Keesokan harinya, Didi tiba di Jakarta setelah penerbangan yang panjang. Ia memutuskan untuk langsung menuju ke rumah Vanessa. Dalam perjalanannya menuju rumah Vanessa, ia merasa cemas dan gelisah. Vanessa belum memberikan kabar atau respon atas pesan dan panggilannya, dan hal itu membuat Didi semakin khawatir.
Sampai di depan rumah Vanessa, Didi berdiri ragu sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu. Hatinya berdebar kencang, tidak tahu apa yang akan dihadapinya nanti.
Pintu pun terbuka perlahan, Namun bukan Vanessa yang muncul di hadapannya, itu adalah pembantu Vanessa yang bernama Ibu Sri.
"Maaf pak, Bu Vanessa belum mau diganggu dulu katanya," ucap Ibu Sri dengan sopan.
Tampak kebingungan di wajah Didi, "Tapi Ibu, saya ada urusan penting dengan Vanessa."
"Maaf pak, saya gak berani, tadi Bu Vanessa sudah bilang kalau ada tamu di suruh pulang saja," ucap Ibu Sri dengan penuh rasa hormat.
Didi merasa berat hati mendengar itu. Dia ingin sekali bertemu dengan Vanessa untuk menjelaskan segalanya dan memperbaiki hubungan mereka, tapi dia juga mengerti bahwa Vanessa butuh waktu dan ruang untuk merenungkan perasaannya.
"Maaf pak, saya masuk dulu," ucap Ibu Sri sambil menutup pintu.
Didi merasa terdorong untuk berbicara, jadi dia memutuskan untuk meneriaki Vanessa dari luar rumah, "Ness, gue tunggu lo sampai lo mau ketemu gue. Gue gak peduli seberapa lama."
"Dengerin penjelasan gue, Ness! Gue gak akan pulang sebelum lo mau ngedengerin penjelasan gue," tambah Didi dengan penuh tekad.
Namun, pintu tetap tertutup dan tidak ada jawaban dari dalam rumah. Didi merasa cemas dan gelisah, tapi dia berusaha untuk tetap bersabar.
Beberapa jam telah berlalu, tapi Vanessa masih belum keluar dari dalam rumah. Hari semakin larut, langit tampak mendung, menandakan bahwa hujan akan segera turun.
Vanessa merasa gelisah, dia beranjak dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk pergi ke depan rumah, mengintip melalui jendela kacanya. Dan di luar dugaan, dia terkejut melihat Didi masih berada di depan rumahnya.
Perasaan campur aduk melanda Vanessa. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan atau bagaimana dia harus merespons kehadiran Didi di sana. Namun, sesuatu dalam hatinya berkata bahwa dia harus berbicara dengan Didi.
Dengan hati yang berdebar, Vanessa membuka pintu rumah dan keluar menemui Didi di depan rumahnya. Wajahnya terlihat ragu, tapi dia ingin tahu apa yang ingin Didi katakan.
"Didi," panggil Vanessa dengan suara lembut.
Didi menoleh ke arahnya dan ekspresi wajahnya berubah campur aduk, tampak lega dan gugup sekaligus. "Ness," balas Didi.
"Apa yang lo lakuin di sini?" tanya Vanessa.