Di sisi lain, ponsel Bibi sudah berbunyi sejak tadi dengan panggilan tak terjawab dan pesan dari keluarganya. Bibi meraih ponselnya dan melihat beberapa pesan masuk dari kedua orang tuanya.
Banyak sekali pesan yang Bibi terima, dan salah satunya adalah pesan dari mamanya yang penuh amarah terhadap kelakuan Bibi.
"Bi, kamu balik gak! Kalo kamu tetep ngeyel dengan pilihanmu, kamu bukan anak mama lagi," begitu isi pesan dari mamanya.
Bibi merasa bingung dalam situasi ini. Di satu sisi, ia tak mungkin meninggalkan Vanessa dalam keadaan yang tak di dampingi siapapun. Namun, di sisi lain, ia sudah sampai di Surabaya, dan pulang ke Jakarta lagi juga tidak mungkin.
Setelah memikirkan dengan matang, Bibi akhirnya memutuskan bahwa ia akan tetap tinggal di Surabaya sampai proses hukum Vanessa selesai. Dia menyadari bahwa seseorang yang mendukungnya saat ini.
Bibi sadar bahwa ia harus menerima konsekuensi dari keputusannya ini. Jika itu berarti ia akan diusir dari rumah oleh keluarganya, ia siap menerimanya.
Dengan hati yang teguh, Bibi membalas pesan ibunya dengan penuh keyakinan, "Ma, aku gak akan ninggalin Vanessa di saat situasi kayak gini. Dia butuh dukungan dan teman sekarang."
Dengan cepat, balasan dari mamanya pun masuk, "Oke, kalau itu yang kamu mau. Silahkan kamu pergi dari rumah, semua fasilitas yang kamu punya bukan milik kamu lagi sekarang."
Bibi merasa hatinya berdesir mendengar respons keras dari ibunya. Dia merasa sedih karena harus menghadapi konsekuensi berat atas keputusannya. Meskipun ia tahu bahwa hal itu mungkin akan terjadi, tetap saja tidak mudah bagi Bibi untuk menerima kenyataan ini.
Sambil menahan air mata, Bibi berusaha untuk tetap tegar dengan pilihan yang telah diambilnya. Dengan perasaan campuran, Bibi bersiap untuk menghadapi masa depan yang tak terduga.
Bibi akhirnya menghampiri Vanessa yang berada di balik jeruji besi dengan ekspresi cemas. "Ness, lo gak usah khawatir, gue ada di sini untuk lo," ucapnya dengan penuh kehangatan.
Vanessa meneteskan air mata, merasa terharu dengan sikap Bibi yang tetap baik kepadanya meskipun dirinya sudah begitu kejam menyakiti Vanessa.
"Bibi, maafin gue. Gue gak tau apa yang ada dalam pikiran gue saat itu. Gue nyesel" ucap Vanessa sambil mengusap air matanya.
Bibi menaruh tangannya di pundak Vanessa dengan lembut, "Kita semua punya masa-masa sulit, Ness. Yang penting sekarang adalah lo belajar dari kesalahan lo dan berusaha jadi yang lebih baik."
Vanessa mengangguk, merasa bersyukur karena masih ada Bibi yang tetap mendukungnya walau dalam situasi yang sulit ini.
"Nes, gue cari hotel di sekitar sini ya, gue gak mungkin nunggu lo di sini," ucap Bibi sambil mencoba menyemangati Vanessa.
Vanessa hanya menganggukan kepala dengan penuh pengertian. Meskipun dia ingin Bibi tinggal di dekatnya, dia juga mengerti bahwa Bibi harus memikirkan keselamatan dan kenyamanannya juga.
Setelah beberapa waktu mencari, Bibi akhirnya menemukan hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat tahanan Vanessa.
Malam itu, Bibi dan Vanessa berpisah sementara. Bibi menginap di hotel yang sudah ditemukannya
Proses hukum Vanessa berlangsung dengan berbagai tantangan. Bibi tetap menjadi selalu memberikan dukungan dan semangat pada Vanessa.
Setiba di hotel itu, Bibi meletakkan barang-barangnya dan merebahkan tubuhnya. Pikirannya kacau, kini ia sudah tak bisa pulang ke rumahnya karena orang tua nya sudah mengusirnya. Mau tak mau, ia akan mendukung Vanessa dalam proses hukum yang berlanjut.
Otaknya terus berpikir, hingga akhirnya ia tertidur dengan pikiran yang penuh kekhawatiran.
Di sisi lain, Vanessa tak hentinya menangisi nasibnya. Ia merasa sangat bersalah terhadap Bibi karena sudah menyakiti teman sebaik itu. Di situasi ini, tidak ada keluarga yang mendampinginya. Ia merasa sangat sendirian dan terpuruk.
Vanessa tidak tidur semalaman, hanya untuk menangis dan merenungkan keputusannya yang salah. Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi hatinya. Ia berharap ada cara untuk memperbaiki segala kesalahan yang telah ia lakukan.
Keesokan harinya, Bibi bangun dengan perasaan lelah namun tetap penuh tekad untuk mendukung Vanessa dalam sidang kedua hari ini. Meskipun tubuhnya merasa berat, hatinya merasa yakin bahwa ia harus berada di samping Vanessa di saat-saat sulit seperti ini.
Bibi bersiap-siap dengan cepat, mencuci muka dan merapikan tempat tidurnya dengan terburu-buru. Ia hanya sempat makan sarapan kecil karena waktu terlalu mepet untuk sampai ke tempat sidang.
Bibi segera berangkat menuju tempat sidang yang sama dengan hari sebelumnya.
Sesampainya di tempat sidang, Bibi melihat Vanessa yang sudah menunggunya dengan wajah yang tegang namun tersenyum lega ketika melihat kehadirannya.
Sesampainya di tempat sidang, Bibi melihat dengan kaget bahwa Vanessa tengah diangkat oleh beberapa orang. Vanessa tampak pingsan sebelum sidangnya dimulai. Kekhawatiran memenuhi hati Bibi ketika melihat kondisi Vanessa.
Dengan cepat, Bibi meraih tubuh Vanessa dari tangan orang-orang yang mengangkatnya, kemudian mencari informasi tentang rumah sakit di sekitar tempat itu. Dia membutuhkan bantuan medis segera untuk Vanessa.
"Vanessa, bangun! Ness, lo baik-baik aja kan?" ucap Bibi sambil mencoba membangunkan Vanessa.
Namun, Vanessa tetap tak sadarkan diri. Tanpa ragu, Bibi memutuskan untuk mencari rumah sakit di sekitar tempat itu. Dalam kondisi panik, Bibi berusaha untuk tetap tenang agar bisa membantu Vanessa.