Sinar matahari menyinari matanya, membuatnya silau dan terbangun dari tidurnya. Ponselnya pun berdering sedari tadi, dengan cepat ia mengangkat telepon itu.
"Halo, Ness, lo cepetan siap-siap. Tiketnya udah di pesan sama beliau. Lo tinggal berangkat ke bandara."
"Oke, mbak." Ucap vanessa.
Dengan cepat, Vanessa bergegas menyiapkan diri untuk terbang ke Surabaya pagi ini. Hatinya masih penuh dengan kekhawatiran dan pertimbangan, namun dia tahu bahwa dia harus menghadapi pekerjaannya dengan profesionalisme.
Tiba di bandara, Vanessa berjalan menuju pintu keberangkatan dengan perasaan campur aduk. Dia berusaha untuk fokus pada pekerjaannya di Surabaya.
Saat pesawat siap untuk lepas landas, Vanessa menghela nafas dalam-dalam. Dia tahu bahwa apa pun yang akan terjadi, dia harus menghadapinya dengan keberanian.
Dalam penerbangan menuju Surabaya, Vanessa berusaha untuk menenangkan diri. Dia berpikir tentang perjalanan hidupnya selama ini, tentang persahabatannya dengan Bibi, dan tentang bagaimana dia ingin menjadi pribadi yang lebih baik.
Saat pesawat mendarat di Surabaya, Vanessa merasa tegang untuk menghadapi pekerjaannya
Dengan langkah mantap, Vanessa keluar dari bandara, siap menghadapi apa pun yang akan datang, baik dalam pekerjaannya maupun dalam hubungannya dengan Bibi.
Vanessa segera menuju hotel yang sudah direservasi oleh pihak pelanggan. Sesampainya di hotel, ia langsung mencari kamar yang sesuai dengan instruksi bosnya.
Di dalam kamar hotel, Vanessa meletakkan barang-barangnya dan merapikan diri. Dia memastikan penampilannya tetap cantik dan sesuai dengan harapan pelanggan. Setelah semua persiapan selesai, Vanessa menghubungi bosnya untuk memberitahu bahwa dia sudah sampai di hotel dan siap untuk bertemu dengan kliennya.
Setelah mendapatkan kabar dari bosnya, Vanessa segera memberitahu pria itu bahwa dia sudah sampai di hotel dan siap untuk bertemu dengannya. Dia menunggu dengan hati yang berdebar-debar, tidak sabar untuk melihat wajah kliennya.
Tak butuh waktu lama, pintu kamarnya diketuk dengan lembut.
Toktok...
Vanessa mengambil napas dalam-dalam sebelum membuka pintu. Saat pintu terbuka, dia melihat seorang pria tampan berdiri di depannya dengan senyuman ramah.
"Vanessa, betapa cantiknya Anda," ucap pria itu dengan penuh pujian.
Vanessa hanya tersenyum sopan, "Terima kasih. Silakan masuk."
Pria itu masuk ke dalam kamar dan mereka berdua duduk di sofa. Percakapan mereka berjalan santai, terutama karena pria itu tampak menyenangkan dan mudah diajak bicara.
Dalam sesi itu, Vanessa berusaha memberikan layanan yang terbaik, memastikan kenyamanan dan kebahagiaan pria itu. Meskipun dia tahu bahwa pekerjaannya tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai dan moralnya, dia berusaha untuk tetap profesional dan memberikan layanan yang memuaskan.
Suasana di dalam kamar hotel mulai terasa panas ketika pria itu mendekatkan diri ke Vanessa. Hatinya berdebar cepat, tidak hanya karena ketegangan dari pekerjaannya, tetapi juga karena suasana yang semakin intim.
Pria itu menatapnya dengan penuh nafsu, membuat Vanessa merasa canggung namun dia mencoba untuk tetap tenang. Dia berusaha mempertahankan sikap profesionalnya, meskipun dalam hatinya ada perasaan yang bercampur aduk.
"Dengan sepenuh hati, Ness," bisiknya pada dirinya sendiri.
Pria itu semakin mendekat, dan suasana semakin tegang. Namun, Vanessa mencoba untuk tetap fokus dan menampilkan senyuman yang ramah seperti yang biasa dia lakukan.
Meskipun dia berada dalam situasi yang tidak nyaman, Vanessa tahu bahwa dia harus tetap profesional dan melanjutkan pekerjaannya. Dia berusaha menyelesaikan pertemuan dengan baik dan cepat, sehingga dia dapat mengakhiri situasi ini dengan segera.
Meskipun dia berada dalam situasi yang tidak nyaman, Vanessa tahu bahwa dia harus tetap profesional dan melanjutkan pekerjaannya. Ia berusaha menyelesaikan pertemuan dengan baik dan cepat, sehingga dia dapat mengakhiri situasi ini dengan segera.