“Finn, kapan kamu nikah?” tanya Diana kepada sang putra.
“Kapan-kapan, Mi.” Finn menjawab singkat.
“Finn!” Diana geram.
“Mami, masih pagi. Pelankan suara. Kita sedang sarapan.” Chris memperingatkan sang istri dengan suara lembut.
“Kalian sama saja. Mami mau gendong cucu. Lihat Manda, seumuran Finn sudah punya tiga anak. Ramon juga sebentar lagi mau dua. Terus kapan giliran kamu?” tanya Diana penuh penekanan di akhir kalimat kepada sang putra.
Lagi dan lagi. Finn harus tebal kuping mendengar omelan sang mami. Selalu saja membandingkannya dengan Manda dan Ramon. Mereka berdua merupakan sepupu sekaligus teman mencurahkan isi hati.
“Mami Finn yang cantik. Finn juga maunya menikah. Tapi, dengan siapa? Belum ada yang klik.”
“Bagaimana mau klik kalau kerjaan kamu mempermainkan mereka terus, Finn Elard?” Diana membalik ucapan Finn dengan ketus.
Finn menghela napas lelah. “Memang belum ada yang cocok, Mi.”
“Mami akan buat biro jodoh buat kamu.”
“Terserah Mami. Asal siap saja jika rumah ini nantinya akan berubah menjadi lautan wanita.” Finn berdiri dan mencium pipi Diana dan Chris. “Aku berangkat.”
“Lautan wanita? Apa maksudnya, Pi?”