Februari 2022
Seorang gadis berkemeja denim lengan panjang dan kepang rambut tersampir di bagian bahu, mengedarkan pandang ke ruang kuliah yang masih sepi. Bangku-bangku kosong diam menanti. Ia punya janji lebih awal dengan seseorang hari ini. Ada beberapa materi propaganda yang perlu mereka diskusikan terkait rencana demonstrasi yang akan dilangsungkan sebelum May Day.
Ia sengaja mengambil posisi agak depan agar nantinya tidak terganggu oleh mahasiswa lain yang datang belakangan. Tempat itu adalah posisi terbaik untuk berkonsentrasi penuh. Mereka pun bisa lanjut berdiskusi hingga kuliah dimulai.
Menit demi menit berlalu, tanda-tanda kehadiran rekannya masih nihil. Ia mengibaskan kepang ke belakang seraya mengernyit heran. Tidak biasanya, pemuda itu telat di luar kesepakatan. Sesaat kemudian, ia pun mendengar derit kursi di balik punggung. Aneh, tidak ada bunyi langkah masuk sebelumnya. Apakah sang rekan berniat mengerjai dirinya?
Seketika, ia menggigil. Suhu ruangan memang dingin karena ber-AC, tetapi bukan sebab itu saja. Bunyi derit tadi terdengar tidak lazim. Agaknya, seseorang berusaha menggeser bangku dengan hati-hati seolah tidak ingin mengganggu, tetapi juga bermaksud menarik perhatian dengan cara yang halus. Ia pun sadar bahwa bunyi samar itu sebetulnya hanya halusinasi yang tidak betul-betul ada.
Apakah ini terjadi lagi? Ia mengerjap cemas hingga rasa itu justru memeras kegelisahannya di bawah tekanan udara yang ganjil. Namun, tangannya mendadak kaku, bahkan untuk sekadar menyeka peluh. Ia tahu betul, sensasi tersebut tidak muncul secara kebetulan.