Blue

Maria Rosa
Chapter #11

11

Rintik hujan mulai terasa membasahi tanah, membuat mereka mengurai pelukan. Air itu turun semakin deras, membuat tubuh mereka berdua perlahan basah.

Ervan menarik tangan sang gadis menuju gubuk, namun tubuh gadis itu tak bergerak barang sedikit pun. Dia justru menarik baju Ervan, kemudian menengadah sembari memejamkan mata. Membuat Ervan tak lagi menarik, dan hanya memerhatikan wajah gadis itu yang terkena tetesan air.

Ervan baru memalingkan muka saat gadis itu menyeka wajah. Berpura-pura memerhatikan tetesan air yang hinggap di daun tumbuhan padi.

"Ervan...."

Mendengar namanya disebut dengan lirih, lelaki itu langsung memandang wajah Vanka dengan intens. Gadis itu menunduk, melepaskan sepasang sepatu kets putih dan menentengnya dengan satu tangan. Sang gadis melihatnya dengan sinar mata jahil dan bibir yang menyeringai.

"Kejar gue."

Sebelum Ervan sempat mencerna perkataan itu, sang gadis sudah berlari membelah sawah. Menyusuri pinggiran yang tak ditanami padi sambil terus berlari, masih dengan sebelah tangan yang menenteng sepasang sepatu. Sesekali, gadis itu melihat ke belakang, kemudian menjulurkan lidah.

Tanpa aba-aba, Ervan langsung mengejar gadis itu. Tanpa repot-repot melepas sepatu, yang ia yakini akan tetap kotor.

Vanka berlari dengan sangat cepat. Ervan yakin, itu sebagai akibat dari latihan karate yang dijalaninya. Bahkan, langkah Ervan yang lebar tetap tak bisa mengejar gadis itu.

"Van, tungguin gue!"

Ervan berteriak dengan napas yang terengah. Nampak di matanya, Vanka yang justru berlari lebih cepat.

Tidak tahukah gadis itu bahwa Ervan sudah lelah?

Sebenarnya, Ervan lebih khawatir jika gadis itu terjatuh. Dengan kondisi yang basah dan licin seperti ini, pastilah mudah untuknya tergelincir.

Kecurigaannya tepat. Ervan bisa melihat Vanka oleng dan terjatuh. Ervan pun segera berlari, menghampiri gadis yang kini terduduk di pinggir sawah dan nampak kesakitan.

"Sakit, Van? Bisa jalan nggak?"

Ervan mengulurkan tangan, yang segera disambut oleh gadis itu. Namun, bukannya berdiri, gadis itu malah menarik Ervan untuk jatuh bersamanya.

Melihat raut wajah yang kaget, gadis kurang ajar itu malah tertawa lebar. Dia beranjak berdiri, kemudian menepuk-nepuk seragam yang berlumpur. Yah, tentu saja gadis itu tahu bahwa perbuatannya takkan mengenyahkan lumpur yang menempel. Gadis itu mengambil sepatunya yang terpisah, kemudian berdiri di sebelah Ervan.

"Lo sengaja, Van?"

Ervan masih nampak terkejut. Lelaki itu bahkan tak berusaha untuk bangun dari posisinya saat ini.

"Nggak, kok. Gue beneran jatuh tadi. Terus mendadak, gue kepikiran buat ngerjain lo. Maaf, ya."

Ervan berdiri, kemudian mengamati raut wajah Vanka yang cerah. Lelaki itu kembali berjongkok, kemudian menekan pergelangan kaki Vanka yang nampak merah. Spontan, gadis itu mengaduh.

"Sakit, kan? Jalan lo pincang gitu."

Lihat selengkapnya