Blossom Nightmare

zozozo 🌷🌷🌷🌷🌷
Chapter #1

Half Blood Zombie

Chapter 1

Malam halloween tiba bersama kabut yang turun lebih cepat dari biasanya. Semua anak di sekitar rumah Blossom akan berkeliling untuk melakukan trick or treat ke rumah-rumah. Anak-anak kecil berkostum penyihir, hantu, vampire, dan superhero nampak berlarian sembari menenteng labu plastik berisi permen hasil dari trick or treat. Tawa riang mereka terdengar menggema samar di antara pepohonan musim gugur.

Di ujung gang kecil di desa Sleepy Hollow, berdiri rumah tua berwarna hijau tua. Rumah dengan pagar tinggi itu nampak terlalu besar untuk disebut hangat. Rumah yang nampak tak terawat itu terlihat suram. Hanya satu cahaya kuning redup dari dalam kamar yang jendelanya tertutup tirai lusuh yang terlihat dari luar. Dibaliknya, seorang gadis sedang duduk terdiam di belakang kaca jendela, mengamati pantulan wajahnya di kaca jendela kamarnya. Mengamati setiap rumah penuh dengan dekorasi halloween, nampak berbanding terbalik dengan rumahnya yang sepi tanpa dekorasi halloween apapun. Beruntung dengan atau tanpa hiasan apapun rumahnya sudah terlihat angker dengan sendirinya.  

Tahun lalu Blossom masih bisa mengikuti perayaan halloween yang meriah di kota kecil yang ia tinggali itu. Tapi malam ini Blossom hanya bisa memandangi setiap anak kecil yang berlarian di sekitar rumahnya melalui kaca jendela kamarnya.

Tangan pucatnya meremas surat pemberitahuan yang baru saja ia terima pagi tadi. Sebagai zombie baru, ia dilarang untuk ikut merayakan halloween (atau perayaan apapun) dan hanya boleh berdiam diri di dalam rumah demi keselamatan dirinya dan orang lain tentunya.

Setiap anak yang akan menginjak usia 16 tahun dan terdaftar sebagai anak zombie, diwajibkan untuk tetap tinggal di dalam rumah selama masa transisi. Meskipun Blossom hanya 'setengah' zombie tapi ia tetap harus mematuhi peraturan ini.

Blossom kemudian menganggkat lengan kirinya dan mengamati kulit tangannya yang nampak pucat dengan urat-urat nadi yang terlihat menyembul di permukaan kulitnya. Kuku jarinya juga tumbuh meruncing dengan sendirinya, membuat Blossom sudah jarang lagi menggaruk kulitnya atau dia akan berakhir dengan bersimbah darah hanya karena ingin menghilangkan rasa gatal di tubuhnya.

Sebagai seorang half blood zombie, Blossom berbeda dari zombie yang lain. Ia bukan pemangsa daging manusia atau otak manusia seperti para zombie kebanyakan. Blossom masih makan dan minum seperti manusia pada umumnya.

Blossom masih belum sepenuhnya ‘mati’, tapi ia juga tak bisa dibilang masih ‘hidup’. Separuh dirinya masih bisa merasakan lapar, tapi separuh dirinya juga bisa merasa mual ketika mencium bau otak manusia. Terkadang jika ia sudah tidak tahan menahan rasa laparnya, Blossom akan memasak otak sapi atau kambing. Intinya otak hewan apa saja asal bukan otak manusia.

Sejauh ini perubahan yang mencolok hanya fisiknya saja. Kulitnya yang sudah putih pucat kini menjadi bertambah pucat hampir berwarna abu-abu dengan urat nadi bewarna hijau yang terlihat di lapisan kulitnya, warna matanya yang dulu berwarna hijau hazel kini berubah menjadi hijau terang dan sesering apapun Blossom mencuci dan menyisir rambut panjangnya, rambutnya akan tetap terlihat kucel dan kusut.

Selain itu, ia masih Blossom yang dulu. Yang memang jarang tersenyum dan selalu terlihat dingin. Tak lama ketika ia merasakan bahwa kulit wajahnya mulai terasa kaku dan tak lagi mudah digerakkan, Blossom sama sekali tak merasa terganggu.

Beberapa kali ia sempat mendengar satu dua orang di sekitarnya mengatainya ‘zombie judes’. Mereka mengatakan bahwa semua yang terjadi padanya kini adalah sebuah karma. Karma karena ia jarang tersenyum, sehingga jika suatu hari nanti ia benar-benar berubah menajdi seorang zombie dan urat senyumnya sudah putus, maka Blossom pantas mendapatkannya.

“Huh...” Blossom menghembuskan napasnya perlahan. Sore ini, sama seperti sore-sore sebelumnya ia suka menghabiskan waktunya duduk di belakang jendela kamarnya. Membiarkan angin sejuk mengibaskan poni tipisnya.

Tangannya yang sudah hampir mati rasa meraih pot bunga kecil dihadapannya lalu menaruhnya di pangkuannya. Memiringkan pot bunga itu perlahan dan mengamatinya seolah ingin memastikan apakah bunga kesayangannya itu masih bisa ia selamatkan atau tidak.

“Bahkan kamu juga pergi meninggalkanku...” ia mengusap sisi setiap sisi pot dengan penuh kasih sayang. Wajahnya mendekat,menatap kelopak bunga mawar yang mulai rontok itu. Ada keheningan yang terlalu akrab di dalam dadanya.

Lalu tanpa sengaja ketika ia beranjak berdiri, jari-jari tangannya melonggar. Pot bunga dari tanah liat itu terjatuh dari genggaman tangannya. Detik berikutnya terdengar suara erangan seorang pria disusul dengan suara dentuman benda pecah.

 “AW!!!” suara seorang pria berteriak dari arah luar rumah Blossom mengalihkan perhatian gadis berambut merah itu.

“Ayah?” pekik Blossom kaget.

Mendengar suara teriakan yang tak asing di telinganya itu membuat Blossom buru-buru mengeluarkan kepalanya ke luar jendela dan menemukan seorang pria bertubuh tinggi tengah mengusap-usap kepalanya dengan sedikit terhuyung.

Pria yang merasa terpanggil itu pun langsung mencari arah sumber suara. “Blossom Nightmare! Apa yang sedang kamu lakukan? -Aw!”

“Maaf ayah!”

Blossom buru-buru menutup jendela kamarnya, berbalik dan setengah berlari menuruni tangga menuju pintu rumahnya. Selama perjalanan menuju pintu depan, Blossom terus meruntuki kebodohannya. Apa yang baru saja ia lakukan? Ia tahu betul ayanhnya akan sangat marah, meskipun Blossom melakukannya tanpa sengaja.

Setibanya di lantai bawah, Blossom langsung memutar kunci dan menarik gagang pintu. Tak lama pintu berwarna putih itu pun terbuka dan memperlihatkan ayahnya yang masih sibuk mengelus-elus kepalanya.

“Ayah? Kenapa tidak langsung masuk ke dalam rumah?”

“HUWA!! Siapa kamu?!” tanya pria berusia 46 tahun itu. Terlihat kaget dengan kehadiran Blossom yang kini berdiri di depan pintu.

“Ayah, ini aku, Blossom,” jawab Blossom bingung. Apa ayahnya tidak mengenali anaknya sendiri?

Pria berambut brunnete itu terlihat kesulitan mencerna jawaban dari Blossom. Dengan tangan yang masih sibuk mengurut kepalanya yang berdenyut, pria bertubuh tinggi itu menatap Blossom bergantian dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Hening cukup lama membuat Blossom tahu mengapa ayahnya kini tak lagi mengenali dirinya yang sekarang. Perubahan fisik yang ia alami memang terjadi secara drastis. Tapi apakah harus ayahnya harus bersikap seolah-olah ia tak mengenali darah dagingnya?

“Blossom?”

Blossom mengangguk mengiyakan.

“Blossom Nighmare? Putriku?”

Pria itu kemudian menurunkan tangan kirinya membuat Blossom terkesiap melihat sebuah lingkaran berwarna ungu muncul pada dahi sebelah kiri ayahnya. Ia tahu pasti itu karena ulahnya tadi.

“Wow, Kamu terlihat berbeda.”

Blossom berniat tersenyum ketika mendengar respon dari ayahnya ketika melihat perubahan dirinya yang sekarang. Tapi ia lupa, ia tak lagi bisa tersenyum seperti manusia normal. Ayahnya sampai harus mundur beberapa langkah ketika melihat Blossom yang kini sedang menampilkan ekspresi wajah ‘menyeringai’. Alih-alih tersenyum, wajah Blossom malah menunjukkan ekspresi wajah menyeramkan yang malah membuat ayahnya sendiri merasa takut. 

Suasana di sekitar mereka pun berubah menjadi canggung. Hanya terdengar suara gelak tawa dari anak-anak kecil yang berlarian di sekitar rumah.

“Apa sekarang aku terlihat menakutkan?” tanya Blossom pada ayahnya yang sedari tadi hanya terdiam.

Lihat selengkapnya