“Bunda! Ayah! Sandra cantik pulang!”
“Sandra!” Satu tarikan di kuping Sandra dari sang bunda yang gemas melihat anak gadisnya pulang dengan berteriak, sukses mendarat.
Sandra mengaduh kesakitan. “Bunda, nanti kalo kuping aku panjang kayak kelinci, bagaimana?”
“Salah kamu sendiri! Anak perawan pulang teriak-teriak. Bagaimana ada yang mau melamar?”
Ya, Tuhan! Ini lagi yang dibahas. Sandra membatin, lelah.
Sandra mencium tangan Helena dan Theo, lalu cepat-cepat pamit ke kamar. Itulah caranya menghindari pembicaraan berbau pernikahan.
Ketika berada di dalam kamar, Sandra melempar tas kerjanya. Ia menjatuhkan diri di kasur. Lalu, menatap kedua telapak tangannya lekat. Wajah cantik itu geram.
Sandra mengambil bantal, lalu menaruh di atas muka dan memukul-mukul benda tersebut.
Kesal, marah, dan benci. Semua rasa komplet ditujukan kepada satu nama, Finn Elard. Umpatan pun keluar untuk sang ceo.
“Berengsek!”
“Bajingan!”
“Gila!”
Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas emosi Sandra. Ia duduk di pinggir kasur. Kemudian, mengembuskan napas berat seraya mengusap dada. Mimik wajah langsung diubah agar lebih santai. Bibir ditarik ke kiri dan kanan. Berangkat ....
“Bunda.”
“Sandra, cepat mandi dan turun makan malam.”
“Iya, Bund.”
***
“Tristan lembur lagi, Sandra?” tanya sang bunda.