Suara kicau burung dengan hembusan angin segar yang terasa dingin menyapu kulit berhasil membangunkan ku dari dunia mimpi. Bau harum khas ayam goreng segera membuat sepasang mata ini terbuka. Aku menggerakan tubuh dan melangkah, niat ingin ke kamar mandi tertunda ketika aku melihat El yang sibuk memasak untuk sarapan kami.
“Kenapa kamu ga bangunin aku mas?”
“Kamu kebo.”
“Ish.”
“Hehehe, nggak ko sayang. Kamu tidur terlalu nyenyak, aku jadi ga tega bangunin kamu.”
“Btw bau masakan kamu harum banget.” El terkekeh, dengan sombong dia membanggakan diri.
“Tentu, emangnya kamu.” Mendengar penuturan itu membuat ku berdecak sebal. Dengan perasaan dongkol aku meninggalkan El dan bergegas segera ke kamar mandi.
Didalam kamar mandi aku menatap wajah dan tubuh ku di cermin, meraba perut rata ku dan tersenyum. “Hai baby. Terima kasih untuk hari ini karena tidak lagi membuat ibu mu mual-mual.”
****
“Kamu udah mandi?”
“Tentu.”
“Jadi hari ini benar-benar serius mau pergi dari pagi?”
“Memangnya aku terlihat seperti bercanda saat mengatakannya?”
“Heem.” Aku dapat melihat El yang tengah berpose seperti berfikir sambil menata beberapa piring dan dua gelas berisi susu di meja.
“Yah, abis kamu terlihat sangat menggemaskan saat mengucapkannya. Kamu tahu? Kamu seperti anak TK yang ingin pergi bertamasya.
“EH kamu?!”
“Hahahhaa.”
Pagi ini tidak seperti pagi kemarin yang di isi dengan ketegangan dan amarah akibat drama dari kesalahpahaman ku. Pagi ini rasanya kami terlihat sangat nyaman dengan obrolan-obrolan kecil yang biasa dilakukan setelah kami menikah beberapa hari terakhir ini.
“Apa tempat yang mau kamu kunjungi untuk destinasi pertama de?”
“Hem bagaimana kalau Candi Prambanan? Mumpung masih pagi. Lagipula ini hari biasa, jadi kurasa tidak terlalu ramai.”
“Kamu benar. Yah boleh juga.”
Sarapan kami kembali di isi dengan beberapa obrolan ringan seperti kemana selanjutnya setelah kami pergi ke Candi Prambanan, makanan apa yang ingin ku makan saat siang nanti begitupun sebaliknya. Melihat bagaimana kami menjalani kehidupan kami saat ini rasanya seperti mimpi. Dulu kami selalu susah hanya untuk saling bertemu satu- sama lain, selalu bertengkar bahkan tidak jarang juga aku selalu menangis saat merindukannya. Setelah melewati banyak hal, baik itu kesedihan, rasa sakit, marah, benci hingga merindu. Kini kami bisa saling menatap satu sama lain untuk waktu yang lama, saling menggenggam dimana pun dan kapanpun kami mau.
Tapi justru disaat-saat seperti ini, kadang selalu ada sekelebat fikiran yang melintas dikepala ku mengenai, apakah kebahagian ini akan bertahan lama? Sampai berapa lama kebahagian ini akan hadir diantara kami?
“Hei apa sih yang lagi kamu fikirin? Ayo cepat rapih-rapih, katanya mau mulai dari pagi? Kalau kamu kebanyakan bengong nanti kita kesiangan loh.”
“Ah Okay.”