“Sejak bertemu, aku sudah tak berdaya menahan segala rasa. Di hati dan pikiranku hanya ada namamu. Ti amo, Sandra Rein.”
“Finn, aku ....”
Finn menutup bibir Sandra dengan telunjuknya. Ia sedang tak berminat mendengar penolakan kembali. Pria itu menjelajah bibir lembut sang desainer interior dengan jemari, lalu berpindah mengelus pipi berona merah muda itu. Selanjutnya, membelai puncak kepala wanita tercinta.
“Aku tak bisa lagi mengontrol perasaan kepadamu. Berkali-kali mencoba menepis, tetapi hasilnya malah semakin menggebu. Percaya atau tidak, ini kali pertama untukku, si berengsek jatuh cinta kepada wanita cantik bernama Sandra Rein. Sialnya, ia memiliki pengalaman tak mengenakkan dengan lelaki jenis tersebut. Aku tahu, kategori pria bajingan tak akan pernah bisa menembusi hatimu.”
Finn meraih kedua tangan Sandra. Menarik napas sesaat untuk kembali berkata, “Bolehkah aku memohon satu kali saja? Tolong beri aku kesempatan. Biarkan aku membuktikan kalau playboy ini sudah insaf dan telah bertekuk lutut kepadamu. Please.”
Mendengar penuturan Finn, hati Sandra menghangat. Ia bisa merasakan jika kata-kata itu begitu tulus. Namun, adik dari Tristan itu tetap bersikap waspada.
“Finn, pikirkan lagi. Siapa tahu kamu hanya terobsesi denganku? Yakinkan dahulu itu cinta atau bukan.”
Finn tersenyum. “Aku, Finn Elard Liam. Tak pernah mengatakan cinta kepada wanita mana pun. Selain kepadamu, Sandra Rein.”
“Bohong.”
Finn menggeleng. Ia menaruh tangan Sandra di atas kepalanya. “Aku berani sumpah. Apa yang kukatakan adalah kebenaran.”
Sandra terdiam. Ia tak lagi bisa berkata-kata. Tapi, ketakutan akan pengkhianatan kembali terulang tetap masih bersemayam. Jadi, wanita itu memilih bungkam.
Hening!
Finn mengecup tangan Sandra. Ia tak pernah sefrustrasi ini menghadapi wanita.
“Sandra, boleh aku minta sesuatu?”
“Apa?”