Sejujurnya, Finn takut mengajak Sandra berkeliling malam-malam. Ngeri kebablasan sampai pagi lagi. Bisa dimaki Tristan nanti. Karena, sebelumnya sudah berjanji tak akan mengulang.
Akan tetapi, kerinduan teramat sangat membuat Finn mau tak mau mengajak Sandra keluar. Hanya sebentar, itu janji sang ceo.
Mereka menyantap sate taichan di salah satu warung tenda daerah Selatan, Jakarta. Atas rekomendasi Finn. Rupanya sang ceo merupakan salah satu langganan di tempat tersebut.
“Aku pikir, kamu hanya suka makan di restoran.”
“Waktu kuliah di negeri orang. Aku sering membeli makanan di food trucks dan makan dengan mengemper bersama kawan-kawan di sana.”
“Oh, ya? Aku kira gaya hidupmu layaknya pangeran.”
“Maunya. Sayang Papi membatasi uang saku. Jadi, mau tak mau mengirit.”
“Supaya kamu belajar hidup sederhanakah?”
“Mungkin.”
“Jangan bilang kamu tinggal di tempat biasa juga di sana?”
“No. Justru tempat tinggal, Papi memberikan apartemen mewah. Hanya saja tanpa asisten rumah tangga. Jadi, semua aku kerjakan sendiri.”
“Termasuk mencuci pakaian?”
“Yup. Aku pria mandiri.” Finn tertawa mengenang masa itu.
“Wah! Aku bahkan tak pernah mencuci.”
“Baby, aku akan memperlakukanmu layaknya ratu. Tenang saja. Pekerjaan hanya ada satu untukmu nanti setelah menikah.”
“Apa?”