Asta tidak tau.
Asta tidak tau apa yang ada dipikiran anak-anak itu. Siswa siwi angkatannya itu. Mereka yang bergerombol di tengah lapangan SMA Puspadana. Teriakan terdengar dari sana. Membuat Asta diam-diam mengernyitkan dahinya.
Apa yang mereka lakukan?
Apa ada manfaatnya?
"ASTAAA!"
Asta tidak menoleh saat mendengar suara itu. Malas lebih tepatnya. Toh dia juga sudah tau siapa cewek yang tengah berlari kecil dikoridor sambil berteriak menyebutkan namanya.
"Ihh!" Cewek itu mengguncang lengan kanan Asta. "Lo kok cuekin gueee?!"
Asta menghela napas. Lalu menoleh menatap teman sebangkunya. Lily. "Apasih?"
Lily mencebikkan bibirnya bersamaan dengan matanya yang melirik lapangan utama, tepat didepan kelas mereka.
Melihat apa yang terjadi dilapangan, cewek itu paham apa yang membuatnya dianggap tidak ada oleh Asta. "Ooh, mulai tertarik ya lo sekarang? Kemarin-kemarin bilang nggak berguna," sindir Lily.
Asta merotasikan kedua bola matanya. "Nggak sengaja."
"Alah! Palingan juga lo seru kan ngeliat orang gelud kayak gitu?" Lily menyikut menyikut lengan Asta jahil.
Asta berdecak. "Apa serunya? Gue malah bingung, kenapa gue mau masuk sekolah yang tontonannya cuman debat-debat, anak nakal yang lari gara-gara dihukum, sampai liat orang mukul-mukul temen angkatannya sendiri. Kayak nggak ada kerjaan lain aja."
"Namanya juga geng Candala, wajar lahh~"
Asta tidak mengacuhkan Lily kali ini. Fokusnya beralih ke kerumunan itu. Makin ramai saja.
Ini bukan pemandangan baru buat Asta. Melihat anggota Geng Candala dan Tim Displiner berdebat dengan suara kelewat nyaring seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Bukan hanya buat Asta, tapi seluruh siswa SMA Puspadana.
Menurut penuturan Lily yang Asta tidak sengaja ingat, karena temannya itu selalu saja menjelaskan cerita mengenai Geng besar itu berulang-ulang, Geng Candala adalah Geng bergengsi yang ditakuti banyak anak nakal SMA lain, Komplotan jalanan, hingga preman.
Sepak terjang Geng ini sudah tidak diragukan lagi selama tujuh tahun dibentuk oleh orang yang disebut Bos besar bersama dua orang temannya, Asta tidak tau siapa mereka. Yang pasti mereka anak nakal. Mereka dibentuk untuk menyeimbangi dominasi Tim Disipliner SMA Puspadana.
Geng Candala awalnya hanya memiliki sekitar 13 anggota. Namun kini, anggotanya sudah bertambah jauh lebih banyak. Memenuhi tiga angkatan.
Kata Lily mereka semua ada 47 orang sekarang dari semua angkatan, itupun tidak termasuk alumni mereka. Kata Lily juga, jika di kira-kira, jumlah kesemua siswa dan alumni yang pernah jadi anggota Candala dari awal hingga sekarang sudah mencapai ratusan orang.
Asta menyesali fakta bahwa ia tidak tau mengenai Geng yang ada di SMA Puspadan ketika memasuki sekolah swasta ini. Jika Asta tau, ia bersumpah tidak akan pernah masuk di sekolah seperti ini.
"Coba deh, Ta, liat mukanya Hasa, Zen, sama Alam." Lily menarik-narik tangan Asta. "Ganteng tuh lumayan."
Cih. Asta tidak sudi. Apanya yang lumayan dari anak-anak nakal angkatannya itu. Masih mending jika itu anggota disipliner.
Tiga orang yang Lily sebutkan tadi adalah petinggi Candala saat ini. Hasa si Ketua Candala, Zen si Tukang Pukul Candala, dan Alam yang katanya penasehat mereka. Asta hanya bisa tercengang ketika tau bahwa Geng remaja seperti itu bahkan memiliki susunan hieraki.
Asta mengakui bahwa visual mereka oke, tapi itu tidak bisa menjadi modal untuk menganggap mereka orang baik.
Seringnya ketiga wajah itu muncul dilapangan dan ruang BK sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa mereka tidak bisa dijadikan idola.
"Bingung deh gue, dengan modal tampang, semudah itu lo seneng sama mereka?"
Lily mengibaskan tangannya. "Siapa sih yang nggak naksir sama cowok ganteng. Lagipun, mereka itu keren tau nggak?"
Keren? Asta lebih suka memandang mereka dengan sebutan benalu. Mereka merusak citra sekolah. Mereka membuat keributan. Mengganggu niat orang lain untuk belajar. Ini yang kadang membuat Asta bingung, sebenarnya definisi anak keren untuk anak sebayanya itu seperti apa? Apa anak nakal dengan segala kegiatan tidak berguna mereka itu?
Terkesiap. Asta menyadari handphonenya berdering.
"Halo?"