir di wajah gadis itu. Ia menyeringai –memperlihatkan dua teringnya yang tajam dan berkilat. Cantik, namun mengerikan.

"AYO LEBIH CEPAT!!!" teriaknya lagi dengan nada tak sabar.

Beberapa pria mengikutinya dari belakang, berlari dengan sangat cepat. Namun gadis itu dua kali lebih cepat.

Gerombolan itu bergerak ke arah utara mengikuti letak gugusan tiga bintang yang nyaris sejajar di keremangan langit senja. Meski belum terlalu gelap, Draco, Sirius, dan planet Mars mulai bersaing menampakkan cahayanya.

************

Danau Achauntez terlihat memesona di bawah cahaya rembulan. Riak-riak airnya berkilau bagai permata yang menghampar di atas permadani hitam. Bagai cermin raksasa yang memberi keleluasaan bagi sang dewi malam untuk melihat kecantikannya sendiri. Tepat di bagian timur danau, bermuaralah sungai Andeah. Sungai yang membagi The dark Blackwood mejadi dua wilayah yaitu Valleldafa kerajaan para manusia serigala dan Rollenciuz, negeri milik para vampir. Negeri Snaepie. Dalam danau itu sendiri, ada kawanan siren (iblis berwujud putri duyung) dan makhluk kegelapan air lainnya yang sangat jarang muncul ke permukaan.

Di sela-sela rapatnya pepohonan yang memagari Rollenciuz, seekor burung hantu berwarna abu-abu tua terbang hilir mudik sembari mengawasi segala hal yang mencurigakan di perbatasan wilayahnya dengan dua wilayah lainnya. Tak lama kemudian, sesosok wanita berjubah bertudung hitam panjang menyeruak dari balik kabut tebal atas muara suangi. Wajahnya seputih pualam. Rambut cokelat terangnya menjuntai dari balik jubahnya, jatuh hingga ke ujung kaki. Bibirnya merah merekah, sangat kontras dengan warna kulitnya. Dua bola matanya berwarna biru langit. Cantik.

Wanita itu merentangkan tangannya hingga jubahnya terkuak, memperlihatkan pergelagan tangannya yang putih mulus. Jemarinya lentik dengan kuku-kuku panjang yang bercat putih. Burung hantu abu-abu pekat yang tadi berpatroli langsung melesat terbang dan hinggap di tanngan wanita itu.

Dengan sekali jentikan, burung hantu itu langsung berubah menjadi tongkat panjang dengan warna abu-abu pekat dengan ujung yang berbentuk lingkaran berhiaskan mutira biru safir. Wanita itu melangkah pelan di atas air dengan kaki-kakinya yang telanjang. Ia lalu mendongak. Menatap tajam suasana bintang terang dilangit. DracoSirius, dan planet Mars. Tiga bintang itu menunjuk ke barat, tepat ke arah negeri Valleldafa.

"Jadi... sudah dimulai ya? Hmmm... aku tak mau ketinggalan," desis wanita itu sambil tersenyum. Diketukan tongkat di tangannya ke atas air dan...

-Zaaaaaaazzhhhhh-

Lenyap.

Wanita itu lenyap tak berbekas tanpa menguik atau meninggalkan sedikit getaran pun di atas permukaan danau.

***************

Valleldafa

Malam di Valleldafa makin sunyi semenjak kedatangan Eligora ke tanah mereka. Para tetua menyiapkan perlengkapan berburu pada siklus bulan darah seperti yang terjadi setiap tiga belas tahun sekali. Namun beberapa pengawal istana telah menerima perintah untuk memperketat penjagaan wilayah mereka karena sang raja yakin, berita tentang Daerheinlocca pasti sudah menyebar ke seluruh penjuru The Dark Blackwood. Sang raja juga menegaskan pada ketiga putranya agar selalu menjaga langkahnya kemana pun pergi dan terutama Dave.

Dave bertanggung jawab penuh atas keselamatan Ryeon Woo selaku reigga sekaligus sebagai pembawa pusaka yang banyak diincar itu. Meski tidak banyak yang tahu siapa pembawa Daerheinlocca, gadis itu harus diprioritaskan keselamatannya.

Karena kasus ini, Dave bahkan menguntit dan mengikuti kemanapun Ryeon Woo pergi. Pria itu bahkan melarang Ryeon Woo pergi berdua dengan Ye Sung tanpa pangawal. Hal itu membuat Ye Sung bertanya-tanya, namun pada akhirnya ia tak pernah mendapatkan jawabannya. Kesal, Ye Sung lebih suka pergi sendiri jika malam tiba dan mencoba mencari jejak-jejak tersisa dari lycan emas waktu itu.

Ryeon Woo tak bisa melakukan apa-apa selain pasrah pada perintah yang dilontarkan oleh raja. Bahkan keluarganya pun tak bisa berbicara banyak ketika raja menanyakan keberadaan Daerheinlocca. Sebagai orang yang tahu, ayah Ryeon Woo terpaksa mengakui bahwa memang benar Ryeon Woo si pembawa pusaka ketika raja menginterogasinya.

Atas dasar itulah, sang raja akhirnya mengeluarkan perntah bahwa Ryeon Woo akan tinggal di istana sampai hari pernikahannya dengan Dave, usai pekan bulan darah.

Malam ini, Dave mengajak Ryeon Woo untuk menikmati sunyi malam di luar istana. Sebenarnya, Dave hanya ingin berbicara pada gadisnya itu.

Ryeon Woo tampak cantik malam itu dengan gaun putih berbahan satin pemberian Erika, calon ibu mertuanya, yang ia padukan dengan mantel kulit yang dibelikan Dave beberapa saat lalu. Ia berjalan pelan mengikuti cahaya kunang-kunang yang memukau matanya. Wajah putih pualamnya berseri-seri.

"Ryeon Woo... hati-hati."

Dave mengikuti dari belakang. Wajahnya bergurat kecemasan. Langkah kakinya yang panjang dipercepat untuk mengejaar gadisnya. Ryeon Woo tampak tak menggubrisnya. Gadis berambut panjang itu tetap berlari, menelusuri semak belukar dengan kaki-kaki telanjangnya.

-GREB-

"Bisakah kau mendengarkanku, Dear?"

Berhasil.

Dave berhasil mengejar gadis itu dan mencengkeram tangan mungilnya.

"Eoh... kunang-kunangku..." suarah lirih Ryeon Woo tampak memelas. Ia lalu menatap Dave tegas, penuh penuntutan seolah berkata ini-semua-karena-kau!

"Maaf. Tapi tolong sekali ini saja, Dear." Pinta Dave dengan sangat. Ryeon Woo mendesah pasrah dan menatap Dave dengan hampa.

Bukan tak ingin.

Bukan

Ryeon Woo tahu benar apa yang ingin disampaikan Dave. Dan Dave tahu itu. Hanya saja, Dave ingin reigga-nya itu berbincang dengannya.

"Emh... bagaimana kalu di kaku bukit Zuede?" tawar Ryeon Woo akhirnya sambil tersenyum. Dave sudah hendak menolak karena itu sedikit jauh dari istana dan pengamanannya minim, tapi ini kesempatannya. Pemuda jangkung itu akhirnya menuruti langkah kaki gadisnya ke kaki bukit Zuede.

"Langit cerah sekali," desah Ryeon Woo tiba-tiba. Gadis itu mendadak berhenti sehingga Dave menabrak punggungnya. Mata hitamnya menatap gadis yang kini mendongak ke langit. Dave bisa melihat wajah cantik itu berubah sedih. Entah mengapa.

Dia menjulurkan tangannya, menyelinap di antara lengan dan tubuh gadis itu. Memeluknya dari belakang, membiarkan reigga-nya merasakan detak jantung yang kini bertalu dalam dadanya. Ryeon Woo bergeming. Kepalanya ditolehkan kearah wajah Dave yang dibenamkan di pundak kirinya.

"Davichi..."

"Sebentar saja. Kumohon–"

Ryeon Woo menelan kembali apa yang hendak diucapkannya, membiarkan sosok jangkung itu memeluk tubuh mungilnya. Sedikit ia rasakan... hanya seikit... getaran dalam hatinya yang mencoba membuatnya luluh dalam dekapannya itu.

"–tetaplah begini. Biarkan aku menikmati aroma tubuhmu yang membuatku mabuk, biarkan aku merasakan halus kulitmu yang membuatku melayang, Dear. Aku benar-benar mencintaimu," bisik Dave halus di telinga Ryeon Woo.

Dekapan itu makin erat dirasakan Ryeon Woo hingga ia tak mampu berkutik. Sementara itu, Dave mengosongkan pikirannya, menutup segala inderanya agar Ryeon Woo tak membaca isi kepalanya.

"Biarkan aku memilikmu, Rye–"

"Kau sudah memiliku, Dave," bisik Ryeon Woo halus.

Gadis itu mengakat tangannya untuk mengelus pelan dua lengan kekar yang melingkari pinggangnya. Tersenyum getir. Ia kembali menatap ke langit, lirih memperhatikan gugusan planet Maras, sirius, dan Draco yang kini bersinar terang di atas langit Valleldafa.

"–bukan hanya dirimu, tapi juga hatimu," desah Dave, di longgarkannya pelukan itu. Lalu, Dave memutar tubuh Ryeon Woo agar menghadapnya. Gadis itu mendongak. Menelusuri jejak-jejak kebenaran yang tersisa dalam kelamnya iris mata yang memeluk erat itu. Semilir angin karena musim dingin akan datang. Dave menunduk. Jemarinya menelusuri rekung tulang rahang bawah Ryeon Woo. Membuat gadis itu mendongak sehingga pria itu dengan mudah mengecup lembut bibir gadisnya.

Ini ciuman pertamanya dengan Ryeon Woo. Dave mencoba membuat gadisnya nyaman dalam pelukannya, membuatnya merasakan lembut sentuhan bibirnya. Menghirup aroma tubuh gadisnya banyak-banyak seolah esok ia takkan mampu melakukannya lagi.

Ryeon Woo pasrah. Ia mencoba menikmati hadiah pemberian Dave.merasakan pelukannya. Menikmati gerakan bibir Dave di bibirnya, namun perlahan... ada sesuatu di dasar hatinya yang berdenyut semakin lama semakin cepat. Perlahan naik dan seperti jarum yang menusuk-nusuk. Tanpa sadar... air mata mengalir jatuh dari pelupuk matanya.

-DEG-

Dave tersentak. Serta merta dilepaskan tautan bibirnya. Ia menatap nanar pada Ryeon Woo –yang mengisak. Gadisnya... menangis?

"Ryeon Woo? K-kau kenapa?" Dave menelisik mata basah Ryeon Woo. Sejak kapan gadis itu menangis?

Ryeon Woo mencengkeram perut kanannya. Ia meringis. Lebih tepatnya menahan sakit yang tiba-tiba menyerangnya itu. Seperti ada kekuatan tak dikenali dalam tubuhnya, menusuk dan terasa mengoyak bagian dalam perutnya.

"S-sa-sakit...aakkhhh..."

Air mata jatuh semakin deras. Tubuh gadis itu sendiri tak mampu menahan bebannya. Lututnya menekuk...

-BRUUUGH-

"Dear!" Dave dengan sigap meahan tubuh mungil yang tiba-tiba lunglai itu.

"Ada apa?" tanyanya lagi. Seketika Dave pamit.

Ryeon Woo memucat Dave bisa merasakan aliran darah gadis yang ditopangnya itu melambat. Denyut nadinya berganti burgundy pekat. Rambutnya perlahan memucat, berganti putih. Ryeon Woo tersengal. Napasnya seperti akan habis, bahkan untuk membuka mulut dan bicara pun sepertinya sangat susah.

"Tidak! Ryeon Woo! Ada apa denganmu–" Dave memeluk tubuh gadis yang semakin dingin itu. Panik. Pria itu langsung menggendong Ryeon Woo dan hendak membawanya kembali ke istana dengan cepat.

Dave merasa menyesal seketika. Ia benar-benar tak tahu apa yang menyebabkan Ryeon Woo mendadak seperti ini. Apa itu berhubungan dengan ciumannya? Ini pertama kalinya ia mencium Ryeon Woo dan langsung ada reaksi seperti ini. Apa maksudnya?

"Kakak!"

Dave menoleh ke arah suara. Ye Sung muncul dengan wajah panik dan penuh keringat. Sangat kentara kalau pria itu berlari dari tempat yang sangat jauh dengan kecepatan luar biasa.

"Rye... Ryeon Woo?!" Ye Sung mendarat tepat di sisi Ryeon Woo. Mata hitamnya terpaku pada sosok yang lunglaui dalam gendongan Dave. Dua tangannya mengguncang tubuh gadis yang sudah sepenuhnya memutih itu sekarang

"Bagaimana kau tahu kami di sini–" Dave mendelik geram pada adiknya.

"Kak? Apa yang terjadi? Rye! Rye!" Ye Sung merasa panik. Keringat dingin mengalir, membasahi dahi dan lehernya.

"Aku alan membawanya pulang!" tukas Dave tegas. Pria itu segera mengangkat tubuh Ryeon Woo, menepis tangan Ye Sung yang mencengkram bahu reigga-nya itu. Ye Sung bergeming. Ia tak bicara lagi. Ia hanya menngikuti langsung Dave yang dengan cepat membawa Ryeon Woo.

Desiran angin melambat ketika Ye Sung dan Dave lewat di sepanjang aliran sungai Andezh. Pola aliran udara berubah dan panas seketika menyambut dua manusia serigala yang sedang tergesa itu.

"KAKAK!" Ye Sung berteriak, memperingatkan sang kakak –lebih tepatnya memberitahu– bahwa ada 'sesuatu' asing yang membayangi mereka. Dave berdeham, tanpa menoleh.

'Aku tahu. Musuh kita mulai berdatangan! Hubungin yang lain, Ye Sung!' ujar Dave dalam pikirannya –yang tentu saja dapat diterima Ye Sung dengan baik di kepalanya.

'UUHHUUUUUUUUU'

Lihat selengkapnya