Ryeon Woo berjalan tertatih dengan napas yang tersengal. Matanya dituntun dengan paksa oleh seberkas cahaya yang sedari tadi memukaunya. Cahaya berwarna biru keperakan yang terbang melayang tiga meter di depannya. Memaksanya untuk menyusuri tiap inci hutan yang tak dikenalnya. Anehnya... Ryeon Woo tak bisa untuk menghentikan kakinya sendiri. Tubuhnya benar-benar lelah. Keringat mengalir dari pori-pori yang tersusun dalam lapisan kulitnya. Membuat pakaian yang dikenakannya nyaris basah.
Mata biru safir milik gadis itu tampak letih. Bibir mungilnya membiru, pucat. Tapi cahaya yang berpendar makin terang itu tak mengizinkan kaki-kaki mungil milik gadis itu untuk berhenti barang sejenak.
Hutan ini... hutan yang sama sekali asing. Terhampar di atas padang berselimut salju, pohon-pohon pinus raksasa dengan batang yang pebuh duri tajam mencuat –benar-benar berbahaya karena bagian tubuh adalah taruhannya jika sampai tergores– hutan ini tampak lengang dan mengerikan. Angin malam berhembus, menghantarkan butir-butir salju halus yang mulai berjatuhan dari langit.
"Ryeon Woo... sedikit lagi... bertahanlah..."
Lagi. Lagi untuk kesekian kalinya, suara itu bergema dalam pikiran Ryeon Woo. Suara lembut yang menyugestinya untuk tetap berjalan.
-Srak.Srak.Srak-
Suara langkah kaki Ryeon Woo bergema saat menapaki gundukan salju putih itu. "Kumohon... biarkan aku menggunakan kekuatanku," gadis itu meminta –entah pada siapa. Ia kadang merasa bahwa otaknya mulai sinting. Bicara sendiri. Tak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Gadis itu benar-benar merasa tersiksa.
Cahaya itu mendadak berhenti seiring dengan langkah Ryeon Woo yang juga terhenti sendirinya. Mendadak, sehingga gadis itu terantuk dan jatuh berlutut di atas salju yang membuatnya terbenam. Desah napas Ryeon Woo berantakan, membuat dadanya terasa sesak dan sakit. Uap mengepul dari mulutnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Ryeon Woo uuntuk mengeluarkan bulu-bulu hangat dari tubuhnya, menghalau dingin yang mulai menusuk tiap inci kulit yang terlindungu oleh t-shirt teety dan jeans belel yang sudah lusuh.
Cahaya itu berpendar lagi, kali ini makin besar. Berpusar bagai gasing, mencuat berbagai macam warna. Berpusar turun, membentuk sosok-sosok putih transparan. Bunyinya sedikit melengking, memaksa gadis itu untuk menutup dua telinganya agar tidak pekak.
Ryeon Woo terhenyak, sedikit kaget namun berusaha tak ditampakannya. Matanya mengikuti gerak sosok-sosok transparan yang berjumlah... satu... dua... empat! Empat sosok transparan yang tercipta dari pusaran cahaya itu. Sosok-sosok itu beraneka ragam bentuk. Seorang gadis dengan warna transparan biru. Kelelawar raksasa dengan warna transparan hitam. Serigala dengan warna transparan merah. Dan satu lagi berbentuk naga dengan warna transparan hijau.
Terpesona, gadis itu akhirnya menurunkan dua tangannya yang tadi menutupi telinga. Namun sedetik kemudian ia menyesali melakukan itu.
Di depan mata Ryeon Woo makhluk-makhluk itu melengking keras-keras membuat gadis itu menutup dua telingannya lagi karena pekak. Mereka melesat ke arah Ryeon Woo, berkejaran melingkarinya. Membuat gadis itu pening karena pendar-pendar warnanya membutakan mata. Ryeon Woo berteriak saat si gadis transparan yang berdiri di belakangnya membubung naik ke udara lalu turun menancap dan merasuki Ryeon Woo diikuti oleh tiga makhluk lainnya.
Ada suara tawa melengking, suara rintihan, terikan, dan segala macam menggema otaknya. Membuat ia merasa akan mati saat itu juga karena pusing yang menyiksanya. Berbagai macam kilasan melesat-lesat dalam otaknya, memaksa Ryeon Woo untuk memerhatikannya, namun ia tak sanggup.
Beberapa menit kemudian,Ryeon Woo terkapar di atas salju dan wujudnya menjadi serigala putih bersih yang (warnanya) nyaris menyati dengan salju.
"A-apa yang terja-di... aakhhhh-" Ryeon Woo mendesah dalamhatinya, ia terperangkap dalam tubuh serigalanya. Dan ada suara yang menggema dalam kepalanya.
"Pemilik baru Daerheinlocca... bersiaplah untuk ritual 'penerimaan'. Kau akan diberitahu sejarah permata ini dalam pikiranmu. Di akhir nanti, kau akan menerima kekuatan tak terbantahkan. Kekuatan besar yang bisa membuatmu menjadi Yang Agung. Kau adalah yangterpilih. Bersiaplah."
Ryeon Woo tak bisa lagi berkata-kata. Ia sudah merasa kelelahan yang sangat pada jiwa dan raganya. Namun ia tak bisa menolak kekuatan besar yang sedang menguasainya itu. Ia hanya pasrah.
Mata serigala itu masih terbuka untuk sebuah 'penerimaan'. Dalam pikirannya berkelebat dengan cepat putaran-putaran slide yang memperlihatkan sebuah kisah. Seperti mimpi yang membayang dalam pikiran Ryeon Woo.
*************
Kim Ryeon Woo mendapati dirinya tengah berdiri di atas bukit berbatu. Ia berada di puncak yang datar. Langit gelap menaunginya tanpa cahaya rembulan dan bintang karena tertutup awan yang tebal. Gadis itu memegangi dadanya yang masih terengah. Beberapa saat lalu ia masih sangat ingat berada di lembah bersalju, namun kini ia seperti berpindah dimensi ke tempat yang tak kalah asingnya. Di hadapannya bisa ia lihat ada kejadian yang membuatnya takjub.
Ada empat onggokan daging hewan dengan warna berbeda terletak di atas sebuah nampan emas yang berpendar. Sesosok pria tua dengan jenggot panjang menjuntai hingga lantai, berjubah dan bertudung hitam, mengangkat sebilah belati dari permata. Di tangan kiri pria berjubah itu, sebuah permata putih bersinar dan kosong.
Ryeon Woo bergerak perlahan ke arah pria berjubah itu, tapi kemudian ia urung ketika melihat ada sosok lain berjongkok tak jauh darinya.
Pria tu tampak tidak menyadari keberadaan Ryeon Woo yang tak jauh di depannya. Mata pria itu fokus pada si pria berjubah yang sedang melakukan sesuatu pada permata yang digenggamnya.
Permata itu bergerak-gerak seperti jantung yang berdenyut dalam genggaman pria bertudung itu. Sedikit mengerikan, apalagi ada tetes-tetes keperakan yang meluncur licin dari permukaannya. RyeonWoo bergidik ngeri melihat benda tersebut meski sehari-hari ia bisa saja makan jantung dan darah buruannya. Alih-alih, Ryeon Woo memastikan bahwa kedua pria itu sama sekali tak menyadari kehadirannya dengan menendang batu kecil di kakinya
Ternyata pria yang sedang jongkok danpria berjubah itu memang tidak melihat keberadaan Ryeon Woo.
"Aneh... apakah... ini mimpi?" gumam Ryeon Woo. Gadis itu kembali mendekati si pria berjubah hingga ia bisa melihat segala hal yang dilakukannya.
Pria itu memejamkan matanya perlahan sembari mendongak ke arah langit.
Kemudian, mulut pria itu berkomat-kamit, menggumamkan kata-kata yang sama sekali tak bisa diartikan oleh Ryeon Woo.
"Demerian le aproxima...sugujege... lereheinlocca... ze demeren, agrezima, Draco, lementiaz... le daerheinlocca."
Sederet kalimat panjang terus melantun bagai lagu dari mulutnya. Angin berembus pelan menyibakkan awan-awan yang menggantung di langit. Lalu menyemburatlah warna merah pucat di antara awan tersebut. Bulan merah serta merta menerangi jagat. Tanpa ditemani satu bintang pun, bulan merah itu bertahta bagai ratu malam yang keji. Ia bagai permata merah berselimut darah di langit malam.
Pria berjenggot panjang itu lalu menusuk onggongkan daging berwarna biru, mengcongkelnya sedikit mengeluarkan sesuatu yang berpendar biru lalu memasukkannya ke dalam permat di tangan kirinya. Pria itu melakukan hal yang sama pada ketiga onggokan daging lainnya, hingga ada empat hal yang kini menghuni permata kosong di tangan kirinya.
Ryeon Woo menghela napasnya dengan berat, menonton kejadian dengan perasaan campur aduk. Ngeri tapi takjub.
"Daerheinlocca." Pria itu bergumam sambil tersenyum, seketka ada api muncul dalam permata itu, meleburkan keempat warna itu menjadi satu.
"Tuanku... apa yang akan kau lakukan dengan permata itu?" pria yang sedang berjongkok tak jauh dari tempat Ryeon Woo berdiri itu akhirnya buka suara. Pria itu tampak gemetar ketakutan melihat permata yang kini berpendar-pendar di tangan si pria berjubah. Bulan merah di langit hitam juga tampak sangat mengerikan.
"Mendekatlah, manusia!" pria bertudung menoleh pada si pria yang sedang berjongkok tadi. Begitu diperintahkan untuk mendekat, pria itu bangkit dengan takut-takut dan berjalan cepat melintasi tubuh Ryeon Woo, menembusnya seperti bayangan, lalu berlutut di hadapan si pria berjubah.
"Permata ini memiliki kekuatan besar hasil penggabunngan dari empat kekuatan hitam di dunia. Vampir, penyihir, manusia serigala dan naga. Permata ini adalah milik klan manusia serigala. Klan-ku. Dan kau, manusia! Kau bertugas menjaga permata ini agar tetap jatuh pada keturunan manusa serigala. Kau dan keturunanmu kelak," ujar pria bertudung itu dengan tegas. Pria manusia yang berlutut di hadapnnya hanya menatap pria berjenggot itu dengan patuh.
"Ba-baiklah tuan," cicitnya gemetar.
"Permata ini akan menjadi rebutan jika makhlu-makhluk di luar menemukannya, jadi akan kusimpan di dalam hatiku. Kelak jika saatnya tiba, aku akan mewariskannya pada keturunanku. Dan sekarang... saatnya untuk menunjukkan kekuatan ini!"
Angin berhembus dengan kencang secara tiba-tiba dan menggulingkan Ryeon Woo. Bayangan di sekitarnya mengabur dengan gerakan yang amat cepat sehingga gadis itu merasakan perasaan tidak enak di hatinya. Ia menutup matanya menghindari pengaburan itu.
Ketika dirasanya angin telah berhenti, Ryeon Woo akhirnya membuka mata.
"A-apa yangterjadi?"
Ryeon Woo kini berada di atas tempat yang cukup tinggi dan ratusan makhluk kegelapan bergulat di bawah, di areal terbuka.
Sebuah perang besar antara klan vampir dan klan manusia serigala terjadi di sebuah padang tandus. Sementara di sebuah pucuk pohon yang tinggi, seorang vampir tersenyum licik dengan menggenggam permata Daerheinlocca.
Para pasukan vampir nyaris menghabisi seluruh pasukan manusia serigala jika saja seekor serigala putih tidak menyerang vampir yang sedang memegang permata itu. Permata itu terlepas dari genggaman, melayang di udara hingga akhirnya berhasil diambil oleh serigala putih lainnya.