"Ayo."
Ervan mengulurkan tangan, menunggu disambut oleh sang gadis. Setengah ragu, gadis itu menggenggamnya.
"Lo yakin gue pernah ke sini? Gue nggak inget sama sekali."
Vanka mencicit pelan. Takut Ervan merasa marah padanya. Rasa-rasanya, sang gadis lupa bahwa lelaki itu tak pernah sekali pun marah padanya.
"Nggak apa-apa kalo lo nggak inget, Van. Lupa itu wajar, kok. Gue nggak keberatan ingetin lo lagi."
Mendengar suara penuh kelembutan itu, Vanka mencelus. Benar, lelaki ini—kekasihnya—memang sebaik itu. Selalu penuh dengan kelembutan, bahkan selalu tersenyum. Apapun yang Vanka lakukan, lelaki itu selalu mendukung. Tak pernah menghakimi meski pilihan yang diambil Vanka salah.
"Makasih banyak, Ervan."
Lelaki itu mengangkat sebelah alis, merasa heran. Pastinya dia tak mengerti, kenapa Vanka harus berterima kasih untuk hal yang sederhana.
Padahal, makna ucapan Vanka tak sesederhana itu. Vanka bukan berterima kasih atas kebaikan lelaki itu hari ini, namun dia berterima kasih atas semua yang sudah dilakukan lelaki itu, terutama karena lelaki itu sudah hadir dalam hidupnya. Mengisi hari-hari hingga menjadi cerah dan penuh warna. Membuat Vanka terus tersenyum dan pikirannya tak lagi berkelana kepada sesuatu yang hanya membuat hatinya sakit.
Vanka akan dengan lantang mengatakan, bahwa lelaki itu kekuatannya.
"Gue ... bener-bener cinta sama lo."
Vanka mengeratkan genggaman di tangan lelaki itu. Merasakan hangat dari tangan Ervan selalu membuatnya merasa aman.
"Gue tau, Van. Gue selalu tau. Dan gue nggak akan bosen buat bilang, kalo gue juga cinta sama lo."
Itu ucapan yang begitu sederhana dan begitu sering didengar Vanka. Hal yang benar-benar Vanka ketahui, bahkan tanpa lelaki itu berkata. Karena tubuhnya sudah lebih dulu berkata, semua perilakunya menunjukkan betapa lelaki itu mencintai Vanka.
Tapi, hati Vanka tetap menghangat dengan ucapan sesederhana itu. Karena dia tahu, bahwa Ervan mengucapkan dengan sepenuh hati.
Mendadak hati Vanka terasa sakit. Tentu, alasannya bukan lelaki itu. Namun karena dia mendadak mengingat sang papa.
Kenapa orang asing begitu mudah mencintainya, sementara sang papa tidak?
Padahal, sang papa jauh lebih mengenalnya, kan? Sang papa sudah mengenal Vanka seumur hidupnya. Vanka selalu ada bersama lelaki itu, bahkan hingga sekarang.
Kenapa begitu sulit untuk sang papa mencintainya?
"Asal kamu tahu, kehadiranmu tidak pernah saya harapkan!"