Menikah karena terpaksa tak akan pernah ada dalam mimpi Sandra. Namun, situasi saat ini seolah-olah berkata demikian. Oleh karena itu, otaknya terus bekerja menggali kebaikan-kebaikan Finn. Agar bisa merelakan dengan ikhlas hati, jiwa, dan raga untuk sang calon suami.
Sandra juga terus memikirkan tentang pengorbanan dan perjuangan Finn untuk membuatnya jatuh cinta. Bahkan, mencoba meyakinkan diri kalau sang ceo sudah benar-benar insaf.
Bagaimanapun buruknya tabiat Finn di masa lalu. Sandra harus bisa menerima. Toh, semua sudah berlalu.
Walaupun tak memungkiri, wajah terbengang dengan pikiran masih bimbang dan ragu terkadang masih sering terjadi. Seperti saat ini, beberapa kali calon mertua memanggil. Baru ia tersadar.
“Iya, Mi.”
Berkat protes calon mertua yang enggan dipanggil ‘Tante’. Kini Sandra memanggil ‘Mami’.
"Memikirkan apa, Nak?”
“Maaf, Mi. Aku hanya tidak percaya sebentar lagi akan menikah. Itu saja.” Sandra memberi alasan seraya tersenyum.
“Sandra, kamu memikirkan perangai buruk Finn?”
“Oh, itu ... tidak, Mi.” Sandra tersenyum kikuk. Kok Mami tahu?
Diana meraih kedua tangan Sandra. “Hanya kamu satu-satunya wanita yang Finn cinta. Anak itu sudah berubah. Caranya memandangmu, hampir sama seperti melihat Mami. Lelaki badung itu telah menyayangi dan jatuh hati kepadamu. Percayalah pada ucapan Mami.”
“Iya, Mi.” Semoga, Mi.
“Kalau Finn berulah, adukan kepada Mami. Biar Mami pecat menjadi anak.”
Sandra tertawa. “Mami, nanti Finn sedih dipecat menjadi anak.”
“Biar saja. Biar kapok. Berani mempermainkan calon menantu kesayangan keluarga Liam, awas saja! Mami akan mengusirnya. Toh, Mami sudah punya kamu. Nanti kamu saja yang menjadi anak Mami.”