Setelah tiba di Jakarta, Bibi langsung menuju kantornya dengan harapan bisa menenangkan diri dari situasi yang sedang dialaminya bersama Vanessa. Meskipun hatinya masih terbebani oleh kejadian di pengadilan, dia mencoba untuk fokus pada tugas-tugas bisnis yang menantinya.
Namun, sesampainya di depan gedung kantor perusahaannya, alangkah terkejutnya Bibi ketika melihat pintu kantor telah disegel. Wajahnya memucat, dan kebingungannya semakin bertambah. Siapa yang bisa berani menutup perusahaannya seperti ini?
Tanpa ragu, Bibi mendekati salah satu satpam yang tengah berjaga di depan pintu. Tatapan heran dan cemas terpancar dari wajahnya.
"Ini kenapa perusahaan di segel, pak?" tanyanya dengan cepat.
"Oh, ini, ini papa pak Bibi sendiri yang menyegel," ucap satpam tersebut dengan tegas.
Bibi merasa terperanjat dan terkejut mendengar ucapan satpam itu. Pikirannya langsung menerka-nerka alasan di balik tindakan ayahnya tersebut. Tanpa banyak bicara, dia meninggalkan satpam itu dan segera mengambil ponselnya untuk menghubungi papanya.
Dengan hati yang berdebar, Bibi menekan nomor ponsel ayahnya dan menunggu panggilan dijawab. Beberapa detik terasa seperti berjam-jam bagi Bibi.
Akhirnya, panggilan dijawab oleh ayahnya. Suara ayahnya terdengar serius dan dingin.
"Halo pa? Kenapa perusahaan disegel?" tanya Bibi dengan hati-hati.
Ayahnya menghela nafas berat, "Itu akibat kamu tidak mendengarkan perkataan orang tua. Perusahaan ini termasuk semua fasilitas yang kamu miliki akan papa sita."
Bibi merasa dadanya sesak mendengar ucapan ayahnya. Rasa bersalah dan penyesalan mulai menghampiri pikirannya. Dia menyadari bahwa keputusannya untuk lebih fokus pada Vanessa telah membawa dampak buruk bagi perusahaan yang sudah ia bangun dengan susah payah.
"Pa, gak bisa gitu dong! Itu kan perusahaan Bibi sendiri," ucap Bibi dengan tegas.
Namun, tiba-tiba telepon terputus. Bibi mencoba menghubungi ayahnya lagi, tapi tidak ada jawaban.
Hatinya campur aduk. Dia merasa kesal karena ayahnya tiba-tiba memutuskan untuk menyegel perusahaan tanpa memberi penjelasan lebih lanjut. Tapi di sisi lain, dia juga merasa khawatir dan cemas karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Akhirnya Bibi memutuskan untuk mencari lagi hotel di daerah Jakarta. Dia tidak berani pulang karena orang tuanya tidak merestui keputusannya untuk kembali. Meskipun hatinya masih bergejolak, dia tahu bahwa dia harus menghadapi konsekuensi dari keputusannya sendiri.
Dengan perasaan campur aduk, Bibi mencari hotel yang cocok untuk tinggal sementara. Dia merasa sedih karena hubungannya dengan keluarga menjadi renggang, tetapi dia juga merasa tegar dengan keputusannya untuk mandiri dan bertanggung jawab atas perusahaannya.
Setelah menemukan hotel yang sesuai, Bibi menempati kamar dan merasa sepi. Dia merenung tentang masa depannya dan berusaha mencari cara untuk memperbaiki hubungannya dengan ayahnya.
Dalam perjalanan ini, dia tahu bahwa dia tidak sendiri. Vanessa selalu ada di sisinya. Hubungan mereka menjadi sumber kekuatan bagi Bibi untuk menghadapi semua tantangan.
Dalam kesendirian di kamarnya, Bibi berdoa untuk mendapatkan petunjuk dan kekuatan. Dia percaya bahwa dengan kemauan dan kerja keras, dia akan mampu melewati masa sulit ini dan mencapai kesuksesan yang lebih besar
Sementara itu, situasi di dalam jeruji membuat Vanessa tak henti-hentinya menangis. Hatinya penuh dengan kebingungan, rasa bersalah, dan kekhawatiran atas nasibnya yang tak pasti.
Setelah menjalani sidang dan mendapatkan vonis, Vanessa merasa hancur. Dia menyadari bahwa keputusannya yang salah telah mengakibatkan konsekuensi yang berat. Dia menyesal dan berharap bisa kembali mengubah segalanya, tapi waktu tidak bisa diputar kembali.
Di dalam ruang tahanan, Vanessa merenungkan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dia merasa dirinya terperangkap dalam lingkaran kesalahan dan tak tahu bagaimana cara keluar.
Rasa cemas dan ketakutan menghantui pikirannya. Bagaimana dia akan bertahan selama tiga bulan di dalam tahanan? Bagaimana dia akan menghadapi masa depannya setelah keluar?
Di tengah keputusasaan itu, dia teringat Bibi. Vanessa tahu bahwa Bibi akan selalu ada untuknya, meskipun keadaan saat ini memisahkan mereka.
Dalam kesendirian itu, Vanessa berdoa untuk kekuatan dan keberanian.
Waktu berlalu perlahan, dan setiap harinya dihabiskan Vanessa dengan merenung dan meratapi nasibnya.