“Finn, kamu tidak usah pulang. Tunggu di sini saja. Nanti acara selesai, Mami kelamaan menunggu kamu jemput.”
“Iya, Mi. Finn tunggu di dalam mobil.”
Diana menjewer kuping sang putra sampai membuatnya mengaduh. “Masuk!”
Finn mengusap kupingnya. “Iya, aku masuk.” Di antar supir tidak mau. Harus anaknya juga. Mana jauh di Bogor. Apesnya lagi, ini acara arisan ibu-ibu. Masa harus ikut gabung? Kadang punya Mami suka bikin gemas.
Senyum tak lepas dari wajah peserta arisan para sosialita. Berkumpul bersama dengan bersenda gurau. Perkumpulan tersebut membuat Finn mau tidak mau mendengar obrolan yang menurutnya membosankan. Ia pun lelah menanggapi para ibu-ibu teman sang mami yang sesekali bertanya. Tentu saja, pertanyaan mereka tak jauh dari seputar pernikahan. Bahkan, dirinya menjadi objek perjodohan.
[Mi, Finn berkeliling, ya.]
Satu pesan sukses terkirim untuk sang mami.
Diana membaca dan langsung menatap Finn seraya menggelengkan kepala.
[Mami enggak kasihan lihat Finn. Bosan, Mi.]
Diana membaca kembali. Ia mengalah.
[Sekitar rumah saja. ]
Akhirnya, sang mami memperbolehkan. Finn mengangkat jempol ke arah Diana. Kemudian, segera pergi dari perkumpulan para wanita paruh baya tersebut.
***
“Aduh, Sandra. Kita terlambat satu jam. Kamu, sih, pakai acara nyasar!"
“Maaf, Bund. Aku sudah lama gak ke daerah Bogor. Jadi, lupa. Pakai maps malah bingung.”
“Tahu gitu minta Pak Indra masuk kerja?”
“Bunda sayang, semalam kan aku bilang begitu. Tapi, maunya diantar aku juga.”
“Jadi, kamu gak ikhlas antar Bunda?”
Sandra mengembuskan napas lelah. “Ikhlas, Bund.” Ya, ampun! Malah kena omel. Punya Bunda, kok, kadang bikin gemas.
Memasuki tempat acara berlangsung, Helena langsung disambut heboh para sosialita. Istri dari Theo itu meminta maaf perihal kedatangannya yang terlambat.
“Sandra,” panggil Diana.
“Iya, Tante.”
“Putra Tante ada di sekitar sini. Kamu mengobrol saja dengannya. Daripada di sini, nanti bosan.”
“Iya, Tante.”
“Sandra, ingat kamu sudah punya Finn. Kalau bertemu jangan sampai suka. Mengobrol biasa saja,” bisik Helena memperingatkan.
Punya Finn? Apa-apaan itu, gumam Sandra.
Sandra terpaksa mengangguk. Supaya bisa cepat pergi dari hadapan sang bunda dan teman-temannya tersebut.
Lima belas menit kemudian
Finn mencoba beberapa kali menelepon Sandra untuk membunuh kejenuhan, tetapi tidak diangkat. Akhirnya, salah satu cara hanya meneruskan acara berkeliling.
Rumah berlantai dua, tempat acara arisan berlangsung memang sangat megah. Namun, begitu sepi. Nyonya rumah tinggal hanya berdua dengan sang suami dan para asisten rumah tangga. Sementara putra-putrinya kuliah di luar negeri dan akan pulang saat libur.
Ketika menjelajah, Finn mendengar suara tuts piano berbunyi. Iramanya cukup mengganggu gendang telinga. Penasaran, ia melangkah ke arah sumber tersebut.
Saat membuka perlahan pintu, ruangan langsung menampilkan grand piano dengan seorang wanita duduk membelakangi.
Finn melangkah perlahan ingin menghampiri. Dalam pikirannya seperti mengenal punggung dengan rambut tergerai itu.
Finn berdeham.
Seketika wanita tersebut berhenti bermain kemudian menoleh. “Finn!”
“Sandra!”
“Sedang apa di sini?” Sandra berdiri.
Finn mendekat. “Kamu sendiri sedang apa di sini?”
“Aku bertanya lebih dulu.”
“Mengantar Mami arisan.”
“Oh, ya? Aku pun.”
“Tante Helena ikut arisan ini juga? Jangan-jangan kedua orang tua kita saling mengenal?”
“Mungkin.”