Aku tidak tahu sudah berapa juta kali jarum jam dinding berputar dan sudah beberapa belas bulan terlewatkan selama aku hidup. Virus mematikan yang sempat menghebohkan dunia dan memporakporandakan segala isinya kini sudah menghilang. Begitu banyak masalah rumit yang selalu datang silih berganti di hidupku. Termasuk drama kelulusan ku.
Aku tidak tahu jika hari dimana seharusnya aku tersenyum dan bahagia bisa berubah begitu saja menjadi hari menegangkan dimana aku harus menghadapi omelan panjang dan pukulan keras pada tubuh ku ketika tidak sengaja aku berteriak kesal mengatakana bahwa aku hamil saat aku dan kekasih ku, kami bertengkar hebat di parkiran. Disamping hal itu, aku bersyukur karena keadaan parkiran sudah sepi, tidak banyak orang yang berlalu-lalang disana. Tapi tetap saja aku mengalami malu sampai ke ubun-ubun.
Berkat kejadian itu kini aku duduk berdiam diri disalah satu taman Universitas negeri ternama di Jakarta. Tepat pada saat hari dimana kekasih ku melamar ku, sebuah deringan di ponsel ayah ku berbunyi, dan mengabarkan bahwa mereka-pihak Universitas-menerima ku sebagai salah satu karyawan admin mereka. Aku sedikit bernafas lega, setidaknya kejadian itu mencairkan sedikit ketegangan yang terjadi diantara kami semua.
“Hei, kenapa? Bukankah sebentar lagi kamu bakal nikah? Kenapa malah bengong gitu sih?” Mbak Asri, dia lebih tua dari ku 3 tahun tapi kami entah bagaimana bisa cepat akrab di pertemuan pertama. Mbak Asri seperti salah seorang sahabat lama ku, dia perhatian, tapi dia tidak banyak menuntut. Dan yang terpenting, satu hal yang sangat ku sukai darinya hingga memutuskan ku menjadikan mbak Asri sebagai salah satu orang yang ku percayai adalah dia sangat menghargai privasi orang lain.
Mendengar pertanyaan mbak Asri, aku memutuskan untuk menyudahi lamunan ku dan menoleh kearahnya. “Tidak, aku hanya memikirkan bagaimana rasanya menikah?” balas ku asal. Dapat ku lihat mbak Asri yang terkekeh saat mendengar pertanyaan itu.
“Apa kamu bertanya tentang malam pertama?” sontak mendengar pertanyaan balik yang di ajukan oleh mbak Asri aku tertawa. Kalau itu sih aku- “Kamu ga perlu khawatir, walaupun terasa sakit, tapi setiap wanita akan seperti itu ko.” Ah yah tentu saja. Aku ingin mengatakan jika aku sudah berpengalaman lebih dulu, tapi tentu saja hal itu tidak bisa kulakukan. Jadi setelah mendengar perkataan selanjutnya dari mbak Asri, aku hanya meresponnya dengan sebuah anggukan.
Ada jeda keheningan beberapa saat setelah hal itu sebelum akhirnya aku kembali mendengar suara mbak Asri. “Gimana persiapan pernikahan kamu?”
“Alahmdulillah, lancar mbak. Yah itu juga mungkin karena kami mengadakan pesatanya dengan sederhana dan tidak terlalu mengundang banyak orang.”
Mbak Asri tersenyum. “Yah lebih baik seperti itukan. Lagi pula buat apa pesta mewah-mewah kalau ujung-ujungnya kita ga bisa makan?”
Aku tahu hal ini, mbak Asri sedang membicarakan dirinya. Dia pernah sekali bercerita pada ku dan selalu mengatakan satu kalimat wejangan yang berbunyi ‘Kalau nikah nanti yang sederhana tapi berkesan saja ya, pesta mewah tapi ujung-ujungnya susah makan sama aja.’ Bagi mbak Asri yang sudah satu tahun lebih dulu menikah, pesta pernikahannya adalah sebuah nightmare.
Wanita itu menyayangkan tindakan dirinya dan pasangan yang sembrono menghambur-hamburkan uang untuk pesta pernikahan mereka tanpa sempat memikirkan bagaimana mereka hidup setelah pesta nanti. Saat mendengarnya untuk pertama kali aku agak terkejut, dan seketika berfikir bagaimana ada orang sebodoh ini? Jahat memang, tapi oh ayolah, siapa orang zaman sekarang yang berfikiran seperti itu? Menghabiskan semua uang tanpa memikirkan kehidupan mereka untuk beberapa waktu kedepan.
“Rose?!”
Oh sepertinya aku melamun lagi. Aku agak sedikit terkejut ketika seruan mbak Asri masuk begitu saja kesepasang gendang telinga ku.
“Ya mbak?”
“Kamu melamun terus deh. Udah ah, aku tau kamu gugup, tapi jangan terlalu di bawa pikiran, nanti stres loh. Lagi pula, kalian kan udah lama pacaran, masa iya sampai segitunya sih kamu gugup?”
“Eh iya sih mbak. Tapi aku orangnya selalu kepikiran hehehe.”
“Nah ini kebiasan jelek kamu. Udah ah yuk masuk, makanan mu udah habis kan? Kita balik kerja lagi. Bukankah ini hari terakhir kamu masuk sebelum cuti? Kerjaan bisa numpuk loh kalau ga buru-buru di selesai-in.”