Suara ketukan pintu terdengar. Sandra mempersilakan masuk.
Tristan membuka pintu dan masuk dengan senyum semringah mengiringi. Kemudian, duduk tepat di depan Sandra.
“Tumben punya sopan santun ketuk pintu dulu. Biasanya main masuk saja.”
“Enggak usah nyindir, Dek.”
Sandra tertawa kecil. “Ada apa, Kak?” Ia melirik jam di tangan. Waktu menunjukkan pukul delapan. “Ini masih pagi, lo. Enggak sibuk?”
“Sibuk sudah pasti. Kakak ke sini karena lihat surat jalan kamu ke Liam Group.”
“Mana? Sudah ditanda tangan?”
“Semangat banget mau ketemu Finn Elard,” goda Tristan.
“Jangan mulai, Kak. Aku lagi gak mood ribut.”
“Dek, manfaatkan kesempatan ini buat mendongkrak nama perusahaan kita.”
“Maksudnya?” Sandra menaikkan satu alisnya.
Tristan menyeret kursinya mendekat pada Sandra. “Dengar, Dek. Semua orang tahu betapa susahnya bekerja sama dengan Liam Group. Terus, gak ada angin atau hujan, tiba-tiba mereka meminta konsultasi untuk merenovasi. Lebih gilanya proyek ini memang sudah deal untuk dieksekusi. Biar pun satu ruang doang, tetapi itu ruangan CEO. ”